BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Mata adalah salah satu dari indera tubuh manusia yang berfungsi untuk penglihatan. Meskipun fungsinya bagi kehidupan manusia sangat penting, namun sering kali kurang terperhatikan, sehingga banyak penyakit yang menyerang mata tidak diobati dengan baik dan menyebabkan gangguan penglihatan sampai kebutaan.
Katarak adalah salah satu penyakit mata yang sering terjadi pada usia lanjut. Katarak juga nama yang diberikan untuk kekeruhan lensa yang mengakibatkan pengurangan visus oleh suatu tabir/layar yang diturunkan di dalam mata, seperti melihat air terjun.
Jenis katarak yang paling sering ditemukan adalah katarak senilis dan katarak senilis ini merupakan proses degeneratif. Perubahan yang terjadi bersamaan dengan presbiopi, tetapi disamping itu juga menjadi kuning warnanya dan keruh, yang akan mengganggu pembiasan cahaya.
Walaupun disebut katarak senilis tetapi perubahan tadi dapat terjadi pada umur pertengahan, pada umur 70 tahun sebagian individu telah mengalami perubahan lensa walau mungkin hanya menyebabkan sedikit gangguan penglihatan.
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat ghidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi
B. Tujuan
1. Tujuan umum
Dapat melakukan simulasi asuhan keperawatan, penkes, pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah penelitian dengan kasus gangguan system persepsi sensori penglihatan pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.
2. Tujuan khusus
a. Mahasiswa mampu melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system persepsi dan sensori penglihatan pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.
b. Mahasiswa mampu melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus gangguan system persepsi dan sensori penglihatan pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.
c. Mahasiswa mampu mengidentifikasi masalah-masalah penelitian yang berhubungan dengan system persepsi dan sensori penglihatan dan menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah persepsi dan sensori gangguan penglihatan
d. Mahasiswa mampu melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada sekelompok klien dengan gangguan system persepsi dan sensori penglihatan pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis.
e. Mahasiswa mampu melaksanakan fungsi advokasi pada kasus dengan gangguan system persepsi dan sensori penglihatan pada berbagai tingkat usia.
f. Mahasiswa mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan gangguan system persepsi dan sensori penglihatan pada berbagai tingkat usia sesuai dengan standar yang berlaku dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan pelayanan yang efisien dan efektif.
C. Rumusan masalah
Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:
“Bagaimana melakukan simulasi asuhan keperawatan, penkes, pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah penelitian dengan kasus gangguan system persepsi sensori penglihatan pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis?”
D. Metode penulisan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anatomi dan fisiologi system penglihatan
1. Organ mata
Struktur dan fungsi mata sangat rumit dan mengagumkan. Secara konstan mata menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke otak.
a. Eye ball (Bulbulus Okuli)
Bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar.
Bola mata dibagi menjadi 3 lapisan, dari luar ke dalam yaitu tunica fibrosa, tunica vasculosa, dan tunica nervosa.
1) Tunica Vibrosa.
Tunica vibrosa terdiri dari sklera, sklera merupakan lapisan luar yang sangat kuat. Sklera berwarna putih putih, kecuali di depan. Pada lapisan ini terdapat kornea, yaitu lapisan yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk kemudian memfokuskannya. Untuk melindungi kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga keadaannya selalu basah dan dapat membersihkan dari debu. Pada batas cornea dan sclera terdapat canalis schlemm yaitu suatu sinus venosus yang menyerap kembali cairan aquaus humor bola mata.
2) Tunica Vasculosa.
Tunica vasculosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari depan ke belakang terdiri dari iris, corpus ciliaris dan koroid. Koroid merupakan lapisan tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya akan pigmen warna. Daerah ini disebut Iris. Coba Anda perhatikan mata orang Indonesia dengan orang-orang dari Negara barat! Apakah perbedaannya? Tentunya pada warna. Orang Indonesia biasanya bermata hitam atau coklat, adapun orang barat biasanya berwarna biru atau hijau. Nah, di bagian irislah terdapatnya perbedaan ini karena di tempat ini memiliki pigmen warna.
Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang kornea tengah. Pengaruh kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian ini. Coba Anda masuk ke dalam suatu kamar yang gelap gulita, maka Anda akan berusaha melihat dengan melebarkan mata agar cahaya yang masuk cukup. Pada kondisi ini disebut dengan dilatasi, demikian sebaliknya jika Anda berada pada ruangan yang terlalu terang maka Anda akan berusaha untuk menyempitkan mata karena silau untuk mengurangi cahaya yang masuk yang disebut dengan konstriksi. Pada sebuah kamera, pupil ini diibaratkan seperti diafragma yang dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk.
Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang disebutMusculus Siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata, yang selalu bekerja untuk memfokuskan penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot lensa mata bekerja, tetapi apabila seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka akan memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot lensa harus menegang untuk membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut.
Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira bening yang masing-masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat memperkokoh kedudukan bola mata
3) Tunica Nervosa.
Tunica nervosa (retina) merupakan reseptor pada mata yang terletak pada bagian belakang koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak, namun tipis, hampir menyerupai lapisan pada kulit bawang. Retina tersusun dari sekitar 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batang yang berbentuk seperti tongkat pendek dan 3 juta lainnya adalah sel konus (kerucut). Sel-sel ini berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih, dan sangat peka pada sedikit cahaya.
a) Sel Batang tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap cahaya sehingga sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap. Sel batang ini mengandung suatu pigmen yang fotosensitif disebut rhodopsin. Cahaya lemah seperti cahaya bulan pun dapat mengenai rhodopsin. Sehingga sel batang ini diperlukan untuk penglihatan pada cahaya remang-remang.
b) Sel Kerucut atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda, yaituiodopsin yang terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-masing sensitif terhadap cahaya merah, hijau dan biru. Masing-masing disebut iodopsin merah, hijau dan biru. Segala warna yang ada di dunia ini dapat dibentuk dengan mencamputkan ketiga warna tersebut. Sel kerucut diperlukan untuk penglihatan ketika cahaya terang.
Signal listrik dari sel batang dan sel kerucut ini akan di teruskan melalui sinap ke neuron bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan membentuk satu bundel syaraf yaitu syaraf otak ke II yang menembus coroid dan sclera menuju otak. Bagian yang menembus ini disebut dengan discus opticus, dimana discus opticus ini tidak mengandung sel batang dan sel kerucut, maka cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa sehingga disebut dengan bintik buta.
Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya.
a. Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak.
b. Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata.
c. Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.
b. Okuli Assesorius (Organ Tambahan Mata)
Alat-alat tambahan mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata dan aparatus lakrimalis.
1) Alis super silium terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya untuk melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kosmetik.
2) Kelopak mata ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak bergerak dari kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator pepebrae untuk menarik kelopak mata ke atas (membuka mata). Untuk menutup mata dilakukan oleh otot otot yang lain yang melingkari kelopak mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi. Ruang antara ke-2 kelopak disebut celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan “melotot” atau “sipit” nya seseorang. Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan disebut caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar sebacea (minyak) dan sudorifera (keringat).
3) Bulu mata ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar Meibow. Kelenjar sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut kelenjar Zeis. Infeksi kelenjar ini disebut Lordholum (bintit).
4) Air mata Apparatus lacrimalis terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis lacrimalis, dan ductus nassolacrimalis.
5) Kavum orbita (rongga mata)
6) Otot mata (muskulus okuli) :
a) Muskulus rektus superior yaitu menggerakan mata ke atas.
b) Muskulus rektus inferior yaitu mengerakan mata ke bawah
c) Muskulus levator palpebralis superior inferior.
d) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata
e) Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata)
f) Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata)
g) Muskulus obliques okuli inferior
h) Muskulus obliques okuli superior.
2. Fisiologi Sistem Penglihatan
Cahaya merupakan salah satu dari suatu spektrum gelombang elektromagnetik. Panjang gelombang cahaya adalah 400-700nm yang dapat merangsang sel batang (rod cell) dan kerucut (cone cell) sehingga dapat terlihat oleh kita. Gelombang cahaya antara 400-700nm ini akan terlihat sebagai suatu spectrum.
Apabila ada rangsang cahaya masuk ke mata maka rangsang tersebut akan diteruskan mulai dari kornea, aqueous humor, pupil, lensa, vitreous humor dan terakhir retina. Kemudian akan diteruskan ke bagian saraf penglihat atau saraf optik yang berlanjut dengan lobus osipital sebagai pusat penglihatan pada otak besar. Bagian lobus osipital kanan akan menerima rangsang dari mata kiri dan sebaliknya lobus osipital kiri akan menerima rangsang mata kanan. Di dalam lobus osipital ini rangsang akan diolah kemudian diinterpretasikan. Sehingga apabila seseorang mengalami kecelakaan dan mengalami kerusakan lobus osipital ini maka dia akan mengalami buta permanen, walaupun bola matanya sehat.
Pembiasan cahaya dari suatu benda akan membentuk bayangan benda jika cahaya tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina, karena cahaya yang jatuh pada bagian ini akan mengenai sel-sel batang dan kerucut yang meneruskannya ke saraf optik dan saraf optik meneruskannya ke otak sehingga terjadi kesan melihat. Sebaliknya, bayangan suatu benda akan tidak nampak, jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina
3. Mekanisme Pemfokus
Sebagian besar kekuatan berfokus mata adalah karena refraksi cahaya oleh kornea. Refraksi cahaya oleh lensa mata sangat penting; kurvatura lensa dapat berubah sehingga cahaya selalu terfokus pada retina. Lensa adalah transparan dan berwarna kuning pucat. Lensa ini dipertahankan datar oleh tegangan normal dari bola mata, dan di pertahankan oleh ligamentum suspensori. Bentuk lensa diubah-ubah oleh otot siliaris, yang berada di dalam korpus siliaris. Bila lensa dikontraksi, otot siliaris menarik korpus siliaris ke depan, mengendurkan tegangan pada lensa dan memungkinkannya menonjol. Cahaya dari objek dekat kemudian dapat difokuskan pada retina. Otot siliaris rileks bila mata harus memfokuskan cahaya dari objek jauh pada retina. Otot siliaris dipersarafi oleh serat-serat saraf parasimpatis dari saraf okulamotor. Iris adalah tameng otot polos yang berlubang pada pupil. Ukuran pupil berubah-ubah sesuai dengan perubahan kondisi cahaya, berdilatasi pada gelap dan berkontraksi pada cahaya terang sehingga mencegah stimulasi berlebihan terhadap retina. Ukuran pupil diatur oleh kontraksi serat-serat otot dilator radialis dan konstriktor sirkularis di iris. Serat-serat ini dipersarafi oleh saraf parasimpatis dari saraf kranial ketiga.
4. Akomodasi Mata
Akomodasi mata berarti memfokuskan bayangan, sedangkan kemampuan pemfokusan objek pada jarak yang berbeda disebut daya akomodasi. Akomodasi bertujuan agar bayangan yang terjadi jatuh tepat pada bintik kuning. Apabila melihat objek yang letaknya jauh, lensa mata menjadi lebih pipih, tetapi jika melihat objek yan gdekat, lensa mata menjadi lebih cembung. Pengaturan kecembungan lensa ini diatur oleh otot-otot, lensa yang melingkat (otot siliaris). Saat melihat objek yang jauh otot lensa berelaksasi, sedangkan saat melihat objek yang dekat otot lensa berkontraksi.
5. Gangguan dan Kelainan Serta Teknologi Pengobatan yang Berkaitan dengan Sistem Pengindraan pada Manusia.
Struktur maupuan fungsi sistem pengindraan manusia dapat mengalami gangguan atau kelainan. Kelainan tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal.
Macam-macam kelainan pada mata, antara lain:
Macam-macam kelainan pada mata, antara lain:
a. Hipermotropia(rabun dekat)
Penyebab : lensa mata tidak dapat mencembung atau bola mata terlalu pendek sehingga bayangan benda jatuh di belakang retina.
Teknologi : ditolong dengan lensa cembung(konvergen/positif).
b. Miopia(rabun jauh)
Penyebab : lensa mata terlalu cembung atau bola mata terlalu panjang sehingga bayangan benda jatuh di depan retina.
Teknologi : ditolong dengan lensa cekung(divergen/negatif).
c. Presbiopia
Penyebab : elastisitas lensa mata berkurang karena usia tua.
Teknologi : ditolong dengan lensa rangkap(dua macam lensa).
d. Astigmatisme
Penyebab : permukaan lensa mata tidak sama sehingga fokusnya tidak sama, dan bayangan benda yang terbentuk tidak sama.
Teknologi : ditolong dengan lensa silindris(silinder)
e. Katarak
Penyebab : lensa mata buram, tidak elastis akibat pengapuran,
Penyebab : lensa mata buram, tidak elastis akibat pengapuran,
sehingga daya akomodasi berkurang.
Teknologi : operasi.
f. Glaukoma
Penyebab : adanya penambahan tekanan dalam mata, karena cairan dalam bilik anterior mata(aqueous humor) belum sempat disalurkan keluar sehingga tegangan yang ditimbulkan dapat menyebabkan
tekanan pada saraf optik; lama-kelamaan akan menyebabkan hilangnya daya penglihatan.
tekanan pada saraf optik; lama-kelamaan akan menyebabkan hilangnya daya penglihatan.
Teknologi : obat-obatan, operasi dengan menggunakan laser.
g. Retinoblastoma
h. Blefaritis
i. Skleritis
j. Entropion
k. Ektropion
l. Keretitis
m. Bulkus kornea
n. Endovalmitis
o. Uveitis anterior
p. Glaukoma akut
q. Glaukoma kronis
r. Ablasi retina
s. Neuritis optik
t. Ordeolum
u. Konjungtivitis
v. Konjungtivitis neonatorum
w. Konjungtivitis tracoma
Penyebab : konjungtivitis bakteri, konjungtivitis viral, alergi, dan sika
B. Konsep penyakit katarak
1. Definisi katarak
Katarak merupakan keadaan di mana terjadi kekeruhan pada serabut atau bahan lensa di dalam kapsul lensa (Sidarta Ilyas, 1998). Katarak adalah proses terjadinya opasitas secara progresif pada lensa atau kapsul lensa, umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang lebih dari 65 tahun (Marilynn Doengoes, dkk. 2000).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih biasanya terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran. (Brunner & Suddarth,2002;1996)
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yag dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa,denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progesif. ( Mansjoer,2000;62 )
Katarak adalah terjadinya opasitas secara progesif pada lensa atau kapsul lensa,umumnya akibat dari proses penuaan yang terjadi pada semua orang yang lebih dari 65 tahun. ( Doenges,2000;412)
Katarak adalah suatu keadaan patologik lensa di mana lensa rnenjadi keruh akibat hidrasi cairan lensa, atau denaturasi protein lensa. Kekeruhan ini terjadi akibat gangguan metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada berbagai usia tertentu. Katarak dapat terjadi pada saat perkembangan serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensa berhenti dalam perkembangannya dan telah memulai proses degenerasl.
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
2. Etiologi katarak
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi, katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
a. Faktor keturunan
b. Cacat bawaan sejak lahir
c. Masalah kesehatan, misalnya diabetes
d. Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid
e. Gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
f. Gangguan pertumbuhan
g. Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama
h. Rokok dan alcohol
i. Operasi mata sebelumnya
j. Trauma (kecelakaan) pada mata
k. Faktor-faktor lainya yang belum diketahui
3. Patofisiologi katarak
Pasien dengan katarak dini akan menimbulkan keluhan penglihatan seperti meiihat di belakang tabir kabut atau asap, akibat terganggu oleh lensa yang keruh. Keluhan penderita akan bertambah bila pasien melihat benda dengan melawan arah sumber cahaya atau menghadap ke arah pintu yang terang. Hal ini diakibatkan pupil menjadi kecil yang akan menambah gangguan penglihatan. Kadang-kadang pasien mengeluh rasa silau, hal ini diakibatkan karena terjadinya pembiasan tidak teratur oleh lensa yang keruh. Pasien katarak akan merasa kurang silau bila memakai kacamata berwarna sedikit gelap.
Penglihatan penderita akan berkurang perlahan-lahan. Mata tidak merah atau tenang tanpa tanda-tanda radang. Reaksi pupil normal karena fungsi retina masih baik. Pada pupil terdapat bercak putih atau apa yang disebut sebagai leukokoria. Bila proses berjalan progresif, maka makin nyata terlihat kekeruhan pupil ini. Untuk melihat kelainan lensa yang keruh sebaiknya pupill dilebarkan sehingga dapat didiferensiasi lokalisasi lensa yang terkena karena bentuknya dapat berupa : katarak kortikal anterior, katarak kortikal posterior, katarak nuklear, katarak subkapsular, dan katarak total.
Akibat kekeruhan lensa ini, maka fundus sukar terlihat. Bila pada katarak kongenital fundus sukar dilihat, maka perkembangan penglihatan akan terganggu atau akan terjadi ambliopia.
a. Katarak congenital
Katarak kongenital merupakan kekeruhan lensa yang didapatkan sejak lahir, dan terjadi akibat gangguan perkembangan embrio intrauterin. Biasanya kelainan ini tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa: Katarak kongenital yang terjadi sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi IahIr sampai berusia 1 tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme oksigen.
Pada bayi dengan katarak kongenital akan terlihat bercak putih di depan pupil yang disebut sebagai leukokoria (pupil berwarna putih). Setiap bayi dengan leukokoria sebaiknya dipikirkan diagnosis bandingnya seperti retinoblastorrma, endoftalmitis, fibroplasi retrolental, hiperplastik vitreus primer, dan miopia tinggi di samping katarak sendiri.
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau serat lensa masih muda dah berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eks-anopsia. Pasca bedah pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi afakia.
b. Katarak juvenile
Katarak juvenil yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi karena lanjutan katarak kongenital yang makin nyata, penyulit penyakit lain, katarak komplikata, yang dapat terjadi akibat penyakit lokal pada satu mata, seperti akibat uveitis anterior. glaukoma, ablasi retina, miopia tinggi, ftisis bulbi, yang mengenai satu mata, penyakit sistemik, seperti diabetes, hipoparatiroid, dan miotowa distrofi,'yang mengenai kedua mata dan akibat trauma tumpul.
Biasanya katarak juvenil ini merupakan katarak yang didapat dan banyak dipengaruhi oleh beberapa faktor.
c. Katarak senile
Katarak senil biasanya mulai pada usia 50 tahun, kecuali bila disertai dengan penyakit lainnya seperti diabetes melitus yang akan terjadi lebih cepat. Kedua mata dapat terlihat dengan derajat kekeruhan yang sama ataupun berbeda. Proses degenerasi pada lensa dapat terlihat pada beberapa stadium katarak senil.
Tabel Perbedaan stadium katarak senil
Insipien
|
Imatur
|
Matur
|
Hipermatur
| |
Kekeruhan
|
Ringan
|
Sebagian
|
Seluruh
|
Masif
|
Besar Iensa
|
Normal
|
Lebih besar
|
Normal
|
Kecil
|
Cairan lensa
|
Normal
|
8ertambah
(air masuk)
|
Normal
|
Berkurang
(air + masa
Lensa ke luar)
|
Iris
|
Normal
|
Terdarong
|
Normal
|
Trcmulans
|
Bilik mata depan
|
Normal
|
Dangkal
|
Normal
|
Dalam
|
Sudut bilik mata
|
Normal
|
Sempit
|
Normal
|
Terbuka
|
Penyulit
|
--
|
Glaukoma
|
-
|
' Uveitis
|
' Glaukoma
|
Pada katarak senil akan terjadi degenerasi lensa secara perlahan-lahan. Tajam penglihatan akan menurun secara berangsur-angsur. Katarak senil merupakan katarak yang terjadi akibat terjadinya degenerasi serat lensa karena proses penuaan.
Katarak senil dapat dibagi dalarn 4 stadium, yaitu :
a. Stadium insipien, di mana mulai timbul katarak akibat proses degenerasi lensa. Kekeruhan lensa berbentuk bercak-bercak kekeruhan yang tidak teratur. Pasien akan mengeluh gangguan penglihatan seperti melihat ganda dengan satu matanya. Pada stadium ini., proses degenerasi belum menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga akan terlihat biiik mata depan dengan kedalaman yang normal, iris dalarn posisi biasa disertai dengan kekeruhan ringan pada lensa. Tajam penglihatan pasien belum terganggu.
b. Stadium imatur, di mana pada stadium ini lensa yang degeneratif mulai menyerap cairan mata ke dalarn lensa sehingga lensa menjadi cembung. Pada stadium ini, terjadi pembengkakan lensa yang disebut sebagai katarak intumesen. Pada stadium ini dapat terjadi miopisasi akibat lensa mata menjadi cembung, sehingga pasien menyatakan tidak perlu kacamata sewaktu membaca dekat. Akibat lensa yang bengkak, iris terdorong ke depan, biiik mata dangkal dan sudut bilik mata akan sempit atau tertutup. Pada stadium ini dapat terjadi glaukoma sekunder.
Pada pemeriksaan uji bayangan iris atau shadow test akan terlihat bayangan iris pada lensa. Uji bayangan iris positif.
c. Stadium matur, merupakan proses degenerasi lanjut lensa. Pada stadium terjadi kekeruhan seluruh lensa. Tekanan cairan di dalam lensa sudah dalam keadaan seimbang dengan cairan dalam mata sehingga ukuran lensa akan menjadi normal kembali. Pada pemeriksaan terlihat iris dalam posisi normal, bilik mata depan normal, sudut bilik mata depan terbuka normal, uji bayangan iris negatif. Tajam penglihatan sangat menurun dan dapat hanya tinggal proyeksi sinar positif.
d. Stadium hipermatur, di mana pada stadium ini terjadi proses degenerasi lanjut lensa dan korteks lensa dapat mencair sehingga nukleus lensa tenggelam dalam korteks lensa (katarak Morgagni). Pada stadium ini jadi juga degenerasi kapsul lensa sehingga bahan lensa ataupun korteks yang cair keluar dan masuk ke dalam bilik mata depan. Pada stadium matur akan terlihat lensa yang lebih kecil daripada normal, yang akan mengakibatkan iris tremulans, dan bilik mata depan terbuka. Pada uji bayangan iris tertihat positif walaupun seluruh lensa telah keruh sehingga stadium ini disebut uji bayangan iris pseudopositif. Akibat bahan lensa keluar dari kapsul, maka akan tirnbul reaksi jaringan uvea berupa uveitis. Bahan lensa ini juga dapat menutup jalan keluar cairan bilik mata sehingga timbul glaukoma fakolitik.
d. Katarak traumatic
Kekeruhan lensa dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam yang menembus kapsul anterior. Tindakan bedah pada katarak traumatik dilakukan setelah mata tenang akibat trauma tersebut. Bila pecahnya kapsul mengakibatkan gejala radang berat, maka dilakukan aspirasi secepatnya.
e. Katarak komplikata
Katarak komplikata terjadi akibat gangguan keseimbangan susunan sel lensa oleh faktor fisik atau kimiawi sehingga terjadi gangguan kejernihan lensa. Katarak komplikata dapat terjadi akibat iridosiklitis, koroiditis, miopia tinggi, ablasio retina, dan glaukoma. Katarak komplikata dapat terjadi akibat kelainan sistemik yang akan mengenai kedua mata atau kelainan lokal yang akan mengenai satu mata.
f. Katarak sekunder
Pada tindakan bedah lensa dimana terjadi reaksi radang yang berakhir dengan terbentuknya jaringan fibrosis sisa lensa yang tertinggal maka keadaan ini disebut sebagai katarak sekunder. Tindakan bedah yang dapat menimbulkan katarak sekunder adalah sisa disisio lentis, ekstraksi linear dan ekstraksi lensa ekstrakpsular. Pada katarak sekunder yang menghambat masuknya sinar ke dalam bola mata atau mengakibatkan turunnya tajam penglihatan maka dilakukan disisio lentis sekunder atau kapsulotomi pada katarak sekunder tersebut.
4. Manifestasi klinis
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif (seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menjadi negatif (-). Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat menimbulkan komplikasi berupa glaukoma dan uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
a. Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek
b. Peka terhadap sinar atau cahaya
c. Dapat melihat dobel pada satu mata
d. Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca
e. Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu
5. Pemeriksaan diagnostic
a. Kartu mata Snellen/mesin telebinokular (tes ketajaman penglihatan dan sentral penglihatan).
b. Lapang penglihatan: penurunan mungkin disebabkan CSV, massa tumor pada hipofisis/otak, karotis atau patologis arteri serebral atau glaukoma.
c. Pengukuran tonografi: mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25mmHg).
d. Pengukuran gonioskopi: membantu membedakan sudut terbuka dari sudut tertutup glaukoma.
e. Tes provokatif: digunakan dalam menentukan adanya/tipe glaucoma bila TIO normal atau hanya meningkat ringan.
f. Pemeriksaan oftalmoskopi: mengkaji struktur internal okuler, mencatat atrofi lempeng optik, papiledema, perdarahan retina, dan mikroaneurisme. Dilatasi dan pemeriksaan belahan-lampu memastikan diagnose katarak.
g. Darah lengkap, LED : menunjukkan anemia sistemik/infeksi.
h. Tes toleransi glukosa/FBS: menentukan adanya/kontrol diabetes
6. Komplikasi
Meskipun terjadi perbaikan pengembalian kepandangan penuh yang sempurna pada ekstraksi katarak dan implantasi, ada juga yang komplikasinya. Kerusakan endotel kornea, sumbatan pupil, gloukoma,perdarahan, fistula luka operasi, edema makula sistoid, pelepasan koroid, uveitis dan endoftalmitis. Dapat diubah posisinya kembali dengan pemberian tetes mata dilator, diikuti dengan pemberian posisi kepala dan diakhiri dengan tetes mata konstriktor, atau pasien memerlukan pembedahan lagi untuk mereposisi atau mengangkat IOL.
Komplikasi yang umum terjadi pada pembedahan adalah pembentukan membran sekunder, yang terjadi sekitar 25 %pasien dalam 3 sampai 36 bulan setelah pembedahan. Membran yang terbentuk sering disalah artikan dengan opafikasi kapsul posterior atau katarak sekunder. Membran ini dibentuk sebagai akibat proliferasi sisa epitel lensa. Dapat mempengaruhi penglihatan dengan mengganggu masuknya cahaya dan meningkatkan terjadinya disabilitas silau. Dapat dibuat lubang melalui membran ( kapsulotomi ) dengan jarum atau laser ( laser yag ) untuk mengembalikan penglihatan. ( Brunner & Suddarth,2002)
7. Penatalaksanaan medis
Tak ada terapi obat untuk katarak, dan tak dapat diambil dengan laser. Pembedahan diindikasikan bagi mereka yang memerlukan penglihatan akut untuk bekerja ataupun keamanan. Biasanya diindikasikan bila koreksi tajam penglihatan yang terbaik dicapai 20 / 50 atau lebih buruk lagi. Pembedahan katarak paling sering dilakukan pada orang berusia lebih dari 65 tahun. Dengan menggunakan anesthesia lokal. Macam pembedahannya ada 2 macam yaitu Ekstraksi Katarak Intra Kapsuler dan Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsuler.
Fakoemulsifikasi merupakan penemuan terbaru pada EKEK, tehnik ini memerlukan penyembuhan yang paling pendek dan penurunan insidensi astigmatisme pasca operasi. Kedua tehnik irigasi-aspirasi dan fakoemulsifikasi dapat mempertahankan kapsula posterior yang nantinya digunakan untuk penyangga IOL. Pengangkatan lensa dapat dilakukan dengan salah satu dari 3 metode; kacamata apakia, lensa kontak, implant IOL. ( Brunner & Suddarth, 2002 )
Penanganan tindakan pembedahan dengan mengangkat lensa merupakan penanganan katarak yang sering dilakukan, biasanya disertai dengan pemasangan lensa intraokuler. Jika pemasangan lensa intraokuler tidak dilakukan, pasien perlu menggunakan kacamata dengan lensa yang tebal untuk menggantikan fungsi lensa yang sudah diangkat tersebut. Perkembangan dramatis telah terjadi dalam tindakan operasi pengangkatan lensa pada saat sekarang ini. Karena tindakan ini merupakan prosedur bedah untuk pasien rawat jalan dan dapat dikerjakan selama 3-4 jam. Ada 2 jenis ekstraksi lensa yaitu intracapsuler extraction adalah pengangkatan keseluruhan lensa dan exstracapsuler extraction adalah pengangkatan lensa tanpa kapsul. ( Charlene J. Reeves,1999;7)
C. Asuhan keperawatan penyakit katarak
1. Pengkajian fokus
a. Anamnesis
- Umur
Katarak bisa terjadi pada semua umur tetapi pada umumnya pada usia lanjut.
- Riwayat trauma
Trauma tembus ataupun tidak tembus dapat merusak kapsul mata.
- Riwayat pekerjaan
Pada pekerjaan laboratorium atau yang berhubungan dengan bahan kimia atau terpapar radioaktif/sinar-X.
- Riwayat penyakit/masalah kesehatan yang ada
Beberapa jenis katarak komplikata terjadi akibat penyakit mata yang lain dan penyakit sistemik.
- Riwayat penggunaan obat-obatan.
- Masukan berbagai test mata
2. Pemeriksaan Fisik
a. Klien mengeluhkan penurunan pandangan bertahap dan tidak nyeri.
b. Pandangan kabur, berkabut atau pandangan ganda.
c. Klien juga melaporkan melihat glare/halo di sekitar sinar lampu saat berkendaraan di malam hari, kesulitan dengan pandangan malam, kesulitan untuk membaca, sering memerlukan perubahan kacamata dan gangguan yang menyilaukan serta penurunan pandangan pada cuaca cerah. Klien juga memberikan keluhan bahwa warna menjadi kabur atau tampak kekuningan atau kecokelatan. Perlu peningkatan cahaya untuk membaca.
d. Jika klien mengalami kekeruhan sentral, klien mungkin melaporkan dapat melihat lebih baik pada cahaya suram daripada terang, karena katarak yang terjadi di tengah dan pada saat pupil dilatasi klien dapat melihat melalui daerah di sekitar kekeruhan.
e. Jika nucleus lensa terkena, kemampuan refraksi mata (kemampuan memfokuskan bayangan pada retina) meningkat. Kemampuan ini disebut second sight, yang memungkinkan klien membaca tanpa lensa.
f. Katarak hipermatur dapat membocorkan protein lensa ke bola mata, yang menyebabkan peningkatan. Tekanan intraokuler dan kemerahan pada mata
g. Kaji visus, terdapat penurunan signifikan.
h. Inspeksi dengan penlight menunjukkan pupil putih susu dan pada katarak lanjut terdapat area putih keabu-abuan di belakang pupil.
3. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operatif
Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan.
b. Pasca Operatif
1) Risiko tinggi terhadap cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous.
2) Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
3) Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi.
4) Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan b/d tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
4. Penatalaksanaan keperawatan
a. Intervensi pre operatif
No
|
Diagnose keperawatan
|
Tujuan/criteria evaluasi
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
|
1. Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
2. Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
3. Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan
|
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverba.
2. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
3. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
4. Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
5. Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan
6. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunak
|
1. Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
2. Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
3. Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
4. Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5. Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan .
6. Mengurangi perasaan takut dan cemas.
|
b. Intervensi Pasca Operatif
No
|
Diagnosa keperawatan
|
Tujuan/criteria evaluasi
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Risiko tinggi terhadap cedera b/d peningkatan TIO, perdarahan intraokuler, kehilangan vitreous.
|
1. Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat dalam kemungkinan cedera.
2. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
|
Mandiri:
1. Diskusikan apa yang terjadi pada pascaoperasi tentang nyeri, pembatasan aktivitas, penampilan, balutan mata.
2. Beri pasien posisi bersandar, kepala tinggi, atau miring ke sisi yang tak sakit sesuai keinginan.
3. Batasi aktivitas seperti menggerakkan kepala tiba-tiba, menggaruk mata, membongkok.
4. Ambulasi dengan bantuan; berikan kamar mandi khusus bila sembuh dengan anastesi.
5. Anjurkan menggunakan teknik manajemen stres contoh, bimbingan imajinasi, visualisasi, nafas dalam, dan latihan relaksasi.
6. Pertahankan perlindungan mata sesuai indikasi.
7. Observasi pembekakan luka, bilik anterior kempis, pupil berbentuk buah pir.
Kolaborasi:
8. Berikan obat sesuai indikasi:
Antiemetic, contoh proklorperazin (Compazine)
Asetazolamid
|
1. Membantu mengurangi rasa takut dan meningkatkan kerja sama dalam pembatasan yang diperlukan.
2. Istirahat hanya beberapa menit sampai beberapa jam pada bedah rawat jalan atau menginap semalam bila terjadi komplikasi. Menurunkan tekanan pada mata yang sakit, meminimalkan risiko perdarahan atau stress pada jahitan/jahitan terbuka.
3. Menurunkan stress pada area operasi/menurunkan TIO.
4. Memerlukan sedikit regangan daripada penggunaan pispot, yang dapat meningkatkan TIO.
5. Meningkatkan relaksasi dan koping, menurunkan TIO.
6. Digunakan untuk melindungi dari cedera kecelakaan dan menurunkan gerakan mata.
7. Menunjukkan prolaps iris atau rupture luka disebabkan oleh kerusakan jahitan atau tekanan mata.
8. Mual/muntah dapat meningkatkan TIO.
Memerlukan tindakan segera untuk mencegah cedera okuler.
Diberikan untuk menurunkan TIO bila terjadi peningkatan. Membatasi kerja enzim pada produksi akueus
|
2.
|
Risiko tinggi terhadap infeksi b/d prosedur invasif (bedah pengangkatan katarak).
|
1. Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu, bebas drainase purulen, eritema dan demam
2. Mengidentifikasi intervensi untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi
|
Mandiri:
1. Diskusikan pentingnya mencuci tangan sebelum menyentuh/mengobati mata.
2. Gunakan/tunjukkan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dari dalam ke luar dengan tisu basah/bola kapas untuk tiap usapan, ganti balutan dan masukan lensa kontak bila menggunakan.
3. Tekankan pentingnya tidak menyentuh/menggaruk mata yang dioperasi.
Kolaborasi:
4. Berikan obat sesuai indikasi :
Antibiotic (topical, parenteral,atau subkonjungtival).
|
1. Menurunkan jumlah bakteri pada tangan, mencegah kontaminasi area operasi.
2. Teknik aseptik menurunkan risiko penyebaran bakteri dan kontaminasi silang.
3. Mencegah kontaminasi dan kerusakan sisi operasi.
4. Sediaan topical digunakan secara profilaksis, dimana terapi lebih agresif diperlukan bila terjadi infeksi. Catatan: steroidmungkin ditambahkan pada antibiotic topical bila pasien mengalami implantasi IOL.
Digunakan untuk menurunkan inflamasi
|
3.
|
Gangguan sensori-perseptual: penglihatan b/d gangguan penerima sensori/status organ indera, lingkungan secara terapeutik dibatasi
|
1. Meningkatkan ketajaman penglihatan dalam batas situasi individu.
2. Mengenal gangguan sensori dan berkompensasi terhadap perubahan.
3. Mengidentifikasi/ memperbaiki potensial bahaya dalam lingkungan
|
Mandiri :
1. Temukan ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat.
2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan, staf, orang lain di areanya.
3. Observasi tanda-tanda dan gajala-gejala disorientasi: pertahankan pagar tempat tidur sampai benar-benar sembuh dari anestesia.
4. Pendekatan dari sisi yang tak dioperasi, bicara dan menyentuh sering; dorong orang terdekat tinggal dengan pasien.
5. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur dan iritasi mata, dimana dapat terjadi bila menggunakan tetes mata.
6. Ingatkan pasien menggunakan kacamata katarak yang tujuannya memperbesar kurang lebih 25%, penglihatan perifer hilang, dan buta titik mungkin ada.
7. Letakkan barang yang dibutuhkan/posisi bel pemanggil dalam jangkauan pada sisi yang tak dioperasi.
|
1. Kebutuhan individu dan pilihan intervensi bervariasi sebab kehilangan penglihatan terjadi lambat dan progresif. Bila bilateral, tiap mata dapat berlanjut pada laju yang berbeda, tetapi biasanya hanya satu mata diperbaiki per produser.
2. Memberikan peningkatan kenyamanan dan kekeluargaan. Menurunkan cemas dan disorientasi pascaopera
3. Terbangun dalam lingkungan yang tak dikenal dan mengalami keterbatasan penglihatan dapat mengakibatkan bingung pada orangtua. Menurunkan risiko jatuh bila pasien bingung/tak kenal ukuran tempat tidur.
4. Memberikan rangsang sensori tepat terhadap isolasi dan menurunkan bingung.
5. Gangguan penglihatan/iritasi dapat berakhir 1-2 jam setelah tetesan mata tetapi secara bertahap menurun dengan penggunaan. Catatan: Iritasi local harus dilaporkan ke dokter, tetapi jangan hentikan penggunaan obat sementara.
6. Perubahan ketajaman dan kedalaman persepsi dapat menyebabkan bingung penglihatan/meningkatkan risiko cedera sampai pasien belajar untuk mengkompensasi.
7. Memungkinkan pasien melihat objek lebih mudah dan memudahkan panggilan untuk pertolongan bila diperlikan.
|
4.
|
Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, pengobatan b/d tidak mengenal sumber informasi, salah interpretasi informasi, kurang terpajan/mengingat, keterbatasan kognitif.
|
1. Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit dan pengobatan.
2. Melakukan dengan prosedur benar dan menjelaskan alasan tindakan.
|
Mandiri :
1. Kaji informasi tentang kondisi, prognosis, tipe prosedur/lensa.
2. Tekankan pentingnya evaluasi perawatan rutin. Beritahu untuk melaporkan penglihatan berawan.
3. Informasikan pasien untuk menghindari tetes mata yang dijual bebas.
4. Diskusikan kemungkinan efek atau interaksi antara obat mata dan masalah medis pasien, contoh peningkatan hipertensi, PPOM, diabetes. Ajarkan metode yang tepat memasukkan obat tetes untuk meminimalkan efek sistemik.
5. Anjurkan pasien menghindari membaca, berkedip: mengangkat berat, mengejan saat defekasi, membongkok pada panggul, meniup hidung; penggunaan sprei, bedak bubuk, merokok (sendiri/orang lain).
6. Dorong aktivitas pengalih seperti mendengar radio, berbincang-bincang, menonton televisi.
7. Anjurkan pasien memeriksa ke dokter tentang aktivitas seksual.
8. Tekankan kebutuhan untuk menggunakan kaca pelindung selama hari pembedahan/penutup pada malam.
9. Anjurkan pasien tidur terlentang, mengatur intensitas lampu dan menggunakan kaca mata gelap bila keluar/dalam ruangan terang, keramas dengan kepala kebelakang (bukan kedepan), batuk dengan mulut/mata terbuka.
10. Anjurkan mengatur posisi pintu sehingga mereka terbuka atau tertutup penuh: pindah kan perabot dari lalu lalang.
11. Dorong pemasukan cairan adekuat, makan berserat atau kasar: gunakan pelunak feses yang dijual bebas bila diindikasikan.
12. Identifikasi tanda/gejala memerlukan upaya evaluasi medis, contoh nyeri tajam tiba-tiba, penurunan penglihatan, kelopak bengkak, drainase purulen, kemerahan, mata berair, fotofobia.
|
1. Meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kerja sama dengan program pasca operasi.
2. Pengawasan periodik menurunkan resiko komplikasi serius. Pada beberapa pasien kapsul posterior dapat menebal atau menjadi berkabut dalam dua minggu sampai beberapa tahun pasca operaasi, memerlukan terapi laser untuk memperbaiki defisit penglihatan.
3. Dapat bereaksi silang/campur dengan obat yang diberikan.
4. Penggunaan obat mata topikal, contoh agen simpatomimetik, penyekat beta, dan agen anti kolinergik dapat menyebabkan TD meningkat pada pasien hipertensi; pencetus dispnea pada pasien PPOM; gejala krisis hipoglikemik pada diabetes tergantung pada insulin. Tindakan benar dapat membatasi absorbsi dalam sirkulasi sistemik, meminimalkan masalah seperti interaksi obat dan efek sistemik tak diinginkan.
5. Aktivitas yang menyebabkan mata lelah atau regang, manufer Valsalva, atau meningkatkan TIO dapat mempengaruhi hasil bedah dan mencetuskan pendarahan. Catatan: iritasi pernafasan yang menyebabkan batuk/bersin dapat meningkatkan TIO.
6. Memberikan masukan sensori, mempertahankan rasa normalitas, melalui waktu lebih mudah bila tak mampu menggunakan penglihatan secara penuh. Catatan: menonton televisi frekuensi sedang menuntut sedikit gerakan mata dan sedikit menimbulkan stres dibanding membaca.
7. Dapat meningkatkan TIO, menyebabkan cedera kecelakaan pada mata.
8. Mecegah cedera kecelakaan pada mata dan menurunkan resiko peningkatan TIO sehubungan dengan berkedip atau posisi kepala.
9. Mencegah cedera kecelakaan pada mata.
10. Menurunkan penglihatan perifer atau gangguan kedalaman persepsi dapat menyebabkan pasien jalan ke dalam pintu yang terbuka sebagian atau menabrak perabot.
11. Mempertahankan konsistensi feses untuk menghindari mengejan.
12. Intervensi dini dapat mencegah terjadinya komplikasi serius, kemungkinan kehilangan penglihatan.
|
D. Simulasi pendidikan kesehatan
1. Pencegahan Primer
Bertujuan untuk menghilang faktor resiko terhadap kejadian katarak upaya yang dilakukan antra lain :
a. Selalu gunakan pelindung mata atau sunglass jika beraktivitas di bawah terik matahari.
b. Bagi ibu hamil untuk rutin mengontrol kandungannya guna mencegah terjadinya katarak kongenital pada bayinya.
c. Konsumsi sayuran dan buah-buahan yang mengandung vitamin A, C, D karena baik bagi kesehatan mata.
d. Jangan terlalu banyak mengkonsumsi makanan tinggi lemak dan tinggi karbohidrat karena bisa berpeluang menimbulkan penyakit diabetes melitus yang merupakan faktor penyebab terjadinya katarak.
e. Lakukan gaya hidup sehat dengan pola makan yang seimbang.
2. Pencegahan Sekunder
Merupakan upaya untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh, menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi dan mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya yang dilakukan antara lain :
a. Apabila sudah ada tanda-tanda penyakit tersebut segera dibawa ke RS terdekat.
b. Berikan obat tetes mata untuk mengurangi iritasi mata.
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier adalah mencegah agar tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan memperburuk kondisi pasien mengurangi kematian. Pada pencegahan ini dilakukan upaya untuk mencehgah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan dan pengobatan. Upya yang harus dilakuakan yaitu :
a. Melakuakan pengobatan secara rutin.
b. Apabila obat-obatan sudah habis langsung ke RS untuk mencegah komplikasi penyakit lain.
E. Hasil penelitian berhubungan dengan penyakit mata
Abstrak
Rumah sakit sebagai lembaga penyedia pelayanan kesehatan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk dapat memberikan pelayanan yang bermutu kepada masyarakat. Salah satu aspek dari mutu adalah menyangkut bagaimana pasien ketika datang kepada dokter akan mendapatkan informasi dengan jelas mengenai penyakit yang dideritanya. Walaupun pemberian informasi medis bagi pasien penderita penyakit katarak di rumah sakit umum William Booth telah diupayakan namun jumlah kunjungan pasien rawat jalan mata mengalami penurunan dari tahun 2001 hingga tahun 2005.
Oleh karena kunjungan rawat jalan mata mengalami penurunan maka hal ini juga mempengaruhi jumlah pasien yang akan dioperasi di instalsi bedah sentral rumah sakit umum William Booth . Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis factor-faktor kejelasan informasi medis yang diterima oleh pasien pra operasi katarak di rumah sakit umum William Booth Semarang.
Penelitian ini termasuk kedalam penelitian Observasional dengan survey yaitu penelitian yang menjelaskan hubungan antara variabel bebas dan terikat sedangkan metodenya adalah kuantitatif dan didukung secara kualitatif. Populasi yang digunakan dalam penelitian adalah semua pasien penderita katarak yang dioperasi pada tahun 2005 dengan jumlah 418 pasien sedangkan sampelnya adalah keseluruhan pasien katarak yang diopersi pada bulan mei 2006 dengan jumlah 49 pasien. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat, bivariat dan multivariate.
Analisis chi square untuk bivariat dan regresi logistic untuk multivariate. Hasil dari analisis bivariat menunjukan bahwa semua variabel bebas berhubungan dengan variabel terikat dengan p value masing -masing : Tingkat kegawatan penyakit katarak ( p value = 0,001 ) Komunikasi empati yang dilakukan oleh komunikator tentang penyakit katarak ( p value = 0,035 ), penyampaian pesan oleh komunikator yang mudah dipahami mengenai penyakit katarak ( p value = 0,001 ), umpan balik yang dilakukan oleh komunikator tentang penyakit katarak ( p value = 0,002 ).
Sedangkan dalam analisis multivariate diperoleh hasil bahwa variabel yang paling berpengaruh terhadap kejelasan informasi medis adalah variabel penyampaian pesan oleh komunikator yang mudah dipahami tentang penyakit katarak dan variabel lainya tidak memiliki pengaruh. Komunikator yang memiliki penyampaian pesan yang mudah dipahami tentang penyakit katarak yang masuk dalam kategori kurang, memiliki resiko 28 kali lebih besar dari komunikator yang memiliki penyampaian pesan yang mudah dipahami tentang penyakit katarak yang masuk dalam kategori baik. Adanya variabel kontrol baik itu usia, tingkat pendidikan dan kelas perawatan responden dalam penyampaian pesan oleh komunikator yang mudah dipahami terhadap kejelasan informasi medis memiliki kekuatan pengaruh Kesimpulan dari penelitian ini adalah :Ada pengaruh antara penyampaian pesan yang mudah dipahami dengan OR 27, 678 terhadap kejelasan informasi medis yang diterima oleh pasien pra operasi katarak di rumah sakit umum William Booth Semarang.
Sedangkan saranya adalah perlu ditingkatkan metode penyampaian pesan yang mudah dipahami oleh komunikator tentang penyakit katarak agar para pasien akan lebih lagi mendapatkan kejelasan informasi medis yang mereka perlukan.
F. Prinsip legal dan etis berhubungan dengan penyakit mata
1. Accountability
Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap segala tindakan yang dilakukan. Pada kasus ini, perawat bertanggung jawab atas mulai dari proses pengkajian, membuat diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan hingga segala informasi mengenai penatalaksaan pembedahan, baik sebelum pembedahan, saat pembedahan dan pasca pembedahan.
2. Confidentiality
Perawat selelu menjaga kerahasiaan info yang berkaitan dengan kesehatan pasien termasuk info yang tertulis, verbal dsb. Semua tindakan yang akan dilakukan mesti diberitahukan keluarga klien
3. Respect for autonomi
Setiap individu harus memiliki kebebasan untuk memilih rencana mereka sendiri. Perawat memberikan inform consen tentang asuhan yang akan diberikan, tujuan , manfaat dan prosedur tindakan. Sehingga, perawat semestinya tidak marah saat keluarga menanyakan status kesehatan klien, karena itu merupakan kebebasan keluarga untuk mengetahui semua tindakan yang akan dilakukan. Inform consent dilakukan saat pengkajian, sebelum pembedahan, saat akan di operasi dan setelah pembedahan.
Penting bagi perawat juga untuk memberikan health education dalam mendukung pross penyembuhan klien
Penting bagi perawat juga untuk memberikan health education dalam mendukung pross penyembuhan klien
4. Beneficience
Meningkatkan kesejahteraan klien dengan cara melindungi hk-hak klien. Dalam kasus ini, perawat dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya untuk menentukan terapi farmakologik, nutrisi yang diberikan baik sebelum pembedahan seperti nutrisi parenteral dan sesudah pembedahan
5. Non-malefisience
Kewajiban bagi perawat untuk tidak menimbulkan injury pada klien. Dalam kasus ini, perawat perlu melakukan pengkajian fisik, terapi farmakologik yang benar, nutrisi dan segala tindakan selama proses pembedahan hingga pasca pembedahan
Kewajiban bagi perawat untuk tidak menimbulkan injury pada klien. Dalam kasus ini, perawat perlu melakukan pengkajian fisik, terapi farmakologik yang benar, nutrisi dan segala tindakan selama proses pembedahan hingga pasca pembedahan
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Scenario kasus 2
Seorang wanita berusia 63 tahun saat ini sedang menjalani perawatan di salah satu RS mata terkenal di Bandung di Ruang perawatan VIP sejak 2 hari yang lalu dan saat ini dalam persiapan operasi. Wanita tersebut masuk ke RS dengan keluhan mengalami penurunan penglihatan sejak 4 bulan yang lalu. Penglihatan kabur , tidak perih ,tidak nyeri, mata tidak merah,tidak terdapat kotoran mata. Pasien juga tidak mengeluh silau. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan perawat didapatkan data : riwayat hipertensi (+) dan berdasarkan pemeriksaan terakhir menunjukan 120/80 mmHg. Pasien sudah pernah berobat ke mantra dan kemudian di beri obat tetes mata namun tak kunjung memebaik. Pada pemeriksaan mata , tampak pada kedua mata segmen depan dalam batas normal, didapatkan kekeruhan padat pada seluruh bagian lensa. Shadow test positif pada kedua mata. Pemeriksaan visus menunjukan mata kanan 1/300 dan mata kiri 1/300 pada lambaian tangan. Berdasarkan pemeriksaan Dokter ahli mata, persepsi warna kedua mata baik dan tekanan intraokuli kedusn mata dalam batas normal. Selama 3 hari perawatan, pasien mendapatkan terapi cairan di tambah dengan antioksidan, obat penenang, dan obat penurun tekanan darah berdasakan hasil konsultasi dengan ahli penyakit dalam. Karena dalam Persiapan operasi , pasien merasa cemas sehingga tekanan darah tidak stabil. Dokter merencanakan operasi pada 2 hari mendatang setelah ada perbaikan kondisi umum. Pihak keluarga merasa khawatir terhadap rencana tindakan operasi terutama terkait masalah keberhasilan operasi dan usia pasien.
Pertanyaan Kasus !
1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus di atas, coba diskusikan system organ apa yang terkait masalah di atas ? Jelaskan dengan menggunakan peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta mekanisme fisiologis system organ itu bekerja !
2. Coba identifikasi diagnosis keperawatan utama pada pasien dalam kasus tersebut?
3. Coba saudara buat clinical pathway dari masalah keperwatan utama pada kasus diatas?
4. Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya di lakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pasien dan keluarga pasien di atas?
B. Jawaban kasus
1. Organ yang terkait pada kasus diatas adalah organ penglihatan yaitu mata.
a. Eye ball (Bulbulus Okuli)
Bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar.
Bola mata dibagi menjadi 3 lapisan, dari luar ke dalam yaitu tunica fibrosa, tunica vasculosa, dan tunica nervosa.
1) Tunica Vibrosa.
Tunica vibrosa terdiri dari sklera, sklera merupakan lapisan luar yang sangat kuat. Sklera berwarna putih putih, kecuali di depan. Pada lapisan ini terdapat kornea, yaitu lapisan yang berwarna bening dan berfungsi untuk menerima cahaya masuk kemudian memfokuskannya. Untuk melindungi kornea ini, maka disekresikan air mata sehingga keadaannya selalu basah dan dapat membersihkan dari debu. Pada batas cornea dan sclera terdapat canalis schlemm yaitu suatu sinus venosus yang menyerap kembali cairan aquaus humor bola mata.
2) Tunica Vasculosa.
Tunica vasculosa merupakan bagian tengah bola mata, urutan dari depan ke belakang terdiri dari iris, corpus ciliaris dan koroid. Koroid merupakan lapisan tengah yang kaya akan pembuluh darah, lapisan ini juga kaya akan pigmen warna. Daerah ini disebut Iris. Coba Anda perhatikan mata orang Indonesia dengan orang-orang dari Negara barat! Apakah perbedaannya? Tentunya pada warna. Orang Indonesia biasanya bermata hitam atau coklat, adapun orang barat biasanya berwarna biru atau hijau. Nah, di bagian irislah terdapatnya perbedaan ini karena di tempat ini memiliki pigmen warna.
Bagian depan dari lapisan iris ini disebut Pupil yang terletak di belakang kornea tengah. Pengaruh kerja ototnya yaitu melebar dan menyempitnya bagian ini. Coba Anda masuk ke dalam suatu kamar yang gelap gulita, maka Anda akan berusaha melihat dengan melebarkan mata agar cahaya yang masuk cukup. Pada kondisi ini disebut dengan dilatasi, demikian sebaliknya jika Anda berada pada ruangan yang terlalu terang maka Anda akan berusaha untuk menyempitkan mata karena silau untuk mengurangi cahaya yang masuk yang disebut dengan konstriksi. Pada sebuah kamera, pupil ini diibaratkan seperti diafragma yang dapat mengatur jumlah cahaya yang masuk.
Di sebelah dalam pupil terdapat lensa yang berbentuk cakram otot yang disebutMusculus Siliaris. Otot ini sangat kuat dalam mendukung fungsi lensa mata, yang selalu bekerja untuk memfokuskan penglihatan. Seseorang yang melihat benda dengan jarak yang jauh tidak mengakibatkan otot lensa mata bekerja, tetapi apabila seseorang melihat benda dengan jarak yang dekat maka akan memaksa otot lensa bekerja lebih berat karena otot lensa harus menegang untuk membuat lensa mata lebih tebal sehingga dapat memfokuskan penglihatan pada benda-benda tersebut.
Pada bagian depan dan belakang lensa ini terdapat rongga yang berisi caira bening yang masing-masing disebut Aqueous Humor dan Vitreous Humor. Adanya cairan ini dapat memperkokoh kedudukan bola mata
3) Tunica Nervosa.
Tunica nervosa (retina) merupakan reseptor pada mata yang terletak pada bagian belakang koroid. Bagian ini merupakan bagian terdalam dari mata. Lapisan ini lunak, namun tipis, hampir menyerupai lapisan pada kulit bawang. Retina tersusun dari sekitar 103 juta sel-sel yang berfungsi untuk menerima cahaya. Di antara sel-sel tersebut sekitar 100 juta sel merupakan sel-sel batang yang berbentuk seperti tongkat pendek dan 3 juta lainnya adalah sel konus (kerucut). Sel-sel ini berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih, dan sangat peka pada sedikit cahaya.
a) Sel Batang tidak dapat membedakan warna, tetapi lebih sensitif terhadap cahaya sehingga sel ini lebih berfungsi pada saat melihat ditempat gelap. Sel batang ini mengandung suatu pigmen yang fotosensitif disebut rhodopsin. Cahaya lemah seperti cahaya bulan pun dapat mengenai rhodopsin. Sehingga sel batang ini diperlukan untuk penglihatan pada cahaya remang-remang.
b) Sel Kerucut atau cone cell mengandung jenis pigmen yang berbeda, yaituiodopsin yang terdiri dari retinen. Terdapat 3 jenis iodopsin yang masing-masing sensitif terhadap cahaya merah, hijau dan biru. Masing-masing disebut iodopsin merah, hijau dan biru. Segala warna yang ada di dunia ini dapat dibentuk dengan mencamputkan ketiga warna tersebut. Sel kerucut diperlukan untuk penglihatan ketika cahaya terang.
Signal listrik dari sel batang dan sel kerucut ini akan di teruskan melalui sinap ke neuron bipolar, kemudian ke neuron ganglion yang akan membentuk satu bundel syaraf yaitu syaraf otak ke II yang menembus coroid dan sclera menuju otak. Bagian yang menembus ini disebut dengan discus opticus, dimana discus opticus ini tidak mengandung sel batang dan sel kerucut, maka cahaya yang jatuh ke discus opticus tidak akan terlihat apa-apa sehingga disebut dengan bintik buta.
Beberapa otot bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf lainnya.
1) Saraf optikus membawa gelombang saraf yang dihasilkan di dalam retina ke otak.
2) Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata oleh kelenjar air mata.
3) Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian mata yang lain dan merangsang otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.
b. Okuli Assesorius (Organ Tambahan Mata)
Alat-alat tambahan mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata dan aparatus lakrimalis.
1) Alis terdiri dari rambut kasar yang terletak melintang di atas mata, fungsinya untuk melindungi mata dari cahaya dan keringat juga untuk kecantikan.
2) Kelopak mata ada 2, yaitu atas dan bawah. Kelopak mata atas lebih banyak bergerak dari kelopak yang bawah dan mengandung musculus levator pepebrae untuk menarik kelopak mata ke atas (membuka mata). Untuk menutup mata dilakukan oleh otot otot yang lain yang melingkari kelopak mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi. Ruang antara ke-2 kelopak disebut celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan “melotot” atau “sipit” nya seseorang. Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan disebut caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar sebacea (minyak) dan sudorifera (keringat).
3) Bulu mata ialah barisan bulu-bulu terletak di sebelah anterior dari kelenjar Meibow. Kelenjar sroacea yang terletak pada akar bulu-bulu mata disebut kelenjar Zeis. Infeksi kelenjar ini disebut Lordholum (bintit).
4) Apparatus lacrimalis terdiri dari kelenjar lacrimal, ductus lacrimalis, canalis lacrimalis, dan ductus nassolacrimalis.
5) Kavum orbita (rongga mata)
6) Otot mata (muskulus okuli) :
a) Muskulus rektus superior yaitu menggerakan mata ke atas.
b) Muskulus rektus inferior yaitu mengerakan mata ke bawah
c) Muskulus levator palpebralis superior inferior.
d) Muskulus orbikularis okuli otot lingkar mata
e) Muskulus rektus okuli inferior (otot disekitar mata)
f) Muskulus rektus okuli medial (otot disekitar mata)
g) Muskulus obliques okuli inferior
h) Muskulus obliques okuli superior.
Fisiologi Sistem Penglihatan
Cahaya merupakan salah satu dari suatu spektrum gelombang elektromagnetik. Panjang gelombang cahaya adalah 400-700nm yang dapat merangsang sel batang (rod cell) dan kerucut (cone cell) sehingga dapat terlihat oleh kita. Gelombang cahaya antara 400-700nm ini akan terlihat sebagai suatu spectrum.
Apabila ada rangsang cahaya masuk ke mata maka rangsang tersebut akan diteruskan mulai dari kornea, aqueous humor, pupil, lensa, vitreous humor dan terakhir retina. Kemudian akan diteruskan ke bagian saraf penglihat atau saraf optik yang berlanjut dengan lobus osipital sebagai pusat penglihatan pada otak besar. Bagian lobus osipital kanan akan menerima rangsang dari mata kiri dan sebaliknya lobus osipital kiri akan menerima rangsang mata kanan. Di dalam lobus osipital ini rangsang akan diolah kemudian diinterpretasikan. Sehingga apabila seseorang mengalami kecelakaan dan mengalami kerusakan lobus osipital ini maka dia akan mengalami buta permanen, walaupun bola matanya sehat.
a. Pembiasan cahaya dari suatu benda akan membentuk bayangan benda jika cahaya tersebut jatuh di bagian bintik kuning pada retina, karena cahaya yang jatuh pada bagian ini akan mengenai sel-sel batang dan kerucut yang meneruskannya ke saraf optik dan saraf optik meneruskannya ke otak sehingga terjadi kesan melihat. Sebaliknya, bayangan suatu benda akan tidak nampak, jika pembiasan cahaya dari suatu benda tersebut jatuh di bagian bintik buta pada retina
2. Diagnose utama pada kasus diatas adalah:
Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan ditandai dengan :
DS : pasien merasa cemas
DO : tekanan darah tidak stabil
3. Pathway masalah keperawatan pada kasus diatas adalah :
4. Tindakan-tindakan dan intervensi keperawatan yang dapat dilakukan seorang perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama pasien dan keluarga pasien pada kasus diatas adalah :
No
|
Diagnose keperawatan
|
Tujuan/criteria evaluasi
|
Intervensi
|
Rasional
|
1.
|
Kecemasan b/d kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan pembedahan
|
1. Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
2. Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada tingkat dapat diatasi.
3. Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan
|
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat adanya tanda- tanda verbal dan nonverba.
2. Beri kesempatan pasien untuk mengungkapkan isi pikiran dan perasaan takutnya.
3. Observasi tanda vital dan peningkatan respon fisik pasien.
4. Beri penjelasan pasien tentang prosedur tindakan operasi, harapan dan akibatnya.
5. Beri penjelasan dan suport pada pasien pada setiap melakukan prosedur tindakan
6. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien terhadap ruangan, petugas, dan peralatan yang akan digunak
|
1. Derajat kecemasan akan dipengaruhi bagaimana informasi tersebut diterima oleh individu.
2. Mengungkapkan rasa takut secara terbuka dimana rasa takut dapat ditujukan.
3. Mengetahui respon fisiologis yang ditimbulkan akibat kecemasan.
4. Meningkatkan pengetahuan pasien dalam rangka mengurangi kecemasan dan kooperatif.
5. Mengurangi kecemasan dan meningkatkan pengetahuan .
6. Mengurangi perasaan takut dan cemas.
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat kedua-duanya yang biasanya mengenai kedua mata dan berjalan progresif (Mansjoer,2000).
Katarak dapat diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, katarak senile, katarak juvenile dan katarak komplikata. Penyebab dari katarak adalah usia lanjut (senile) tapi dapat terjadi secara kongenital akibat infeksi virus dimasa pertumbuhan janin, genetik, dan gangguan perkembangan, kelainan sistemik, atau metabolik, seperti diabetes melitus, galaktosemi, atau distrofi mekanik, traumatik: terapi kortikosteroid, sistemik, rokok, dan konsumsi alkohol meningkatkan resiko katarak.
Gejala umum gangguan katarak meliputi penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek, peka terhadap sinar atau cahaya, dapat melihat doubel pada satu mata, memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca, lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Komplikasi katarak adalah glaukoma, infeksi pasca operasi, perdarahan dan edema. Tidak ada terapi obat untuk katarak. Jenis pembedahan untuk katarak mencakup extracapsular cataract extractive (ECCE) dan intracapsular cataract extractive (ICCE).
B. Saran
Untuk menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan katarak sebaiknya perawat mengkaji masalah yang ada pada klien. Disamping itu, pengetahuan, sikap dan keterampilan perawat juga diperlukan untuk memberikan asuhan keperawatan sesuai rencana dan keadaan klien secara utuh, terencana dan sistematis.
DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin,Drs.H.2006.Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi 3.Jakarta:EGC.
Doengoes, Marilynn. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta; EGC
Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 Jilid 1. Jakarta; Media Aesculapius Fakultas Kedokteran UI
Smeltzer,Suzanne. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8 Volume 3. Jakarta; EGC
Istiqomah, Indriana. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata. Jakarta; EGC
Jurnal Manajemen & Administrasi Rumah Sakit Indonesia, 2004
Legal Brief, American Association of Nurse Anesthesi , June 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar