Jumat, 02 November 2012

MAKALAH HIPOTIROIDISME


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Hormon tiroid sangat penting untuk metabolisme energi, nutrisi, dan ion organik, termogenesis serta merangsang pertumbuhan dan perkembangan berbagai jaringan, Pada periode kritis juga untuk perkembangan susunan syaraf pusat dan tulang. Hormon ini mempengaruhi beberapa jaringan dan sel melalui berbagai pola aktivasi genomik dan sintesis protein serta reseptor yang mempunyai arti penting untuk berbagai aktivitas. Hormon tiroid berpotensiasi dengan katekolamin (efek yang menonjol adalah hipertiroidisme), dan berefek pada pertumbuhan somatik dan tulang diperantai oleh stimulasi sintesis dan kerja hormon pertumbuhan dan IGF.
Disfungsi tiroid pada masa bayi dan anak dapat berakibat kelainan metabolik yang ditemukan pada dewasa, berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan, karena maturasi jaringan dan organ atau jaringan spesifik yang merupakan pengatur perkembangan bergantung pada efek hormon tiroid, sehingga konsekuensi klinik disfungsi tiroid bergantung pada usia mulai timbulnya pada masa bayi dan anak.
Apabila hipotiroidisme pada janin atau bayi baru lahir tidak diobati, menyebabkan kelainan intelektual dan atau fungsi neurologik yang menetap, ini menunjukan betapa pentingnya peran hormon tiroid dalam perkembangan otak saat masa tersebut. Setelah usia 3 tahun , sebagian besar perkembangan otak yang tergantung hormon tiroid sudah lengkap, hipotiroidisme pada saat ini mengakibatkan pertumbuhan lambat dan keterlambatan maserasi tulang, biasanya tidak menetap dan tidak berpengaruh pada perkembangan kognitif dan neurologik, sehingga perlu dilakukan skrinning untuk deteksi dan terapi dini.
Buruknya pengaruh hipotirod pada tumbuh kembang anak membuat penulis merasa perlu untuk mengetahui bagaimana cara mendeteksi kelainan ini secara dini dan bagaiman terapi yang tepat sehingga dapat mencegah ataupun memperbaiki kualitas tumbuh kembang anak selanjutnya.
B.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Dapat melakukan simulasi asuhan keperawatan, penkes, pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah penelitian dengan kasus gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.

2.      Tujuan khusus
a.       Mahasiswa mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.
b.      Mahasiswa mampu melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.
c.       Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah-masalah penelitian yang berhubungan dengan system endokrin dan menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah gangguan system endokrin.
d.      Mahasiswa mampu melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada sekelompok klien dengan gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.
e.       Mahasiswa mampu melaksanakan fungsi advokasi pada kasus dengan  gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia.
f.       Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia sesuai dengan standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif.


C.    Rumusan masalah
Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:
Bagaimanamelakukan simulasi asuhan keperawatan, penkes, pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah penelitian dengan kasus gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis?”

D.    Metode penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah:
BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar belakang, tujuan, rumusan masalah, dan metode penulisan makalah.
BAB 2 Landasan Teori didalamnya mengenai teori tentang anatomi fisiologi system endokrin, konsep penyakit tentang hipoteroidisme, asuhan keperawatan tentang penyakit hipoteroidisme, simulasi pendidikan kesehatan tentang penyakit hiperteroid, hasil penelitian tentang penyakit hipoteroidisme, serta prinsip legal dan etis dengan ganggguan penyakit hipoteroidisme.
BAB 3 Pembahasan Kasus didalamnya mengenai kasus yang dibahas serta jawaban kasus.
BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran mengenai masalah gangguan pada system endokrin.
Dan juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku – buku dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi isi makalah.


BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Anatomi Fisiologi Kelenjar Endokrin
1.      Struktur dari Hormon Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar tiroid terletak tepat di bawah laring. Lobus lateral kanan dan kiri terletak satu pada setiap sisi trakhea. Yang menghubungkan lobus adalah massa jaringan yang disebut isthmus, terletak di depan trakhea. Lobus yang berbentuk piramid, kecil, kadang-kadang melanjut ke atas dari isthmus. Kelenjar tiroid adalah satu-satunya kelenjar endokrin yang menyimpan hasil sekresinya dalam jumlah besar. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh untuk membakar energi, memproduksi  protein dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormon lainnya.
Gambar 1. Kelenjar Tiroid

2.      Struktur Mikroskopis Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid vertebrata tingkat tinggi terdiri dari dua lobus, terletak pada permukaan lateral trakhea tepat di bawah larynx. Masing-masing lobus tersebut dihubungkan oleh isthmus yang melintang pada permukaan ventralnya. Kedua kelenjar tiroid tersebut dikelilingi oleh kapsula yang tersusun dari jaringan fibroelastik yang terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan luar dan lapisan dalam. Lapisan luar yang berhubungan dengan permukaan servikal lebih padat bila dibandingkan dengan lapisan dalam yang secara langsung berada pada permukaan kelenjar.
Masing-masing lobus terdiri dari banyak folikel (foliculli) yang berbentuk oval atau bulat, yang satu sama lain dihubungkan oleh membran basal. Tiap folikel dibasahi oleh sel epitelium kuboid dan pada bagian tengahnya terdapat lumen pusat. Folikel dikelilingi oleh kapiler darah, dan pada kapsula terdapat pembuluh darah yang lebih besar. Selain pembuluh darah juga terdapat serabut saraf yang bercabang-cabang sangat banyak yang merupakan serabut post ganglionaris cervicalis. Serabut saraf ini berfungsi untuk mengatur aliran darah di dalam kelenjar tiroid, bukti lain menunjukkan bahwa saraf simpatis dapat menstimulasi sekresi hormon tiroid.
Rongga-rongga yang tertutup pada folikel secara normal mengandung globulin homogeny, gelatinosa dan berwarna kecokelatan. Sekresi ini yang dinamakan koloid yang merupakan produk yang disimpan dari sekresi epitel. Tiroid merupakan derivate embrional saluran pencernaan yang awalnya muncul sebagai lekukan di daerah median, tak berpasangan menonjol. Ujung distal bagian yang tumbuh ini berangsur-angsur menjadi dual obi. Sementara yang menggantung dan melekat menyempit membentuk ductus thyroglossus. Ujung terminal yang bercabang-cabang primordial tiroid ini menduduki posisi pada permukaan anterior trachea, dan ductus thyroglossusnya secara normal menghilang. Foramen caecum, berupa lekukan dangkal pada akar lidah dekat apeks sulkus terminalis yang menandai titik tempat ductus thyroglossus membuka ke dalam pharing embrional.
Bentuk sel epitelium yang melapisi folikel sangat dipengaruhi oleh aktivitas kelenjar tiroid. Dalam keadaan aktif, sel ini berbentuk memanjang (kolumner), sedang dalam keadaan tidak aktif berbentuk pipih (squamosa). Lumen pusat terdapat di bagian tengah folikel, berisi koloid yang terdiri dari tiroglobulin (TGB). Ukuran diameter lumen dipengaruhi oleh aktivitas kelenjar tiroid. Dalam keadaan aktif, diameter menjadi lebih kecil. Koloid bersifat basa dan sepanjang pinggirnya dipenuhi oleh granula pinositotika sedangkan dalam keadaan tidak aktif ukuran diameter lebih besar.
Aktivitas kelenjar tiroid menunjukkan bahwa dalam keadaan aktif terjadi peningkatan retikulum endoplasma granular dan mitokondria baik dalam hal ukuran maupun densitas. Selain itu, terlihat adanya mikrovili pada bagian tepi sel foliculli. Panjang dan pendeknya mikrovili tergantung pada aktivitas kelenjar tiroid. Diantara mikrovili tersebut terdapat celah sebagai penghubung antar sel folikuler yang berdekatan, yaitu berupa “tightjunction” dan desmosoma.

3.      Struktur Kimia Hormon Tiroid
a.      Struktur Kimia dan Produksi Hormon Tiroid
Hormon tiroid terutama berupa tioksi (Tetraiodotironin atau T4) dan triiodotironin ( T3). Kedua hormon ini mengandung ion iodida yang berikatan dengan cincin fenol dan tironin.
Di dalam plasma sebagian besar hormon tiroid yang berikatan dengan protein. Hormon tiroid tersebut berperanan sebagai cadangan dan bila diperlukan akan dapat dibebaskan untuk memenuhi kebutuhan hormon tiroid bebas dalam sel. Secara kuantitatif kadar hormon T4 di dalam plasma lebih besar dibandingkan T3, akan tetapi T3 mempunyai aktivitas 3 sampai 5 kali lebih besar dari T4.
b.      Sintesis Hormon Tiroid
Peristiwa pembentukan terjadi di dalam kelenjar tiroid, sebagai unit fungsionalnya adalah folikel tiroid. Beberapa tahap yang terjadi pada sintesis hormon tiroid adalah sebagai berikut:
-          Sintesis dan Sekresi Tiroglobulin (TGB)
TGB merupakan bahan dasar hormon tiroid dan sebagian besar terdapat di dalam lumen folikuli. Mekanisme sintesis dan sekresi TGB diawali dengan keluarnya tRNA dan mRNA dari nukleus dengan membawa “pesan-pesan” yang diperlukan untuk sintesis TGB. Selanjutnya mRNA diterjemahkan oleh ribosoma pada retikulum endoplasma granulare. Rantai polipeptida mengalami glikolisasi sampai pada retikulum endoplasma granulare dengan bantuan glikosil transferase. Setelah sampai pada aparatus golgi, TGB dikemas pada vesikula eksositosis. Vesikula berfungsi dengan membran epitelium apical dan mensekresikan TGB ke lumen pusat dalam bentuk koloid. Di dalam koloid, lumen folikuli disimpan bersama dengan enzim proteolitik dan enzim mukoprotein.
-          Transportasi dan Organifikasi Iodium
Iodium yang berasal dari sekresi kelenjar saliva dan mukosa lambung disekresikan ke cairan ekstraseluler, dan kemudian secara aktif memasuki sel epitelium folikuli tiroid, kemudian iodium segera teroksidasi menjadi iodium organik dan reaksi ini tergantung pada peroksidase. Selanjutnya iodium organik akan berikatan dengan residu tirosin pada TGB untuk membentuk molekul monoiodo-tirosin (MIT) dan Diiodotirosin (DIT). Peristiwa ini diduga terjadi secara enzimatis pada bagian awal apical epitelium folikuli yang menghadap ke lumen.
-          Penggabungan Iodotirosin
Di dalam koloid, folikuli MIT dan DIT akan membentuk hormon tiroid dengan cara penggabungan atau reaksi “coupling”.  Penggabungan yang reaksinya berlangsung secara kondensasi antara dua molekul DIT akan membentuk hormon tiroksin, dan penggabungan satu molekul DIT dengan satu molekul MIT akan menghasilkan hormon T3. Pada kedua peristiwa di atas diperlukan kondisi aerob, enzim tiroglobulin dan tiroid peroksidase. Selain itu, MIT dan DIT akan mengalami mobilisasi secara endositosis dan proteolisis yang diperantarai oleh enzim iodotirosin deiodinase.
Setelah terbentuk hormon tiroid, terjadi penyimpangan hormon di dalam koloid sebagai iodotironin yang tergabung pada ikatan peptida yaitu TGB. Iodotironin akan disekresikan oleh sel epitelium dan dengan cara yang sama disekresikan pula ke dalam pembuluh darah balik yang ada di sekitarnya dalam bentuk T3 dan T4. Peristiwa endositosis yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut
ü  Masuknya titik-titik (droplet) koloid
Pseudopodia yang terbentuk pada permukaan luminal sel menjulur ke dalam koloid di dalam lumen folikuli, dan sebagian droplet koloid masuk ke sitoplasma secara endositosis. Tiap droplet diselubungi membran yang dibentuk oleh perbatasan sel apikal. Peristiwa endositosis ini sangat tergantung pada daur ulang yang terjadi selama eksositosis TGB.
ü  Pembentukan Phagolisosoma
Lisosoma di bagian basal akan berpindah menuju ke bagian basal apical bertemu dengan droplet koloid, kemudian berfusi menghasilkan phagolisosoma. Selanjutnya phagolisosoma bergerak menuju ke bagian basal sel dan selama itu makin padat, dan bentuknya makin kecil karena TGB telah dihidrolisis oleh protease lisosoma.
ü  Pembebasan TGB
T3 dan T4 (yang jumlahnya lebih sedikit) dibebaskan dari TGB secara proteolitik, terlepas dari phagolisosome masuk ke dalam pembuluh darah dan diduga secar difusi. Sebagian besar MIT dan DIT yang dibebaskan diiodinasi TGB, akan tetapi sebagian secara difusi memasuki sirkulasi (terjadi kebocoran iodium)

4.      Mekanisme Kerja Hormon Tiroid Dan Faktor Yang Terlibat
a.      Distribusi dan Metabolisme Hormon Tiroid
Tiroksin dan T3 merupakan bentuk hormon tiroid yang disekresikan ke dalam pembuluh darah, selanjutnya akan berikatan dengan protein plasma darah. Jumlah T3 adalh 20% dan T4 adalah 80%. Bentuk pengikat tersebut adalah Thyroxine-Binding-Globulin (TGB), Thyroxine-Binding-Prealbumin (TBPA) dan albumin. Jumlah TBG di dalam plasma darah hanya sedikit, akan tetapi berikatan dengan T4 secara sangat kuat dan jumlah ikatan tersebut di dalam plasma adalah 45-60%. Afinitas dengan T3 hanya sepertiga dari T4 dan jumlahnya dapat mencapai 75% T3. Pengikatan T4 pada TBPA lebih rendah dibandingkan T4 dengan TGB, dan jumlahnya hanya 15-30%. T3 tidak berikatan dengan TBPA, sedangkan albumin berikatan dengan T3 dan T4 secara sangat lemah. Jumlah ikatan T3 dengan albumin 25% dan dengan T4 15%.
Bentuk ikatan hormon yang diuraikan di atas hormon adalah hormon yang tidak aktif secara fisiologik. Hormon tiroid yang aktif secara fisiologik adalah hormon yang bebas (tidak berikatan dengan protein) yang dapat memberikan efek fisiologik terhadap sel, dan berjumlah lebih kurang 0,05% T4 dan 0,5% T3.
Selanjutnya T3 dan T4 bila sampai pada hati, ginjal, otot atau pada jaringan lain akan menimbulkan berbagai reaksi. Gugus hidroksil pada cincin phenolic dapat berikatan dengan asam glukuronat dan sulfat, kemudian derivat keduanya diekskresikan ke dalam empedu. Kedua asam tersebut dapat dihidrolisis oleh enzim glukuronidase atau sulfatase pada saluran pencernaan makanan.
Selanjutnya, Robbins et al., 1981 menyatakan bahwa sebagian besar T3 dan T4 akan mengalami deiodinasi, dan telah diketahui deiodinasi paling besar terjadi di hati dan meliputi pula mikrosoma.
b.      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Sekresi Hormon Tiroid
Terdapat dua faktor yang mempengaruhi produksi dan sekresi hormon tiroid, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.
-          Faktor internal adalah hipotalamus, hipofisis, dan kelenjar tiroid. Sebagian besar aktivitas kelenjar tiroid dipengaruhi oleh lobus anterior adenohipofisis yang mensekresikan Thyroid Stimulating Hormone (TSH). Sekresi TSH dipengaruhi langsung oleh Thyritropin Releasing Hormone (TRH) yang disekresikan oleh hipotalamus dan dapat mencapai hipofisismelalui sistem portae hipotalamus. Selanjutnya TRH yang sampai pada reseptornya di dalam hipofisis akan menyebabkan terjadinya perubahan c-AMP pada permeabilitas membran, dan hal inilah yang selanjutnya menyebabkan TSH disekresikan oleh adenohipofisis. TSH selanjutnya menstimulasi sel epitelium dengan cara membentuk ikatan dengan permukaan reseptor TSH dan keadaan ini menyebabkan kadar c-AMP dalam sel meningkat. Peningkatan c-AMP disebabkan adanya ikatan TSH dengan reseptor pengikatnya yang terdapat pada membran sel yang selanjutnya menstimulasi adenyl cyclase untuk memproduksi c-AMP.
Sebagai akibat adanya pengikatan antara TSH dan reseptor pengikatnya di atas antara lain adalah sebagai berikut.
ü  Menstimulasi pompa iodida, dengan demikian terjadi peningkatan proses “Ion Trapping”,
ü  Efek yang terjadi di dalam inti yaitu peningkatan Apo Thyroglobulin (ATG). Iodinasi ATG nampak pada membran luminal sel epitelium. Enzim yang mengkatalisis iodinasi adalah kelompok tiroid peroksidase yang berhubungan dengan membran luminal,
ü  Menstimulasi oksida iodida menjadi iodium sehingga meningkatkan proses organifikasi,
ü  Menstimulasi metabolisme glukosa melalui jalur pentosa yang menyebabkan produksi NADPH meningkat. NADPH selanjutnya berperan sebagai faktor dalam produksi H2O2 dan juga pada proses deiodinasi,
ü  Menstimulasi endositosis, atau pencaplokan Thyroglobulin untuk disimpan.
Kadar hormon di dalam darah akan mengatur sekresi TSH dan TRH. Apabila T3 dan T4 pada jaringan jumlahnya sudah mencukupi sekresi TSH dan TRH akan dihambat, sedang bila T3 dan T4 berkurang sekresi TSH dan TRH meningkat.
-          Faktor eksternal yang mempengaruhi aktivitas kelenjar tiroid antara lain adalah suhu, lokasi, fotoperiodisitas dan kebisingan.
Sistem pendengaran sebagai organ yang menerima suara (kebisingan) memiliki hubungan langsung dengan sistem saraf simpatis pada hipotalamus, dan melalui hubungan yang demikian suara dapat ditanggapi oleh suatu organisme. Bila terjadi pemberian suara secara terus-menerus dapat mengakibatkan terjadi gangguan secara fisiologis, disamping juga adanya gangguan secara langsung pada sistem alat pendengar. Gangguan fisiologik tersebut dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung antara sistem alat pendengaran dan sistem saraf-otot-kelenjar. Dalam hal demikian dengan sendirinya saraf otonom akan tanggap sebagai jawaban terhadap adanya sesuatu (suara) disekitarnya. Respon tersebut dapat berupa adanya gangguan fungsi fisiologik pada organ tertentu, misalnya kelenjar tiroid.

5.      Efek Fisiologi Hormon Tiroid
Menurut Robbins et al., (1981) semua sel di dalam tubuh merupakan sasaran hormon tiroid kecuali gonad, otak, nodus limfaticus, paru-paru dan dermis. Setelah sampai pada sasaran, hormon tiroid akan menimbulkan berbagai pengaruh perubahan fisiologik di dalam sel, yaitu:
a.       Peningkatan Produksi dan Konsumsi Oksigen
Keadaan ini merupakan ciri sebagian besar jaringan yang menanggapi hormon tiroid. Adanya hormon tiroid menginduksi peningkatan aktivitas Na-ATP ase. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya sejumlah enzim molekul tertentu pada membran. Dalam keadaan tersebut, pada tingkat sel terjadi peningkatan konsumsi oksigen dan terjadi pula produksi panas, walaupun korelasi antara produksi panas dan pengaruh kadar hormon tiroksin masih dipermasalahkan.
b.      Pengaruh terhadap Kegiatan Metabolisme
T3 dan T4 berpengaruh terhadap metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Adanya hormon tiroksin mempercepat penyerapan glukosa dan galaktosa pada usus, akibatnya akan terjadi peningkatan glikogenolisis. Keadaan ini menyebabkan simpanan glikogen di dalam hati, jantung, dan otot menjadi berkurang.
Pengaruh hormon tiroid terhadap metabolisme protein pada organisme diduga menyebabkan meningkatnya sintesis protein dan RNA ribosom, terutama terjadi pada organisme yang sedang tumbuh, dan pada organisme dewasa pengaruhnya tergantung pada status metabolik hewan tersebut. Sebagai contoh pada hewan yang kelenjar tiroidnya diambil, dosis yang cukup meningkatkan sintesis protein dan menyebabkan turunnya ekskresi nitrogen. Dosis yang tinggi menghambat sintesis protein, sedang konsentrasi asam amino bebas dalam plasma, hati, dan otot meningkat.
Pada metabolisme lemah, hormon tiroid menstimulasi sintesis kolesterol dan menstimulasi mekanisme hepatik yang melepaskan kolesterol dan sirkulasi dan hal ini menyebabkan penurunan kadar kolesterol dalam plasma. Keadaan demikian terjadi sebagai akibat dari lebih cepatnya pelepasan kolesterol dibandingkan dengan proses pembentukannya.
c.       Pengaruh terhadap sistem kardiovaskuler dan kontraktilitas
Tiroksin menstimulasi miokardium untuk meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi. Hal ini diduga disebabkan hormon tiroid dapat meningkatkan jumlah ataupun sensitivitas katekolamine yang berperan dalam meningkatkan alat pacu jantung.
d.      Pengaruh terhadap Metabolisme Mineral
Kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan banyak kalsium yang keluar bersama urine dan hal ini akan menyebabkan demineralisasi pada tulang. Hormon tiroid juga menstimulasi hilangnya senyawa fosfat yang berasal dari demineralisasi tulang dan katabolisme protein.


6.      Macam Zat Anti Tiroid dan Mekanismenya terhadap Produksi Hormon Tiroid
Terdapat tiga zat anti tiroid yaitu tiosianat, propiltiourasil, dan yodium anorganik dalam konsentrasi tinggi.
a.       Tiosianat
Tiosianat dapat menyebabkan menurunnya pompa yodium yang mengakibatkan menurunnya yodium intrasel. Apabila yodium intrasel ini berkurang kadarnya, akan menyebabkan produk hormon tiroid juga terhambat. Hal ini ditandai dengan kelenjar tiroid yang membesar atau disebut Goiter. Mekanismenya rendahnya hormon tiroksin menyebabkan umpan balik ke hipofisis menurun sehingga sekresi TSH meningkat akibatnya sel tiroid mensekresikan tiroglobulin ke dalam folikel (tanpa ada hormon tiroid yang bermakna).
b.      Propiltiourasil (Methimazole/ Karbimazole)
Zat ini menghambat pembentukanhormon tiroid dari yodium dan tirosin. Sebagai akibatnya, yodinasi tirosin dan reaksi utama (kopling) terbentuk tirosin teriodinasi. Propiltiourasil tidak menghambat TGB akan tetapi bila TGB tanpa ada hormon tiroid akan menyebabkan Goiter.
c.       Yodium anorganik
Pada konsentrasi yang sangat tinggi (sekitar 100 kali) aktivitas kelenjar ditekan pada beberapa minggu saja. Akibat dari kondisi ini, efek TSH akan terhambat.

7.      Fungsi Hormon Tiroid Di Dalam Jaringan
a.      Fungsi Hormon Tiroid di Dalam Meningkatkan Metabolisme di Dalam Jaringan
Hormon tiroid meningkatkan aktivitas metabolisme di dalam hampir semua jaringan tubuh. Basal Metabolisme Rate (BMR) dapat meningkat sebanyak 60-100%. Bila sejumlah besar hormon tiroid dihasilkan, maka akan meningkatkan bahan makanan untuk energi, sintesis protein, pertumbuhan, dan aktivitas kelenjar endokrin.
b.      Pengaruh Hormon Tiroid terhadap Pertumbuhan
Hormon tiroid mempunyai pengaruh khusus dan pengaruh umum terhadap pertumbuhan. Pada manusia, pengaruh hormon tiroid terhadap pertumbuhan terutama pada anak-anak. Bila seorang anak kehilangan hormon tiroid (hipotiroid), maka pertumbuhannya akan terhambat. Tetapi bila terlalu banyak hormon tiroid (hipertiroid), maka pertumbuhan tulang akan semakin cepat, sehingga menyebabkan anak tumbuh lebih tinggi dari biasanya.
Pertumbuhan hormon tiroid di dalam meningkatkan pertumbuhan agaknya didasarkan atas kecakapan khusus di dalam meningkatkan sintesis protein. Sebaliknya kelebihan hormon tiroid dapat menyebabkan katabolisme lebih cepat daripada sintesis protein, sehingga asam amino dilepaskan ke dalam cairan ekstraseluler.
c.       Pengaruh hormon tiroid terhadap mekanisme tubuh
-          Pengaruhnya terhadap metabolisme karbohidrat yaitu meningkatkan absorbsi glukosa oleh usus, menyebabkan penurunan glikogen di dalam hati, dan meningkatkan glikolisis.
-          Pengaruhnya terhadap metabolisme darah dan lemak hati yaitu bila hormon tiroid meningkat maka akan menurunkan jumlah kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida (triglyceride) di dalam darah, walaupun menaikkan asam lemak bebas. Selain itu, sekresi hormon tiroid yang menurun akan meningkatkan konsentrasi kolesterol, fosfolipid, dan trigliserida.
d.      Pengaruh hormon tiroid meningkatkan metabolisme vitamin
Karena hormon tiroid meningkatkan sejumlah besar enzim yang berbeda dan karena vitamin adalah bagian pokok dari enzim dan koenzim maka hormon tiroidmenyebabkan kebutuhan terhadap vitamin. Oleh karena itu kekurangan vitamin dapat terjadi apabila kelebihan sekresi hormon tiroid, jika tidak maka pada waktu yang sama jumlah vitamin akan bertambah banyak.


e.       Pengaruh hormon tiroid terhadap tingkat metabolisme basa
Karena hormon tiroid meningkatkan metabolisme di seluruh sel tubuh (kecuali otak, retina, limpa, testes, dan paru-paru) kelebihan sejumlah hormon kadang-kadang dapat meningkatkan BMR sebanyak 60-100% di atas normal. Sebaliknya, jika hormon tiroid tidak dihasilkan, maka BMR akan turun hampir separuh di bawah normal, BMR menjadi -30 sampai -45.
f.       Pengaruh hormon tiroid terhadap berat badan
Menigkatnya produksi hormon tiroid hampir selalu menurunkan berat badan, menurunnya produksi hormon tiroid, akan menaikkan berat badan. Tetapi pengaruh ini tidak selalu terjadi, sebab hormon tiroid meninkatkan selera dan ini memungkinkan ketidakseimbangan perubahan di dalam BMR.
g.      Pengaruh hormon tiroid terhadap fungsi otot
Bila kenaikan hormon tiroid hanya sedikit biasanya otot-otot menunjukkan kegiatan, tetapi bila terlalu banyak akan kelebihan, otot-otot akan menjadi lemah karena kelebihan katabolisme protein. Sebaliknya bila kekurangan hormon tiroid menyebabkan otot-otot akan menjadi lemah dan refleksnya sangat lambat setelah berkontraksi.
h.      Pengaruh hormon tiroid terhadap pernafasan
Dengan meningkatnya metabolisme maka meningkat pula penggunaan oksigen dan pembentukan karbondioksida. Pengaruh ini mengaktifkan kecepatan dan kedalaman pernafasan.
i.        Pengaruh hormon tiroid terhadap sistem peredaran darah
Dengan meningkatnya metabolisme di dalam jaringan-jaringan menyebabkan penggunaan oksigen lebih cepat daripada normal, menyebabkan jumlah hasil metabolisme yang dibebaskan dari jaringan lebih besar dari normal.


B.     Konsep Penyakit Hiportiroidisme
1.      Definisi
Hipotiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid kurang aktif dan menghasilkan terlalu sedikit hormon tiroid.
Hipotiroidisme terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid dalam darah.
Hipotiroid yang sangat berat disebut “miksedema”.

2.      Etiologi
a.       Terdapat pelbagai faktor yang menyebabkan hipotiroidisme yang kronik. Pada kebanyakan negara yang sedang berkembang, “kekurangan iodin” adalah faktor penyebab hipotiroisime tersering di seluruh dunia.
b.      Sedangkan peyebab lainnya adalah penyakit “Hashimoto tiroiditis” atau ketiadaan kelenjar tiroid atau defisiensi hormon yang dihasilkan oleh hipotalamus (pituitari).
c.       Hipotiroidisme juga dapat disebabkan melalui keturunan, kadang-kadang autosomal resesif.
d.      Hipotiroidisme sementara dapat disebabkan oleh efek Wolff-Chaikoff.

3.      Klasifikasi
Lebih dari 95% penderita hipotiroidisme mengalami hipotiroidisme primer atau tiroidal yang mengacu kepada disfungsi kelenjar tiroid itu sendiri. Apabila disfungsi tiroid disebabkan oleh kegagalan kelenjar hipofisis, hipotalamus atau keduanya disebut hipotiroidisme sentral (hipotiroidisme sekunder) atau pituitaria. Jika sepenuhnya disebabkan oleh hipofisis disebut hipotiroidisme tersier.
Jenis
Organ
Keterangan
Hipotiroidisme primer
kelenjar tiroid
Paling sering terjadi. Meliputi penyakit
Hashimoto tiroiditis (sejenis penyakit autoimmune) dan terapi radioiodine(RAI) untuk merawat penyakit hipertiroidisme.
Hipotiroidisme primer
kelenjar hipofisis (pituitari)
Terjadi jika kelenjar hipofisis tidak menghasilkan cukup  hormon perangsang tiroid (TSH) untuk merangsang kelenjar tiroid untuk menghasilkan jumlah tiroksin yang cukup. Biasanya terjadi apabila terdapat tumor di kelenjar hipofisis, radiasi atau pembedahan yang menyebabkan kelenjar tiroid tidak lagi dapat menghasilkan hormon yang cukup.
Hipotiroidisme tertier
Hipotalamus
Terjadi ketika hipotalamus gagal menghasilkan TRH yang cukup. Biasanya disebut juga disebut hypothalamic-pituitary-axis hypothyroidism.

4.      Manifestasi Klinis
a.       Nafsu makan berkurang
b.      Sembelit
c.       Pertumbuhan tulang dan gigi yang lambat
d.      Suara serak
e.       Berbicara lambat
f.       Kelopak mata turun
g.      Wajah bengkak
h.      Rambut tipis, kering, dan kasar
i.        Kulit kering, kasar, bersisik, dan menebal
j.        Denyut nadi lambat
k.      Gerakan tubuh lamban
l.        Lemah
m.    Pusing
n.      Capek
o.      Pucat
p.      Sakit pada sendi atau otot
q.      Tidak tahan terhadap dingin
r.        Depresi
s.       Penurunan fungsi indera pengecapan dan penciuma
t.        Alis mata rontok
u.      Keringat berkurang
Gambaran Klinis
-          Kelambanan, perlambatan daya pikir, dan gerakan yang canggung lambat
-          Penurunan frekuensi denyut jantung, pembesaran jantung (jantung miksedema), dan penurunan curah jantung
-          Pembengkakkan dan edema kulit, terutama di bawah mata dan di pergelangan kaki
-          Penurunan kecepatan metabolisme, penurunan kebutuhan kalori, penurunan nafsu makan dan penyerapan zat gizi dari saluran cema
-          Konstipasi
-          Perubahan-perubahan dalam fungsi reproduksi
-          Kulit kering dan bersisik serta rambut kepala dan tubuh yang tipis dan rapuh

5.      Patofisiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksitosis dengan RAI. Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita dibandingkan pria. Hipotiroidisme congenital dijumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.
Jika produksi hormone tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebgai respons terhadap rangsangan hormone TSH. Enurunan sekresi hormone kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolism basal yang akan mempengaruhi semua system tubuh. Proses metabolic dipengaruhi antara lain:
a.        Penurunan produksi asam lambung
b.      Penurunan raotilitas usus.
c.       Penurunan detak jantung
d.      Gangguan funsi neurologic
e.       Penurunan produksi panas
Penurunan hormone tiroid juga akan mengganggu metabolism lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosclerosis. Akumulasi proteoglicans hidrophilik dirongga intertisial seperti rongga pleura, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebgai dampak dari menurunnya hormone tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.

6.      Pemeriksaan Diagnostik
a.       Untuk mendiagnosis hipotiroidisme primer, kebanyakan doktor hanya mengukur jumlah TSH (Thyroid-stimulating hormone) yang dihasilkan oleh kel. hipofisis.
b.      Level TSH yang tinggi menunjukkan kelenjar tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yg adekuat (terutama tiroksin(T4) dan sedikit triiodotironin(fT3)).
c.       Tetapi untuk mendiagnosis hipotiroidisme sekunder dan tertier tidak dapat dgn hanya mengukur level TSH.
d.      Oleh itu, uji darah yang perlu dilakukan (jika TSH normal dan hipotiroidisme masih disuspek), sbb:
ü      free triiodothyronine (fT3)
ü      free levothyroxine (fT4)
ü      total T3
ü      total T4
ü      24 hour urine free T3

7.      Penatalaksanaan Medis dan Komplikasi
Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai oleh eksaserbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan penurunan kesadaran hingga koma. Kematian dapat terjadi apabila tidak diberikan HT dan stabilisasi semua gejala. Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedem), hormon tiroid bisa diberikan secara intravena.
Hipotiroidisme diobati dengan menggantikan kekurangan hormon tiroid, yaitu dengan memberikan sediaan per-oral (lewat mulut). Yang banyak disukai adalah hormon tiroid buatan T4. Bentuk yanglain adalah tiroid yang dikeringkan (diperoleh dari kelenjar tiroid hewan).
Pengobatan pada penderita usia lanjut dimulai dengan hormon tiroid dosis rendah, karena dosis yang terlalu tinggi bisa menyebabkan efek samping yang serius. Dosisnya diturunkan secara bertahap sampai kadar TSH kembali normal. Obat ini biasanya terus diminum sepanjang hidup penderita.
Pengobatan selalu mencakup pemberian tiroksin sintetik sebagai pengganti hormon tiroid. Apabila penyebab hipotiroidism berkaitan dengan tumor susunan saraf pusat, maka dapat diberikan kemoterapi, radiasi, atau pembedahan.


8.      Pathway Masalah Keperawatan
Gangguan organic kelenjar tiroid
Perubahan pola kognitif
Gg. matebolisme
Produksi hormone tiroid ↓
Sekresi TSH ↑
Gangguan fungsi hypothalamus/hipofisis
Suplai O2 ke otak <
↓ Fungsi gastrointestinal
↓ fungsi pernapasan
Aktivitas intoleran
Kelelahan ↓
Produksi ATP dan ADP ↓
Penurunan suhu tubuh
Produksi kalor ↓
Suplai O2 ke jaringan <
Kelainan fungsi pernapasan
konstipasi
↑ Absorbsi cairan
Peristeltik usus ↓
Pola nafas tidak efektif
Depresi ventilasi
Perubahan proses berfikir
 

 

C.    Konsep Asuhan Keperawatan Pada Penyakit Hipotiroidisme
1.      Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi antara lain:
-          Riwayat kesehatan klien dan keluarga. Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit yang sama.
-          Kebiasaan hidup sehari-hari seperti:
ü      Pola makan
ü      Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
ü      Pola aktivitas.
-          Tempat tinggal klien sekarang dan pada waktu balita.
-          Keluhan utama klien, mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh:
ü      Sistem pulmonary
ü      Sistem pencernaan
ü      Sistem kardiovaslkuler
ü      Sistem musculoskeletal
ü      Sistem neurologik dan Emosi/psikologis
ü      Sistem reproduksi
ü      Metabolik
-          Pemeriksaart fisik mencakup
ü  Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik, dingin dan pucat.
ü      Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
ü      Perbesaran jantung
ü      Disritmia dan hipotensie.
ü      Parastesia dan reflek tendon menurun
-          Pengkajian psikososial klien sangat sulit membina hubungan sasial dengan lingkungannya, mengurung diri/bahkan mania. Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
-          Pemeriksaan penunjang mencakup; pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum; pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).

2.      Diagnosa
a.       Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
b.      Perubahan suhu tubuh
c.       Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
d.      Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup
e.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
f.       Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
g.      Miksedema dan koma miksedema.

3.      Intervensi dan Rasional
a.      Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan penurunan proses kognitif.
Tujuan : Meningkatkan partisipasi dalam aktivitas dan kemandirian
Intervensi:
-          Atur interval waktu antar aktivitas untuk meningkatkan istirahat dan latihan yang dapat ditolerir.
Rasional : Mendorong aktivitas sambil memberikan kesempatan untuk mendapatkan istirahat yang adekuat.
-          Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan lelah.
Rasional : Memberi kesempatan pada pasien untuk berpartisipasi dalam aktivitas perawatan mandiri.
-          Berikan stimulasi melalui percakapan dan aktifitas yang tidak menimbulkan stress.
Rasional : Meningkatkan perhatian tanpa terlalu menimbulkan stress pada pasien.
-          Pantau respons pasien terhadap peningkatan aktititas.
Rasional : Menjaga pasien agar tidak melakukan aktivitas yang berlebihan atau kurang.
b.      Perubahan suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
Intervensi:
-          Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas
-          Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat).
Rasional : Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler
-          Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.
Rasional : Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema.
-          Lindungi terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angina.
Rasional : Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.
c.       Konstipasi berhubungan dengan penurunan gastrointestinal
Tujuan : Pemulihan fungsi usus yang normal
Intervensi:
-          Dorong peningkatan asupan cairan
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas.
-          Berikan makanan yang kaya akan serat
Rasional : Meningkatkan massa feses dan frekuensi buang air besar
-          Ajarkan kepada klien, tentang jenis -jenis makanan yang banyak mengandung air.
Rasional : Untuk peningkatan asupan cairan kepada pasien agar . feses tidak keras
-          Pantau fungsi usus
Rasional : Memungkinkan deteksi konstipasi dan pemulihan kepada pola defekasi yang normal.
-          Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan.
Rasional : Meningkatkan evakuasi feses
-          Kolaborasi : untuk pemberian obat pecahar dan enema bila diperlukan.
Rasional : Untuk mengencerkan feces.
d.      Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup.
Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
Intervensi:
-          Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional : Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien.
-          Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien.
Rasional : Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid.
-          Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional : Memastikan bahwa obat yang; digunakan seperti yang diresepkan.
-          Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
Rasional : Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
-          Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
Rasional : Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati.
e.       Pola napas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
Tujuan : Perbaikan status respiratorius dan pemeliharaan pola napas yang normal.
Intervensi:
-          Pantau frekuensi; kedalaman, pola pernapasan; oksimetri denyut nadi dan gas darah arterial.
Rasional : Mengidentifikasi hasil pemeriksaan dasar untuk memantau perubahan selanjutnya dan mengevaluasi efektifitas intervensi.
-          Dorong pasien untuk napas dalam dan batuk.
Rasional : Mencegah aktifitas dan meningkatkan pernapasan yang adekuat.
-          Berikan obat (hipnotik dan sedatip) dengan hati-hati.
Rasional : Pasien hipotiroidisme sangat rentan terhadap gangguan pernapasan akibat gangguan obat golongan hipnotik-sedatif.
-          Pelihara saluran napas pasien dengan melakukan pengisapan dan dukungan ventilasi jika diperlukan.
Rasional : Penggunaan saluran napas artifisial dan dukungan ventilasi mungkin diperlukan jika terjadi depresi pernapasan.
f.       Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan : Perbaikan proses berpikir.
Intervensi:
-          Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
-          Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas
Rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
-          Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit .
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat.
g.      Miksedema dan koma miksedema
Tujuan: Tidak ada komplikasi.
Intervensi:
-          Pantau pasien akan; adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala hipertiroidisme.
Ø  Penurunan tingkat kesadaran ; demensia
Ø  Penurunan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi, pernapasan, suhu tubuh, denyut nadi)
Ø  Peningkatan kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan pasien.
Rasional : Hipotiroidisme berat jika tidak: ditangani akan menyebabkan miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh sistem tubuh
-          Dukung dengan ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan
Rasional: Dukungan ventilasi diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran napas.
-          Berikan obat (misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan sangat hati-hati.
Rasional : Metabolisme yang lambat dan aterosklerosis pada miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat pemberian tiroksin.
-          Balik dan ubah posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu.
Rasional : Meminimalkan resiko yang berkaitan dengan imobilitas.
-          Hindari penggunaan obat-obat golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.
Rasional : Perubahan pada metabolisme obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika diberikan pada keadaan miksedema.yang, tidak bersifat mengancam.

D.    Simulasi Pendidikan Tentang Penyakit Hipotiroidisme
Menurut Junaidi (2009) ada tiga jenis pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita hipotiroidisme :
a.       Primer
Tujuannya untuk menghindari diri dari faktor resiko.
-          Berikan edukasi
-          Iodisasi air minum untuk wilayah dengan resiko tinggi
-          Berikan kapsul minyak beriodium pada penduduk di daerah endemik berat dan sedang
b.      Sekunder
-          Deteksi dini penyakit
-          Upayakan orang yang sakit agar sembuh
-          Hambat progresivitas penyakit
c.       Tersier
Tujuannya untuk mengembalikan fungsi mental, fisik, dan sosial penderita setelah proses penyakitnya dihentikan.
-          Kontrol berkala untuk memastikan dan mendeteksi adanya kekambuhan/penyebaran
-          Lakukan rehabilitasi dengan membuat penderita lebih percaya diri, fisik sehat bugar dan keluarga serta masyarakat daopet menerima kehadirannya melalui fisioterapi
-          Menekan munculnya komplikasi dan kecacatan
d.      Pendidikan Kesehatan
-          Penyuluhan kesehatan secara profesional dengan memberikan materi penyuluhan seperti : apakah itu Hiportiroid dan bagaimana penatalaksanaannya.
-          Informasikan kepada keluarga klien tentang emosi klien dan anjurkan kepada keluarga untuk menjaga emosi klien.
-          Pemberian pengetahuan kepada klien dan keluarga tentang dosi-dosis obat yang diberikan.
-          Informasikan kepada klien dan keluarga untuk melakukan aktivitas yang ringan dan tidak melakukan aktivitas yang berat-berat.

E.     Hasil Penelitian Tentang Penyakit Hipotiroidisme
GAMBARAN MASALAH EMOSI DAN PERILAKU ANAK PENDERITA HIPOTIROID KONGENITAL
Authors: Elvi Andriani Yusuf Advisors: Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis Issue Date: 2008
Abstract: Hipotiroid kongenital didefinisikan sebagai kurangnya hormon timid yang mempengaruhi anak sejak lahir (kongenital) disebabkan kegagalan perkembangan kelenjar tiroid atau ektopik sehingga berpengaruh bagi metabolisme, pertumbuhan dan perkembangan otak yang normal. Hipotiroid kongenital mempengaruhi perkembangan fisik, intelektual, dan juga emosi serta perilaku anak. Penelitian mengenai permasalahan fisik dan medis anak hipotiroid kongenital sudah banyakdilakukan namun penelitian pada aspek psikologi khususnya emosi dan perilakunya masih minim. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai masalah emosi dan perilaku anak penderita hipotiroid kongenital yang dilakukan melalui metode observasi, wawancara, tes CBCL 4/18 dan AAMD- Adaptive Behavior Scale Bagian II. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Subjek penelitian diambil dari 3 pasien anak dengan diagnosa hipotiroid kongenital di bagianEndokrin RSCM,Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat masalah perilaku sosial, masalah atensi, perilaku agresif, dan reaksi buruk terhadap frustrasi anak penderita hipotiroid kongenital. Selanjutnya pada masing-masing anak terdapat variasi masalah emosi dan perilaku lainnya. 1 subjek mengalami masalah perilaku menarik diri, keluhan somatis, mudah terganggu, masalah perilaku sosial, masalah atensi, perilaku soliter dan perilaku tidak menyenangkan. Subjek lainnya mengalami masalah perilaku sosial, masalah atensi, perilaku tidak menyenangkan dan seorang subjek lagi mengalami keluhan somatis, masalah perilaku sosial dan masalah atensi. Hasil penelitian ini juga menemukan adanya perubahan perilaku sebelum dan sesudah pengobatan hipotiroid, yang awalnya pasif menjadi aktif dan lebih agresif. Keywords: psikologi anak
masalah emosi perilaku anak penderita hipotiroid
Collections:MT - Psychology

F.     Prinsip Legal Dan Etis Pada Kasus Hipotiroidisme
1.      Otonomi
Memberikan hak kebebasan kepada pasien dengan tidak memaksakan kehendak yang masih pasien ingin lakukan secara mandiri seperti mandi, makan, minum, dan yang lainnya
2.      Beneficience
Berbuat baik misalnya dengan kita mau memberikan intervensi-intervensi yang seharusnya diberikan.
3.      Justice
Yaitu adil dengan tidak memilah milih pasien.
4.      Non maleficience
Tidak merugikan orang lain yaitu pasien dengan tetap kita harus hati-hati dalam memberikan intervensi untuk menghindari adanya kerugian pada pasien.
5.      Veracity
Jujur dalam memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang dideritanya.
6.      Fidelity
Menepati janji itu sangat penting yang tidak boleh dilanggar oleh perawat. Perawat harus menepati janji kepada pasien apabila ada janji antara pasien dan perawat dalam menjalani perawatan selama di RS.


7.      Confidentiality
Perawat harus bisa merahasiakan sesuatu tentang pasien apabila pasien memintanya.
8.      Acoountability
Perawat harus bekerja secara professional untuk meningkatkan kualitas kesehatan pasien.
9.      Loyalitas
Setia dalam memberikan pelayanan yang dapat memuaskan pasien untuk menghindari adanya konflik. Dengan setia kepada pasien, pasien akan merasa diperhatikan dan itu dapat meningkatkan derazat kesehatan pasien.
10.  Advokasi
Perawat memberikan saran kepada keluarga pasien agar pasien dirawat inap. Apabila suami pasien kerepotan dalam biaya Rumah Sakit dan tidak menyanggupi  untuk membayar perawatan istrinya kita bisa anjurkan untuk mengikuti program-program pemerintah seperti JAMKESMAS, JAMPERSAL, dan JAMSOSTEK. Apabila suami pasien mau mengikuti saran kita sebagai perawata maka kita berikan edukasi tentang prores bagaimana caranya mendapatkan kartu tersebut. 


BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A.    Scenario kasus 3
Seorang wanita berumur 36 tahun dating ke sebuah poliklinik rumah sakit dengan keluhan sembelit, kejang-kejang otot, mudah lelah, konsentrasi menurun, dan bengkak-bengkak pada sekeliling mata yang sudah dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Suami klien mengatakan klien mempunyai riwayat penyakit lymphatic thyroiditis 1 tahun yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan nadi : 40x/menit, tekanan darah : 80/70 mmHg, suhu : 36o c,frekuensi nafas : 10x/menit, rambut yang kering dan kasar, kulit kering, cyanosis, akral dingin, kesadaran samnolen, GCS : 12, dan denyut jantung melambat.
Saat dibawa ke Rumah Sakit, hasil pemeriksaan darah : TSH ( thyroid stimulating hormone) yang meningkat , GDS ( gula darah sewaktu) : 140 mg/dl, NA : 120 mEq, CRT > 2. Dokter menyarankan agar langsung saja menjalani perawatan rawat inap di Rumah sakit,  tapi klien tidak bersedia karena harus mengurus warung dan 2 orang anaknya yang masih kecil-kecil dirumah. Dokter memeberikan dopamine dan obat tiroid kepada pasien. Suami klien terlihat bingung harus berbuat bagaimana terhadap situasi dan kondisi istrinya. 
Pertanyaan untuk analisa kasus
1.      Setelah membaca kasus diatas, diskusikan system organ apa yang terkait masalah diatas ? serta mekanisme fisiologis system organ itu bekerja!
2.      Coba buat clinical pathway dari kasus diatas!
3.      Coba identifikasi dan prioritaskan diagnosa keperawatan pada pasien dalam kasus diatas!
4.      Bagaimana NCP dari masing-masing diagnose keperawatan?
5.      Bagaimana nursing advokasi yang seharusnya dilakukan perawat pada kasus diatas baik jika dilihat dari kedudukan klien ataupun suami klien ?


B.     Jawaban kasus
1.      System organ yang terkait dengan masalah diatas adalah system endokrin dan organ yang terganggunya adalah organ kelenjar tiroid.
Kelenjar tiroid terdiri atas banyak sekali folikel-folikel yang tertutup (diameternya antara 100 sampai 300 mikrometer) yang dipenuhi dengan bahan sekretorik yang disebut koloid dan dibatasi oleh sel-sel epitel kuboid yang mengeluarkan hormonnya ke bagian folikel itu. Unsur utama dari koloid adalah glikoprotein triglobulin besar, yang mengandung hormone tiroid di dalam molekul-molekulnya. Begitu hormone yang disekresikan sudah masuk ke dalam folikel, hormone itu harus diabsorbsi kembali melalui eiptel folikel ke dalam darah sebelum dapat berfungsi dalam tubuh. Setiap menitnya jumlah aliran darah di dalam kelenjar tiroid kira-kira lima kali lebih besar daripada berat kelenjar tiroid itu sendiri, yang merupakan suplai darah yang sama besarnya dengan bagian lain dalam tubuh, dengan pengecualian korteks adrenal.
Fungsi hormon tiroid:
a.       Meningkatkan transkripsi sejumlah besar gen melalui aktivasi reseptor inti sel.
b.      Meningkatkan aktivitas metabolisme selular melalui peningkatan jumlah dan aktivitas sel mitokondria dan peningkatan transport aktif ion-ion melalui membrane sel (Na+-K+-ATPase).
c.       Berpengaruh pada pertumbuhan dan perkembangan.
d.      Efek-efek spesifik: Meningkatkan metabolisme karbohidrat dan pengangkutan lemak; menurunkan konsentrasi kolestrol, fosfolipid, dan trigliserida dalam darah namun meningkatkan asam lemak bebas; meningkatkan kebutuhan vitamin karena meningkatkan jumlah berbagai enzim tubuh; meningkatkan laju metabolism basal hingga 60-100% di atas nilai normal; menurunkan berat badan.
e.       Kardiovaskuler: Meningkatkan aliran darah dan curah jantung, frekuensi denyut jantung, kekuatan denyut jantung akibat timbulnya katabolisme, menormalkan tekanan arteri.
f.       Meningkatkan pernapasan.
g.      Merangsang sistem saraf pusat
h.      Menimbulkan reaksi otot dan tremor otot.
i.        Membuat sulit tidur tapi menyebabkan kelelahan.
j.        Meningkatkan kecepatan sekresi sebagian besar kelenjar endokrin lain.
k.      Menstabilkan / menormalkan fungsi seksual.

2.      Coba buat clinical pathway dari kasus diatas!
Gangguan organic kelenjar tiroid
Perubahan pola kognitif
Gg. matebolisme
Produksi hormone tiroid ↓
Sekresi TSH ↑
Gangguan fungsi hypothalamus/hipofisis
Suplai O2 ke otak <
↓ Fungsi gastrointestinal
↓ fungsi pernapasan
Aktivitas intoleran
Kelelahan ↓
Produksi ATP dan ADP ↓
Penurunan suhu tubuh
Produksi kalor ↓
Suplai O2 ke jaringan <
Kelainan fungsi pernapasan
konstipasi
↑ Absorbsi cairan
Peristeltik usus ↓
Pola nafas tidak efektif
Depresi ventilasi
Perubahan proses berfikir
 

 

3.      Coba identifikasi dan prioritaskan diagnosa keperawatan pada pasien dalam kasus diatas!
a.       Pola nafas tidak efektif b.d depresi ventilasi yang di tandai dengan:
DS: -
DO:
RR=10x/m
Cianosis
b.      Gg. Rasa nyaman nyeri b.d proses inflamasi ditandai dengan:
DS:
Suami klien mengatakan adanya bengkak-bengkak di sekeliling mata dan kejang-kejang otot pada pasien
DO: -
c.       Gg. Eliminasi b.d ↓fungsi gastrointestinal ditandai dengan:
DS :
Suami klien mengatakan pasien mengalami sembelit.
DO: -
d.      Intoleransi aktivitas b.d kelelahan ditandai dengan:
DS:
Suami klien mengatakan pasien mengalami mudah lelah
DO: -
e.       Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan ditandai dengan:
DS:
Suami klien mengatakan pasien mengalami penurunan konsentrasi
DO:
Keasadaran somnolen, GCS : 12
f.       Gg. Penurunan suhu tubuh b.d ↓metabolisme ditandai dengan:
DS: -
DO:
Akral dingin, S=360C
g.      Cemas b.d < informasi mengenai proses pengobatan, penyakit dan penatalaksanaan ditandai dengan:
DS:
Suami klien mengatakan bingung harus berbuat apaterhadap situasi dan kondisi istrinya.
DO:-
h.      Resiko tinggi gangguan integritas kulit b.d ↓fungsi metabolism ditandai dengan:
DS: -
DO:
Kulit kering
i.        Resiko miksedema b.d riwayat penyakit ditandai dengan:
DS :
Suami klien mengatakan pasien mempunyai riwayat penyakit Lymphotic Thyrioditis
4.      Bagaimana NCP dari masing-masing diagnose keperawatan?
a.       Pola nafas tidak efektif b.d depresi ventilasi
Tujuan                     : Menunjukkan pola nafas yang efektif
Kriteria Hasil           : Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
RR= 16-20x/ menit
Kedalaman inspirasi dan kedalaman bernafas
Tidak ada penggunaan otot bantu nafas
No
Intervensi
Rasional
Pantau frekwensi pernafasan, kedalaman, dan kerja pernafasan
Untuk mengetahui adanya gangguan pernafasan pada pasien
Waspadakan klien agar leher tidak tertekuk/posisikan semi ekstensi atau eksensi pada saat beristirahat
Menghindari penekanan pada jalan nafas untuk meminimalkan penyempitan jalan nafas
Ajari klien latihan nafas dalam
Untuk menstabilkan pola nafas
Persiapkan operasi bila diperlukan.
Operasi diperlukan untuk memperbaiki kondisi pasien
b.      Intoleransi aktivitas b.d penurunan ATP akibat penurunan metabolisme tubuh
Tujuan                  : Menunjukkan tingkat energy yang adekuat untuk beraktivitas
Kriteria Hasil       : Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan
Menyeimbangkan aktivitas dan istirahat
Tingkat daya tahan adekuat untuk beraktivitas
No
Intervensi
Rasional
Kaji pola aktivitas yang lalu
Untuk membandingkan aktivitas sebelum sakit dan yang akan diharapkan setelah perawatan
Rencanakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan: Jadwalkan bantuan dengan orang lain.
Dengan merencanakan perawatan, perawat dengan klien dapat mempermudah suatu keberhasilan karena datangnya kemauan dari klien.

Seimbangkan antara waktu aktivitas dengan waktu istirahat.
Untuk mengatasi kelelahan akibat latihan.
Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien.
Untuk menghemat penggunaan energi klien.
c.       Gg. Eliminasi berhubungan dengan penurunan fungsi gastrointestinal akibat penurunan metabolisme  tubuh
Tujuan                : Menunjukkan kemampuan saluran gastrointestinal untuk  mengeluarkan feses secara efektif
Kriteria Hasil      :   Dalam 3x 24 jam, pasien menunjukkan:
Motilitas usus 5-35 x/menit
Tidak ada distensi abdomen
Klien tidak mengejan saat defekasi
Struktur feses lunak
No
Intervensi
Rasional
Dorong peningkatan asupan cairan  dan makanan yang kaya akan serat
Melunakkan feses dan meningkatkan massa feses
Dorong klien untuk meningkatkan mobilisasi dalam batas-batas toleransi latihan
Meningkatkan evakuasi feses
Tekankan penghindaran mengejan selama defekasi
Untuk mencegah perubahan TTV
Kolaborasi : untuk pemberian obat pencahar dan enema bila diperlukan
Untuk mengencerkan feses
Auskultasi peristaltic usus
Mengetahui tingkat keberhasilan intervensi

d.      Perubahan suhu tubuh
Tujuan : Pemeliharaan suhu tubuh yang normal
Intervensi:
-          Berikan tambahan lapisan pakaian atau tambahan selimut.
Rasional : Meminimalkan kehilangan panas
-          Hindari dan cegah penggunaan sumber panas dari luar (misalnya, bantal pemanas, selimut listrik atau penghangat).
Rasional : Mengurangi risiko vasodilatasi perifer dan kolaps vaskuler
-          Pantau suhu tubuh pasien dan melaporkan penurunannya dari nilai dasar suhu normal pasien.
Rasional : Mendeteksi penurunan suhu tubuh dan dimulainya koma miksedema.
-          Lindungi terhadap pajanan hawa. dingin dan hembusan angina.
Rasional : Meningkatkan tingkat kenyamanan pasien dan menurunkan lebih lanjut kehilangan panas.
e.       Perubahan pola berpikir berhubungan dengan gangguan metabolisme dan perubahan status kardiovaskuler serta pernapasan.
Tujuan : Perbaikan proses berpikir.
Intervensi:
-          Orientasikan pasien terhadap waktu, tempat, tanggal dan kejadian disekitar dirinya.
-          Berikan stimulasi lewat percakapan dan aktifitas
Rasional : Memudahkan stimulasi dalam batas-batas toleransi pasien terhadap stres.
-          Jelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa perubahan pada fungsi kognitif dan mental merupakan akibat dan proses penyakit .
Rasional : Meyakinkan pasien dan keluarga tentang penyebab perubahan kognitif dan bahwa hasil akhir yang positif dimungkinkan jika dilakukan terapi yang tepat.
f.       Miksedema dan koma miksedema
Tujuan: Tidak ada komplikasi.
Intervensi:
-          Pantau pasien akan; adanya peningkatan keparahan tanda dan gejala hipertiroidisme.
Ø  Penurunan tingkat kesadaran ; demensia
Ø  Penurunan tanda-tanda vital (tekanan darah, frekuensi, pernapasan, suhu tubuh, denyut nadi)
Ø  Peningkatan kesulitan dalam membangunkan dan menyadarkan pasien.
Rasional : Hipotiroidisme berat jika tidak: ditangani akan menyebabkan miksedema, koma miksedema dan pelambatan seluruh sistem tubuh
-          Dukung dengan ventilasi jika terjadi depresi dalam kegagalan pernapasan
Rasional: Dukungan ventilasi diperlukan untuk mempertahankan oksigenasi yang adekuat dan pemeliharaan saluran napas.
-          Berikan obat (misalnya, hormon tiroksin) seperti yang diresepkan dengan sangat hati-hati.
Rasional : Metabolisme yang lambat dan aterosklerosis pada miksedema dapat mengakibatkan serangan angina pada saat pemberian tiroksin.
-          Balik dan ubah posisi tubuh pasien dengan interval waktu tertentu.
Rasional : Meminimalkan resiko yang berkaitan dengan imobilitas.
-          Hindari penggunaan obat-obat golongan hipnotik, sedatif dan analgetik.
Rasional : Perubahan pada metabolisme obat-obat ini sangat meningkatkan risiko jika diberikan pada keadaan miksedema.yang, tidak bersifat mengancam.
g.      Kurangnya pengetahuan tentang program pengobatan untuk terapi penggantian tiroid seumur hidup.
Tujuan : Pemahaman dan penerimaan terhadap program pengobatan yang diresepkan.
Intervensi:
-          Jelaskan dasar pemikiran untuk terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional : Memberikan rasional penggunaan terapi penggantian hormon tiroid seperti yang diresepkan, kepada pasien.
-          Uraikan efek pengobatan yang dikehendaki pada pasien.
Rasional : Mendorong pasien untuk mengenali perbaikan status fisik dan kesehatan yang akan terjadi pada terapi hormon tiroid.
-          Bantu pasien menyusun jadwal dan cheklist untuk memastikan pelaksanaan sendiri terapi penggantian hormon tiroid.
Rasional : Memastikan bahwa obat yang; digunakan seperti yang diresepkan.
-          Uraikan tanda-tanda dan gejala pemberian obat dengan dosis yang berlebihan dan kurang.
Rasional : Berfungsi sebagai pengecekan bagi pasien untuk menentukan apakah tujuan terapi terpenuhi.
-          Jelaskan perlunya tindak lanjut jangka panjang kepada pasien dan keluarganya.
Rasional : Meningkatkan kemungkinan bahwa keadaan hipo atau hipertiroidisme akan dapat dideteksi dan diobati.

5.      Bagaimana nursing advokasi yang seharusnya dilakukan perawat pada kasus diatas baik jika dilihat dari kedudukan klien ataupun suami klien ?
Perawat memberikan saran kepada keluarga pasien agar pasien dirawat inap. Apabila suami pasien kerepotan dalam biaya Rumah Sakit dan tidak menyanggupi  untuk membayar perawatan istrinya kita bisa anjurkan untuk mengikuti program-program pemerintah seperti JAMKESMAS, JAMPERSAL, dan JAMSOSTEK. Apabila suami pasien mau mengikuti saran kita sebagai perawata maka kita berikan edukasi tentang prores bagaimana caranya mendapatkan kartu tersebut


BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Kelenjar tiroid merupakan salah satu dari kelenjar endokrin terbesar pada tubuh manusia. Kelenjar tiroid terletak tepat di bawah laring. Lobus lateral kanan dan kiri terletak satu pada setiap sisi trakhea. Yang menghubungkan lobus adalah massa jaringan yang disebut isthmus, terletak di depan trakhea. Lobus yang berbentuk piramid, kecil, kadang-kadang melanjut ke atas dari isthmus. Kelenjar tiroid adalah satu-satunya kelenjar endokrin yang menyimpan hasil sekresinya dalam jumlah besar. Kelenjar ini berfungsi untuk mengatur kecepatan tubuh untuk membakar energi, memproduksi  protein dan mengatur kesensitifan tubuh terhadap hormon lainnya.
Hipotiroid adalah suatu kondisi yang dikarakteristikan oleh produksi hormon tiroid yang rendah. Ada banyak kekacauan-kekacauan yang berakibat pada hipotiroid. Kekacauan-kekacauan ini mungkin langsung atau tidak langsung melibatkan kelenjar tiroid. Karena hormon tiroid mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan, dan banyak proses-proses sel, hormon tiroid yang tidak memadai mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang meluas untuk tubuh

B.     Saran
Saran dari kelompok kami yaitu agar kita semua tetap menjaga kesehatan dan berpola hidup yang sehat. Hindari makanan-makanan, kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi pencetus terjadinya suatu penyakit. Apabila sudah terdapat gejala-gejala suatu penyakit seperti hiportiroid segera datang ke Rumah Sakit agar segera ditangani dan menghindari terjadinya komplikasi yang lebih lanjut.


DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8. Jakarta: EGC
Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Smeltzer, C. Suzzane. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Vol.2. Jakarta: EGC
Stein, MD, Jay. H. 2001. Panduan Klinik lmu Penyakit Dalam Edisi 3. Jakarta: EGC
Sylvia A. Price. 2006. Patologi. Jakarta ; EGC




Tidak ada komentar:

Posting Komentar