BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Osteomyelitis merupakan suatu keradangan difus yang mengenai periosteum, tulang kortikal, dan komponen-komponen tulang kanselus. Osteomyelitis dikelompokkan menjadi akut atau kronis, supuratif atau non-supuratif, sklerotik, dan berdasarkan etiologi spesifiknya (tuberculosis, aktinomikosis, atau radiasi). Invasi bacterial pada tulang berasal dari organism yang terdapat pada abses atau selulitis yang terjadi di dekatnya, inokulasi melalui tindakan bedah atau trauma atau penyebaran hematogen. Organism penyebab adalah staphylococcus, dan osteomyelitis dahulu diduga merupakan furunkel pada tulang. Pemeriksaan kultur yang lebih lengkap sering mengungkapkan adanya infeksi polibakterial dan kemungkinan terlibatnya kuman anaerob.
Pada kasus tertentu perlu dilakukan kultur beberapa kali khususnya pada infeksi yang telah berlangsung sangat lama. Di antara kondisi-kondisi sistemik yang merupakan predisposisi osteomyelitis kronis adalah penyakit paget pada tulang, atau anemia sel sabit. Pada kedua penyakit tersebut, perubahan patologis pada tulang akan mengurangi ketabahan lokalnya, seperti berkurangnya vaskularisasi yang mengakibatkan gangguan mekanisme pertahanan local
Diagnosis dini osteomielitis sangat sulit pada pasien dengan nyeri ekstremitas dan riwayat cidera, yang nyerinya cenderung dikaitkan dengan trauma tersebut. riwayat cedera umumnya terdapat pada pasien osteomielitis. pada salah satu penelitian 35% pasien pernah mengalami trauma pada tulang yang terkena osteomielitis. riwayat trauma sebelumnya dapat terjadi kebetulan dan tidak berhubungan. tetapi sekarang sudah diketahui bahwa trauma dapat menjadi faktor penyebab terjadinya osteomielitis.(http://www.tempo.co.id/medika/arsip/112002/sar-1.html.
Beberapa tahun belakangan ini, insiden osteomielitis telah menurun, mungkin disebabkan oleh perbaikan kesehatan umum dan perbaikan fasilitas medik. sekali menderita penyakit ini, sulit untuk memberantasnya. penyakit ini sulit diobati karena dapat terbentuk abses lokal. abses tulang biasanya memiliki pendarahan yang sangat kurang, dengan demikian penyampaian sel – sel imun dan antibiotik terbatas.(elizabeth j. corwin, 2001, hal. 301)
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui gambaran umum mengenai Osteomielitis meliputi konsep dasar (anatomi fisiologi, definisi, etiologi, patofisiologi, patoflow, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan penunjang, serta penatalaksanaan medis), asuhan keperawatan secara teori (pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi), tinjauan kasus dan pembahasan kasus.
2. Tujuan Khusus
a Mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan kasus Osteomielitis pada gangguan system musculoskeletal
b Mampu melakukan pendidikan kesehatan pada pasien dengan kasus Osteomielitis pada gangguan system musculoskeletal
c Mampu mengidentifikasi masalah-masalah penelitian yang berhubungan dengan kasus gangguan sistem muskuloskeletal dan menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi masalah dengan kasus gagguan system muskuloskeletal
d Mampu melakukan fungsi advokasi pada kasus dengan kasus Osteomielitis pada gangguan system musculoskeletal
e Mampu mendemonstrasikan intervensi keperawatan kasus Osteomielitis pada gangguan system musculoskeletal
C. Rumusan Masalah
Dilihat dari latar belakang, didapatkan rumusan masalah sebagai berikut: “Bagaimana melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system musculoskeletal (Osteomielitis ) pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek legal dan etis”.
D. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah pengumpulan data, yaitu studi kepustakaan untuk mendapatkan sumber-sumber teoritis yang berhubungan dengan asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system muskuloskeletal.
Sistematika Penulisan digunakan untuk menyusun urutan makalah secara lebih rinci dan jelas, untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dari penulisan makalah ini, maka penulis menguraikan sebagai berikut :
BAB I Pendahuluan, meliputi Latar Belakang, Tujuan, Rumusan Masalah, Metode Penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis, meliputi Anatomi dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal, Konsep Penyakit (LP Kasus), Konsep Askep ( Pengkajian – Evaluasi), Identifikasi Masalah - Masalah Penelitian yang b.d Kasus ( Telaah Jurnal ), Fungsi Advokasi sesuai dengan Kasus.
BAB III Pembahasan Kasus, meliputi Scenario Kasus 3 dan Jawaban Scenario.
BAB IV Penutup, meliputi Kesimpulan dan Saran.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan bertanggung jawab terhadap pergerakan. Komponen utama system musculoskeletal adalah jaringan ikat. Sistem ini terdiri dari tulang, sendi, otot, tendon, ligament, bursae, dan jaringan-jaringan khusus yang menghubungkan struktur-struktur ini.
1. Tulang
a. Bagian-bagian utama tulang rangka
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup yang akan suplai saraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin anorganik (terutama garam-garam kalsium) yang membuat tulang keras dan kaku, tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah jaringan fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis.
Klasifikasi tulang pada orang dewasa digolongkan pada dua kelompok yaitu axial skeleton dan appendicular skeleton.
1. Axial Skeleton (80 tulang)
| ||
1. Tengkorak
|
22 buah tulang
| |
Tulang cranial (8 tulang)
|
· Frontal 1
· Parietal 2
· Occipital 1
· Temporal 2
· Sphenoid 1
· Ethmoid 1
| |
Tulang fasial (13 tulang)
|
· Maksila 2
· Palatine 2
· Zygomatic 2
· Lacrimal 2
· Nasal 2
· Vomer 1
· Inferior nasal concha 2
| |
Tulang mandibula (1 tlng)
|
1
| |
2. Tulang telinga tengah
|
· Malleus 2
· Incus 2
· Stapes 2
|
6 tulang
|
3. Tulang hyoid
|
1 tulang
| |
4. Columna vertebrae
|
· Cervical 7
· Thorakal 12
· Lumbal 5
· Sacrum (penyatuan dari 5 tl) 1
· Korkigis (penyatuan dr 3-5 tl) 1
|
26 tulang
|
5. Tulang rongga thorax
|
· Tulang iga 24
· Sternum 1
|
25 tulang
|
2. Appendicular Skeleton (126 tulang)
| ||
Pectoral girdle
|
· Scapula 2
· Clavicula 2
|
4 tulang
|
Ekstremitas atas
|
· Humerus 2
· Radius 2
· Ulna 2
· Carpal 16
· Metacarpal 10
· Phalanx 28
|
60 Tulang
|
Pelvic girdle
|
· Os coxa 2 (setiap os coxa terdiri dari penggabungan 3 tulang)
|
1 tulang
|
Ekstremitas bawah
|
· Femur 2
· Tibia 2
· Fibula 2
· Patella 2
· Tarsal 14
· Metatarsal 10
· Phalanx 28
|
60 tulang
|
Total
|
206 tulang
|
Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah :
1) Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan memberi bentuk tubuh
2) Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang melekat padanya.
3) Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain
4) Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum merah tulang tertentu.
b. Struktur tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi :
1) Tulang panjang ditemukan di ekstremitas
2) Tulang pendek terdapat di pergelangan kaki dan tangan
3) Tulang pipih pada tengkorak dan iga
4) Tulang ireguler (bentuk yang tidak beraturan) pada vertebra, tulang-tulang wajah, dan rahang.
Seperti terlihat pada gambar di bawah ini, lapisan terluar dari tulang (cortex) tersusun dari jaringan tulang yang padat, sementara pada bagian dalam di dalam medulla berupa jaringan sponge. Bagian tulang paling ujung dari tulang panjang dikenal sebagai epiphyse yang berbatasan dengan metaphysis. Metaphysis merupakan bagian dimana tulang tumbuh memanjang secara longitudinal. Bagian tengah tulang dikenal sebagai diaphysis yang berbentuk silindris.
Unit struktural dari cortical tulang compacta adalah system havers, suatu jaringan (network) saluran yang kompleks yang mengandung pembuluh-pembuluh darah mikroskopis yang mensuplai nutrient dan oksigen ke tulang, lacuna, dan ruang-ruang kecil dimana osteosit berada.
Jaringan lunak di dalam trabeculae diisi oleh sumsum tulang : sumsum tulang merah dan kuning. Sumsum tulang merah berfungsi dalam hal hematopoesis, sementara sumsum kuning mengandung sel lemak yang dapat dimobilisasi dan masuk ke aliran darah. Osteogenic cells yang kemudian berdiferensiasi ke osteoblast (sel pembentuk tulang) dan osteoclast (sel penghancur tulang) ditemukan pada lapisan terdalam dari periosteum. Periosteum adalah lembar jaringan fibrosa dan terdiri atas banyak pembuluh darah.
Vaskularisasi, tulang merupakan jaringan yang kaya akan vaskuler dengan total aliran darah sekitar 200 sampai 400 cc/menit. Setiap tulang memiliki arteri penyuplai darah yang membawa nutrient masuk didekat pertengahan tulang, kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh-pembuluh darah mikroskopis. Pembuluh darah ini mensuplai cortex, marrow, dan system haverst.
Persarafan, serabut syaraf sympathetic dan afferent (sensori) mempersyarafi tulang. Dilatasi kapiler darah dikontrol oleh syaraf symphatetic, sementara serabut syaraf afferent mentransmisikan rangsangan nyeri.
c. Perkembangan dan pertumbuhan tulang
Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
1) Tulang didahului oleh model kartilago.
2) Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus. Kartilago dalam korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan meninggalkan ruang-ruang.
3) Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh sel-sel pembentuk tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-sel pengikis tulang (osteoklast). Tulang berada dalam lapisan tak teratur dalam bentuk kartilago.
4) Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada epifisis yang menghasilkan tiga pusat osifikasi.
5) Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran kartilago yang sehat dan hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-sel kartilago memisah secara vertical. Pada awalnya setiap sel meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong sel-sel yang lebih tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua runag mebesar untuk membentuk lorong-lorong vertical dalm kartilago yang mengalami degenerasi. Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel pembentuk tulang.
6) Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis berfusi dengan korpus.
Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai berikut :
1) Kalsium dan posfor, tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor. Konsentrasi kalsium dan posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai contoh, apabila kadar kalsium tubuh meningkat maka kadar posfor akan berkurang.
2) Calcitonin, diproduksi oleh kelenjar typoid memilki aksi dalam menurunkan kadar kalsium serum jika sekresinya meningkat diatas normal.
3) Vitamin D, penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan osteomalacia pada usia dewasa.
4) Hormon paratiroid (PTH), saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi hormone paratiroid akan meningkat dan menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan kalsium kedalam darah.
5) Growth hormone (hormone pertumbuhan), bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan jumlah matrik tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
6) Glukokortikoid, adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.
7) Sex hormone, estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat peran hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat menopause, wanita sangat rentan terhadap menurunnya kadar estrogen dengan konsekuensi langsung terhadap kehilangan masa tulang (osteoporosis). Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan meningkatkan masa tulang.
d. Penyembuhan tulang
Ada beberapa tahap dalam penyembuhan tulang, antara lain:
1) Inflamasi
Dengan adanya patah tulang, tubuh mengalami respon yang sama dengan bila ada cedera di lain tempat dalam tubuh. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan terjadi pembentukan hematoma pada tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedera kemudian akan diinvasi oleh makrofag. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
2) Proliferasi Sel
Dalam sekitar 5 hari, hematom akan mengalami organisasi. Terbentuk benang-benang fibrin dalam jendolan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi dan invasi fibroblas dan osteoblast, yang akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patah tulang. Terbentuknya jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan (osteoid) dari periosteum tampak pertumbuhan melingkar.
3) Pembentukan Kalus
Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrosa, tulang rawan dan tulang serat imatur. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan pengrusakan tulang dan pergeseran tulang. Perlu waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrosa.
4) Osifikasi
Pembentukan kalus mengalami penulangan dalam 2-3 minggu patah tulang melalui proses penulangan endokondral. Mineral terus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Pada patah tulang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu 3sampai 4 bulan.
5) Remodeling
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, tergantung beratnyamodifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan konselus, serta stress fungsional pada tulang.
e. Nama-nama tulang pada tubuh
1) Cranium (tengkorak)
2) Mandibula (tulang rahang)
3) Clavicula (tulang selangka)
4) Scapula (tulang belikat)
5) Sternum (tulang dada)
6) Rib (tulang rusuk)
7) Humerus (tulang pangkal lengan)
8) Vertebra (tulang punggung)
9) Radius (tulang lengan)
10) Ulna (tulang hasta)
11) Carpal (tulang pergelangan tangan)
12) Metacarpal (tulang telapak tangan)
13) Phalanges (ruas jari tangan dan jari kaki)
14) Pelvis (tulang panggul)
15) Femur (tulang paha)
16) Patella (tulang lutut)
17) Tibia (tulang kering)
18) Fibula (tulang betis)
19) Tarsal (tulang pergelangan kaki)
20) Metatarsal (tulang telapak kaki)
f. Gerakan Tulang
1) Fleksi adalah gerakan yang memperkecil sudut antara dua tulang atau dua bagian tubuh.
a) Dorsofleksi adalah gerakan menekuk telapak kaki di pergelangan ke arah depan
b) Plantar fleksi adalah gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan kaki
2) Ekstensi adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang atau dua bagian tubuh
a) Ekstensi adalah tubuh kembali ke posisi anatomis
b) Hiperekstensi mengacu pada gerakan yang memperbesar sudut pada bagian-bagian tubuh melebihi 180o
3) Abduksi adalah gerakan tubuh menjauhi garis lurus tubuh
4) Aduksi adalah gerakan bagian tubuh saat kembali ke aksis utama tubuh atau aksis longitudinal tungkai
5) Rotasi adalah gerakan tulang yang berputar di sekitar aksis pusat tulang itu sendiri tanpa mengalami dislokasi lateral
a) Pronasi adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis, yang mengakibatkan talapak tangan menghadap ke belakang
b) Supinasi adalah rotasi lateral lengan bawah yang mengakibatkan telapak tangan mengahadap ke depan
6) Sirkumduksi adalah kombinasi dari semua gerakan angular dan berputar untuk membuat ruang berbentuk kerucut, seperti saat mengayunkan lengan membentuk putaran
7) Inversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap ke dalam atau medial
8) Eversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap ke arah luar
9) Protraksi adalah memajukan bagian tubuh seperti saat menonjolkan rahang bawah ke depan
10) Retraksi adalah gerakan menarik bagian tubuh ke belakang seperti saat meretraksi mandibula
11) Elevasi adalah pergerakan struktur ke arah superior, seperti saat mengatupkan mulut dan mengangkat bahu
12) Depresi adalah menggerakkan suatu struktur ke arah inferior, seperti saat membuka mulut
g. Ekstremitas atas
Ekstremitas superior dapat dianggap sebagai pengungkit bersendi banyak yang dapat bergerak bebas pada tubuh melalui articulation humeri. Pada ujung distal ekstremitas superior terdapat organ yang penting, yaitu tangan. Banyak fungsi penting dari tangan bergantung pada fungsi pollex yang seperti penjepit, yang memungkinkan seseorang mencengkeram benda diantara pollex dan index.
Ekstremitas superior dapat di bagi menjadi bahu (hubungan antara tubuh dan lengan atas), lengan atas, siku, lengan bawah, regio carvalis, dan tangan.
Gambar 2.1
Ekstremitas atas
Tulang Gelang Bahu dan Lengan Atas
Gelang bahu terdiri atas clavicula dan scapula, yang bersendi satu sama lain pada articulation acromioclavicularis.
1) Clavicula
Clavicula adalah tulang panjang yang terletak horizontal di daerah pangkal leher. Tulang ini bersendi dengan sternum dan cartilage costalis 1 di sebelah medial, dan dengan acromion di sebelah lateral. Clavicula bekerja sebagai sebuah penyanggah pada waktu lengan atas bergerak menjauhi tubuh. Clavicula juga berperan menyalurkan gaya dari lengan atas ke skeleton axiale, dan merupakan tempat melekatnya otot. Clavicula terletak subkutan menurut arah panjangnya: dua pertiga medialnya cembung kedepan dan sepertiga lateralnya cekung ke depan. Musculi dan ligamenta penting yang melekat pada clavicula.
Gambar 2.2
Clavicula
2) Scapula
Scapula adalah tulang pipih berbentuk segitga yang terdapat pada dinding posterior thorax di antara iga II sampai VII. Pada permukaan posterior, spina scapulae menonjol ke belakang.
Ujung lateral spina scapulae bebas dan membentuk acromion, yang bersendi dengan clavicula. Angulus superolateralis scapulae membentuk cavitas atau fossa glenoidalis yang berbentuk seperti buah pir dan bersendi dengan caput humeri pada articulatio humeri. Processus coracoideus menonjol ke atas dan depan di atas cavitas glenoidalis dan merupakan tempat melekatnya otot dan ligamentum. Medial terhadap basis processus coracoideus terdapat incisura suprascapularis.
Permukaan anterior scapula cekung dan membentuk fossa subscapularis. Permukaan posterior scapula di bagi dua oleh spina scapulae menjadi fossa supraspinata di atas dan fossa infraspinata di bawah. Angulus inferior scapulae dapat di palpasi dengan mudah pada orang hidup dan merupakan petunjuk posisi iga ketujuh dan processus spinosus vertebrae thoracicae 7
Gambar 2.3
Scapula
3) Humerus
Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri serta dengan radius dan ulna pada articulatio cubiti. Ujung atas humerus mempunyai sebuah caput, yang membentuk sekitar sepertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapulae. Tepat di bawah caput humeri terdapat collum anatomicum. Di bawah collum terdapat tuberculum majus dan minus yang di pisahkan satu sama lain oleh sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri terdapat penyempitan disebut collum chirurgicum. Sekitar pertengahan permukaan lateral corpus humeri terdapat peninggian kasar yang disebut tuberositas deltoidea. Di belakang dan di bawah tuberositas terdapat sulcus spiralis yang ditempati oleh nervus radialis.
Ujung bawah humerus mempunyai epicondylus medialis dan lateralis untuk tempat lekat musculi dan ligamenta, capitulum humeri yang bulat bersendi dengan caput radii, dan trochlea humeri yang berbentuk katrol untuk bersendi dengan incisura trochlearis ulnae.di atas capitullum terdapat fossa radialis, yang menerima caput radii pada saat siku difleksiokan. Di anterior, diatas trochlea terdapat fossa coronoidea , yang selama pergerakan yang sama menerima processus coronoideus ulnae. Di posterior, di atas trochlea , terdapat fossa olecrani, yang bertemu dengan olecranon pada waktu sendi siku pada extensio.
Gambar 2.4
Humerus
4) Axilla
Axilla atatu ketiak adalah suatu ruangan berbentuk piramid yang terletak di antara bagian atas lengan atas dan sis lateral thorax. Axilla merupakan tempat lewat yang penting bagi saraf, pembuluh darah, dan pembuluh limf waktu lalat – alat ini berjalan dari pangkal leher ke eksteremitas superior. Puncak dari axilla, atau apex, mengarah ke pangkal leher, dan di batasi di depan oleh clavicula, di belakang oleh pinggir atas scapula, dan di medial oleh sisi luar costa. Ujung bawah, atau basis di depan di batasi oleh plica axillaris anterior (di bentuk oleh pinggir musculus pectolaris major), di belakang oleh plica axillaries posterior (dibentuk oleh tendo musculi latissimus dorsi dan musculus teres major) dan medial oleh dinding thorax. (Richard S. Snell, MD, PhDAnatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran)
Tulang Lengan Bawah
Lengan bawah terdiri dari 2 tulang yaitu Radius dan Ulna.
1) Radius
Radius adalah tulang lateral lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan ulna pada articulatio radioulnaris proksimal. Ujung distalnya bersendi dengan os Scaphoideum dan lunatum pada articulatio radiocarpalis dan dengan ulna pada articulatio radioulnaris distal.
Pada ujung atas radius terdapat caput yang berbentuk bulat kecil. Permukaan atas caput cekung dan bersendi dengan capitulum humeri yang cembung. Circumferentia articulare radii bersendi dengan incisura radialis ulnae. Dibawah caput tulang menyempit membentuk collum. Dibawah cullom terdapat tuberositas bicipitalis / tuberositas radii yang merupakan tempat insertio musculus biceps.
Corpus radii berlainan dengan ulna, yaitu lebih lebar dibawah dibandingkan dengan bagian atas. Corpus radii disebelah medial mempunyai margo interossea yang tajam untuk tempat melekatnya membrana interossea yang menghubungkan radius dan ulna. Tuberculum pronator, untuk tempat insertio musculus pronator ceres, terletak dipertengahan pinggir lateralnya.
Pada ujung bawah radius terdapat processus styloideus, yang menonjol kebawah dari pinggir lateralnya. Pada permukaan medial terdapat incisura ulnae, yang bersendi dengan caput ulnae yang bulat. Permukaan bawah ujung radius bersendi dengan os Scaphoideum dan os Lunatum.
Pada permukaan posterior ujung distal radius terdapat tuberculum kecil, tuberculum dorsalis, yang pada pinggir medialnya terdapat sulcus untuk tendo musculi flexsor pollicis longus.
Gambar 2.5
Radius
2) Ulna
Ulna merupakan tulang medial lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan caput radii pada articulatio radioulnaris proxsimal.
Ujung distalnya bersendi dengan radius pada articulatio radioulnaris distalis, tetapi dipisahkan dari articulatio radio carpalis dengan adanya facies articularis. Ujung atas ulna besar dikenal sebagai prosesus olecranii, bagian ini membentuk tonjolan pada siku. Procesus ini mempunyai incisura dipermukaan anteriornya, incisura trochlearis, yang bersendi dengan trochlea humeri. Dibawah trochlea humeri terdapat procesus coronoideus yang berbentuk segitiga dan pada permukaan lateralnya terdapat incisura radialis untuk bersendi dengan caput radii.
Corpus ulnae mengecil dari atas ke bawah. Di lateral mempunyai margo interosseus yang tajam untuk tempat melekatnya membrane interossea. Pinggir posterior membulat, terletak subcutan, dan mudah di raba seluruh panjangnya. Di bawah incisura radialis terdapat lekukan, fossa supinator, yang mempermudah gerakan tuberositas bicipitalis radii. Pinggir posterior fossa ini tajam dan di kenal sebagai crista supinator, yang menjadi tempat origo musculus supinator. Pada ujung distal ulna terdapat caput yang bulat, yang mempunyai tonjolan, pada permukaan medialnya, disebut processus styloideus. (Drs. H. Syaifuddin, AMK Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan)
Gambar 2.6
Ulna
Tulang tangan
Terdapat delapan buah ossa carpi yang tersusun atas dua baris, masing-masinh terdiri dari 4 tulang. Baris proksimal terdiri atas (dari lateral ke medial) scaphoideum, donatum, triquetrum, dan pisiforme. Baris distal terdiri atas (dari lateral ke medial) trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum. Secara bersama-sama ossa carpi pada permukaan anterior-nya membentuk cekungan, yang pada ujung lateral dan medial-nya melekat sebuah pita membrannosa yang kuat, diesbut flexor retinaculum. Dengan cara ini terbentuk saluran osteo-fascial, canalis carpi, untuk lewatnya nervus medianus dan tendo-tendo flexor jari.
Ossa carpi pada waktu lahir merupakan tulang rawan. Os capitatum mengalami ossifikasi selama tahun pertama kehidupan, dan tulang-tulang lainnya mengalami ossifikasi dengan berbagai interval waktu sampai umur 12 tahun , pada usia ini semua tulang telah mengalami ossifikasi.
1) Os Carpal
Carpalia (tulang pergelangan tangan) terdiri dari 8 tulang tersusun dalam dua baris :
1) Bagian proksimal meliputi :
os navicula ( tulang bentuk kepala), os lunatum (tulang berbentuk bulan sabit),os triquetrum (tulang berbentuk segitiga), os fisiformis (tulang berbentuk kacang).
2) Bagian distal meliputi :
os multangulum mavus (tulang besar bersegi banyak), os multangulum minus (tulang kecil bersegi banyak), os capitatum ( tulang berkepala), os hamatum (tulang berkait).
Gambar 2.7
Os Carpal
2) Os Metacarpal
Metacarpal (tulang telapak tangan) terdiri dari tulang pipa pendek, banyaknya lima buah setiap batang, mempunyai dua ujung yang bersendi dengan tulang carpalia dan bersendi dengan falangus atau tulang jari.
Gambar 2.8
Os Metacarpal
3) Os Falanges
Falang (tulang jari tangan) juga terdiri dari tulang pipa pendek yang banyaknya 14 buah dibentuk dalam lima bagian tulang yang berhubungan dengan metacarpal perantaraan persendian.
Os Falanges
B. Konsep Penyakit Osteomielitis (LP Kasus)
1. Pengertian osteomielitis
Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (m. Tuberculosa, jamur) (mansjoer, 2000, hal 358)
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (elizabet j. Coroin, 2001, hal 301).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang metafisis tulang panjang (fkui jakarta, 1996, hal 131).
Osteomielitis adalah radang sumsum tulang (ramali, 2002, hal 244).
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995)
Osteomyelitis adalah infeksi tulang (Carpenito, 1990).
Osteomyelitis adalah suatu infeksi yang disebarkan oleh darah yang disebabkan oleh staphylococcus (Henderson, 1997)
Osteomyelitis adalah influenza Bone Marow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphyilococcus Aureus dan kadang-kadang haemophylus influenzae, infeksi yang hampir selalu disebabkan oleh staphylococcus aureus.
2. Patogenesis / Etiologi
Adapun penyebab – penyebab osteomielitis ini adalah:
a. Bakteri
Menurut Joyce & Hawks (2005), penyebab osteomyelitis adalah Staphylococcus aureus (70 %-80 %), selain itu juga bisa disebabkan oleh Escherichia coli, Pseudomonas, Klebsiella, Salmonella, dan Proteus.
b. Virus
c. Jamur
d. Mikroorganisme lain (Smeltzer, Suzanne C, 2002)
Osteomyelitis juga bisa terjadi melalui 3 cara (Wikipedia, the free encyclopedia, 2000) yaitu:
a. Aliran darah
Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi). Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang.
Pada anak-anak, infeksi biasanya terjadi di ujung tulang tungkai dan lengan. Sedangkan pada orang dewasa biasanya terjadi pada tulang belakang dan panggul. Osteomyelitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi ditempat di mana terdapat trauma.
b. Penyebaran langsung
Organisme bisa memasuki tulang secara langsung melalui fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, selama pembedahan tulang atau dari benda yang tercemar yang menembus tulang.
c. Infeksi dari jaringan lunak di dekatnya
Osteomyelitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak Infeksi pada jaringan lunak di sekitar tulang bisa menyebar ke tulang setelah beberapa hari atau minggu. Infeksi jaringan lunak bisa timbul di daerah yang mengalami kerusakan karena cedera, terapi penyinaran atau kanker, atau ulkus di kulit yang disebabkan oleh jeleknya pasokan darah (misalnya ulkus dekubitus yang terinfeksi).
Osteomyelitis dapat timbul akut atau kronik. Bentuk akut dicirikan dengan adanya awitan demam sistemik maupun manifestasi lokal yang berjalan dengan cepat. Osteomyelitis kronik adalah akibat dari osteomielitis akut yang tidak ditangani dengan baik. Osteomyelitis kronis akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas. Luka tusuk pada jaringan lunak atau tulang akibat gigitan hewan, manusia atau penyuntikan intramuskular dapat menyebabkan osteomyelitis eksogen. Osteomyelitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri, maupun virus, jamur, dan mikroorganisme lain.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan, atau penderita diabetes mellitus. Selain itu, pasien yang menderita artritis rheumatoid, telah di rawat lama di rumah sakit, menjalani pembedahan ortopedi, mengalami infeksi luka mengeluarkan pus, juga beresiko mengalami osteomyelitis.
Etiologi lain yang menyebabkan Osteomielitis :
a. Penyebaran hematogen yang berasal dari bakteri.
b. Infeksi pada traktus urinaria.
c. Hemodialisa dalam jangka waktu yang lama.
d. Infeksi pada salmonella pada gastro Intestinal.
e. Staphylococcus aureus hemolitukus (koagulasi positif) sebanyak 90% dan jarang oleh streptococcus hemolitikus.
f. Haemophylus influenzae (50%) pada anak-anak dibawah umur 4 tahun. Organisme yang lain seperti : Bakteri colli, Salmonella thyposa dan sebagainya.
3. Gejala klinis / manifestasi klinis
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul
Bila osteomielitis terjadi akibat penyebaran dari infeksi di sekitarnya atau kontaminasi langsung, tidak akan ada gejala septikemia. Daerah infeksi membengkak, hangat, nyeri dan nyeri tekan.
Pasien dengan osteomielitis kronik ditandai dengan pus yang selalu mengalir keluar dari sinus atau mengalami periode berulang nyeri, inflamasi, pembengkakan dan pengeluaran pus. Infeksi derajat rendah dapat menjadi pada jaringan parut akibat kurangnya asupan darah
4. Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
5. Klasifikasi Osteomielitis
Dapat diklasifikasikan dua macam osteomielitis, yaitu:
a. Osteomielitis Primer.
Penyebarannya secara hematogen dimana mikroorganisme berasal dari focus ditempat lain dan beredar melalui sirkulasi darah.
b. Osteomielitis Sekunder
Terjadi akibat penyebaran kuman dari sekitarnya akibat dari bisul, luka fraktur dan sebagainya
Berdasarkan lama infeksi, osteomielitis terbagi menjadi 3, yaitu:
a. Osteomielitis akut
b. Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 minggu sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis akut ini biasanya terjadi pada anak-anak dari pada orang dewasa dan biasanya terjadi sebagai komplikasi dari infeksi di dalam darah. (osteomielitis hematogen)
Osteomielitis akut terbagi menjadi 2, yaitu:
a. Osteomielitis hematogen
Merupakan infeksi yang penyebarannya berasal dari darah. Osteomielitis hematogen akut biasanya disebabkan oleh penyebaran bakteri darah dari daerah yang jauh. Kondisi ini biasannya terjadi pada anak-anak. Lokasi yang sering terinfeksi biasa merupakan daerah yang tumbuh dengan cepat dan metafisis menyebabkan thrombosis dan nekrosis local serta pertumbuhan bakteri pada tulang itu sendiri. Osteomielitis hematogen akut mempunyai perkembangan klinis dan onset yang lambat.
b. Osteomielitis direk
Disebabkan oleh kontak langsung dengan jaringan atau bakteri akibat trauma atau pembedahan. Osteomielitis direk adalah infeksi tulang sekunder akibat inokulasi bakteri yang menyebabkan oleh trauma, yang menyebar dari focus infeksi atau sepsis setelah prosedur pembedahan. Manifestasi klinis dari osteomielitis direk lebih terlokasasi dan melibatkan banyak jenis organisme.
c. Osteomielitis sub-akut
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 1-2 bulan sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul.
d. Osteomielitis kronis
Yaitu osteomielitis yang terjadi dalam 2 bulan atau lebih sejak infeksi pertama atau sejak penyakit pendahulu timbul. Osteomielitis sub-akut dan kronis biasanya terjadi pada orang dewasa dan biasanya terjadi karena ada luka atau trauma (osteomielitis kontangiosa), misalnya osteomielitis yang terjadi pada tulang yang fraktur.
Osteomyelitis menurut penyebabnya adalah osteomyelitis biogenik yang paling sering
a. Staphylococcus (orang dewasa)
b. Streplococcus (anak-anak)
c. Pneumococcus dan Gonococcus
6. Komplikasi
a. Dini :
1) Kekakuan yang permanen pada persendian terdekat (jarang terjadi)
2) Abses yang masuk ke kulit dan tidak mau sembuh sampai tulang yang mendasarinya sembuh
3) Atritis septic
b. Lanjut :
1) Osteomielitis kronik ditandai oleh nyeri hebat rekalsitran, dan penurunan fungsi tubuh yang terkena
2) Fraktur patologis
3) Kontraktur sendi
4) Gangguan pertumbuhan
7. Pemeriksaan Penunjang / Evaluasi Diagnostik
Pemeriksaan untuk osteomielitis adalah
a. Pemeriksaan darah
Sel darah putih meningkat sampai 30.000 L gr/dl disertai peningkatan laju endap darah
b. Pemeriksaan titer antibody – anti staphylococcus
Pemeriksaan kultur darah untuk menentukan bakteri (50% positif) dan diikuti dengan uji sensitivitas
c. Pemeriksaan feses
Pemeriksaan feses untuk kultur dilakukan apabila terdapat kecurigaan infeksi oleh bakteri salmonella
d. Pemeriksaan biopsy tulang
Merupakan proses pengambilan contoh tissue tulang yang akan digunakan untuk serangkaian tes.
e. Pemeriksaan ultra sound
Yaitu pemeriksaan yang dapat memperlihatkan adannya efusi pada sendi.
f. Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan photo polos dalam 10 hari pertama tidak ditemukan kelainan radiologik. Setelah 2 minggu akan terlihat berupa refraksi tulang yang bersifat difus dan kerusakan tulang dan pembentukan tulang yang baru
Pemeriksaan tambahan :
1) Bone scan : dapat dilakukan pada minggu pertama
2) MRI : jika terdapat fokus gelap pada T1 dan fokus yang terang pada T2, maka kemungkinan besar adalah osteomielitis.
8. Penatalaksanaan
a. Terapi
Osteomielitis hematogen akut paling bagus di obati dengan evaluasi tepat terhadap mikroorganisme penyebab dan kelemahan mikroorganisme tersebut dan 4-6 minggu terapi antibiotic yang tepat.
Debridement tidak perlu dilakukan jika telah cepat diketahui. Anjuran pengobatan sekarang jarang memerlukan debridement. Bagaimana jika terapi antibiotic gagal, debridement dan pengobatan 4-6 minggu dengan antibiotic parenteral sangat diperlukan. Setelah kultur mikroorganisme dilakukan, regimen antibiotic parenteral (nafcillin[unipen] + cefotaxime lain [claforan] atau ceftriaxone [rocephin]) diawali untuk menutupi gejala klinis organism tersangka. Jika hasil kultur telah diketahui, regimen antibiotic ditinjau kembali. Anak-anak dengan osteomielitis akut harus menjalani 2 minggu pengobatan dengan antiniotik parenteral sebelum anak-anak diberikan antibiotic oral.
Osteomielitis kronis pada orang dewasa lebih sulit disembuhkan dan umumnya diobati dengan antibiotic dan tindakan debridement. Terapi antibiotik oral tidak dianjurkan untuk digunakan. Tergantung dari jenis osteomielitis kronis. Pasien mungkin diobati dengan antibiotik parenteral selama 2-6 minggu. Bagaimanapun,tanpa debridement yang bagus, osteomielitis kronis tidak akan merespon terhadap kebanyakan regiment antibiotic, berapa lama pun terapi dilakukan. Terapi intravena untuk pasien rawat jalan menggunakan kateter intravena yang dapat dipakai dalam jangka waktu lama (contohnya : kateter hickman) akan menurunkan masa rawat pasien di rumah sakit.
Terapi secara oral menggunakan antibiotic fluoroquinolone untuk organism gram negative sekarang ini digunakan pada orang dewasa dengan osteomielitis. Tidak ada fluoroquinolone yang tersedia digunakan sebagai antistaphylococcus yang optimal, keuntungan yang paling penting dari insidensi kebalnya infeksi nosokomial yang didapat dengan bakteri staphylococcus. Untuk lebih lanjutnya, sekarang ini quinolone tidak menyediakan pengobatan
Daerah yang terkana harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidak nyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Dapat dilakukan rendaman salin hangat selama 20 menit beberapa kali per hari untuk meningkatkan aliran darah.
Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi, Kultur darah dan swab dan kultur abses dilakukan untuk mengidentifikasi organisme dan memilih antibiotika yang terbaik. Kadang, infeksi disebabkan oleh lebih dari satu patogen.
Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika intravena, dengan asumsi bahwa dengan infeksi staphylococcus yang peka terhadap penisilin semi sintetik atau sefalosporin. Tujuannya adalah mengentrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis. Pemberian dosis antibiotika terus menerus sesuai waktu sangat penting untuk mencapai kadar antibiotika dalam darah yang terus menerus tinggi. Antibiotika yang paling sensitif terhadap organisme penyebab yang diberikan bila telah diketahui biakan dan sensitivitasnya. Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan.
Untuk meningkatkan absorpsi antibiotika oral, jangan diminum bersama makanan.
Bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi antibitika dianjurkan.
Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan ajuran terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi (pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal (saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi samping dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga dapat diisi dengan transfer tulang berpembuluh darah atau flup otot (dimana suatu otot diambil dari jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh).
Teknik bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah terjadinya patah tulang.
Pemberian antibiotic dapat dilakukan :
a. Melalui oral (mulut)
b. Melalui infuse : jika diberikan melalui infus, maka diberikan selama 2 minggu, kemudian diganti menjadi melalui mulut. Jika dalam 24 jam pertama gejala tidak membaik, maka perlu dipertimbangkan untuk dilakukan tindakan operasi untuk mengurangi tekanan yang terjadi dan untuk mengeluarkan nanah yang ada. Etelah itu dilakukan irigasi secara kontinyu dan dipasang drainase. Teruskan pemberian antiniotik selama 3-4 minggu hingga nilai laju endap darah (LED) normal.
9. Pathway
Sumber : sachdeva, 1996 hal 93
sjamsuhidayat w. De jong, hal 1221
C. Konsep Asuhan Keperawatan Pengkajian
1. Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari beberapa sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Pengkajian yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi:
a. Identifikasi klien
Terdiri dari nama, jenis kelamin, usia, status perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan,bahasa yang digunakan, pekerjaan dan alamat.
b. Riwayat keperawatan
1) Riwayat kesehatan masa lalu
Identifikasi adanya trauma tulang, fraktur terbuka,atau infeksi lainnya (bakteri pneumonia,sinusitis,kulit atau infeksi gigi dan infeksi saluran kemih) pada masa lalu. Tanyakan mengenai riwayat pembedahan tulang.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Apakah klien terdapat pembengkakan,adanya nyeri dan demam.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Adakah dalam keluarga yang menderita penyakit keturunan.
4) Riwayat psikososial
Adakah ditemukan depresi, marah ataupun stress
c. Kebiasaan sehari-hari
1) Pola nutrisi : anoreksia, mual, muntah.
2) Pola eliminasi : adakah retensi urin dan konstipasi.
3) Pola aktivitas : pola kebiasaan
d. Pemeriksaan fisik
1) Kaji gejala akut seperti nyeri lokal, pembengkakan, eritema, demam dan keluarnya pus dari sinus disertai nyeri.
2) Kaji adanya faktor resiko (misalnya lansia, diabetes, terapi kortikosteroid jangka panjang) dan cedera, infeksi atau bedah ortopedi sebelumnya.
3) Identifikasi adanya kelemahan umum akibat reaksi sistemik infeksi. (pada osteomielitis akut)
4) Observasi adanya daerah inflamasi, pembengkakan nyata, dan adanya cairan purulen.
5) Identisikasi peningkatan suhu tubuh
6) Area sekitar tulang yang terinfeksi menjadi bengkak dan terasa lembek bila di palpasi.
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan tentang respon manusia dari individu atau kelompok dimana perawat secara akountabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan.
Diagnosa pada pasien dengan osteomielitis adalah sebagai berikut (Marlyn E. Doengoes : hal ) :
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
c. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek pembedahan ; imobilisasi.
d. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang, kerusakan kulit
3. Rencana Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri dan ketidaknyamanan berkurang, serta tidak terjadi kekambuhan nyeri dan komplikasi
Kriteria hasil :
Tidak ada nyeri, klien tampak rileks, tidak ada mengerang dan perilaku melindungi bagian yang nyeri, frekuensi pernapasan 12-24 per menit, suhu klien dalam batas normal (36ºC-37ºC) dan tidak adanya komplikasi.
Intervensi :
1) Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
2) Tinggikan ekstermitas yang mengalami nyeri
3) Hindari penggunaan sprei atau bantal plastic dibawah ekstermitas yang mengalami nyeri
4) Evaluasi keluhan nyeri atau ketidak nyamanan. Perhatikan lokasi dan karakteristik, termasuk intensitas (skala nyeri 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri perubahan pada tanda vital dan emosi atau perilaku.
5) Dorong pasien untuk mendiskusikan masalah sehubungan dengan infeksi pada tulang.
6) Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif atau akfif
7) Beri alternative tindakan kenyamanan seperti pijatan, punggung atau perubahan posisi.
8) Dorong menggunakan tehnik managemen stress, seperti relaksasi progresif, latihan napas dalam, imajinasi visualisasi, dan sentuhan terapeutik.
9) Selidiki adanya keluhan nyeri yang tak biasa atau tiba-tiba, lokasi progresif atau buruk tidak hilang dengan analgesik.
10) Jelaskan prosedur sebelum melakukan tindakan keperawatan.
11) Lakukan kompres dingin 24-48 jam pertama dan sesuai kebutuhan.
Kolaborasi :
12) Berikan obat analgesik seperti hidroksin,siklobenzaprin sesuai indikasi.
13) Awasi analgesic yang diberikan.
b. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam, diharapkan mobilitas fisik yaitu klien mampu beradaptasi dan mempertahankan mobilitas fungsionalnya
Kriteria hasil :
Meningkatkan atau mempertahankan mobilitas, mempertahankan posisi fungsional, meningkatkan kekuatan atau fungsi yang sakit dan mengkompensasikan bagian tubuh.
Intervensi :
1) Kaji derajat mobilitas yang dihasilkan adalah cedera atau pengobatan dan perhatikan persepsi pasien terhadap mobilisasi
2) Bantu atau dorong perawatan diri atau keberihan diri (mandi,mencukur)
3) Awasi tekanan darah klien dengan melakukan aktivitas fisik, perhatikan keluhan pusing
4) Tempatkan dalam posisi terlentang atau posisi nyaman dan ubah posisi secara periodic
5) Awasi kebiasaan eliminasi dan berikan ketentuan defekasi rutin
6) Berikan atau bantu mobilisasi dengan kursi roda, kruk, tongkat sesegera mungkin
7) Konsul dengan ahli terapi fisik atau rehabilitasi spesialis
8) Rujuk ke perawat spesialis psikiatrik klinik atau ahli terapi sesuai indikasi
c. Gangguan intergritas kulit berhubungan dengan efek pembedahan ; imobilisasi.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan 2 x 24 jam diharapkan masalah gangguan infeksi kulit teratasi dan kembali dalam batas normal.
Kriteria hasil :
Klien tampak rileks dank lien menunjukan perilaku atau tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit, memudahkan penyembuhan sesuai indikasi.
Intervensi :
1) Kaji kulit untuk luka terbuka, benda asing kemudian perdarahan dan perubahan warna kulit
2) Pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
3) Tempatkan bantalan air atau bantalan lain dibawah siku atau tumit sesuai indikasi
4) Perawatan, bersihkan kulit dengan sabun air, gosok perlahan dengan alcohol atau bedak dengan jumlah sedikit berat
5) Gunakan telapak tangan untuk memasang, mempertahankan atau lepaskan gips, dan dukung bantal setelah pemasangan
6) Observasi untuk potensial area yang tertekan, khususnya pada akhir dan bawah beban atau gips.
d. Resiko terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang, kerusakan kulit
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam, maka diharapkan penyembuhan luka sesuai waktu yang dicatat dan tidak terjadinya infeksi yang berkelanjutan.
Kriteria hasil :
Penyembuhan luka sesuai waktu yang dicatat, bebas drainase purulen dan demam dan juga tidak terjadinya infeksi yang berkepanjangan
Intervensi :
1) Inspeksi kulit atau adanya iritasi atau adanya kontinuitas
2) Kaji sisi kulit perhatikan keluhan peningkatan nyeri atau rasa terbakar atau adanya edema atau eritema atau drainase atau bau tidak sedap
3) Berikan perawatan luka
4) Observasi luka untuk pembentukan bula, perubahan warna kulit kecoklatan bau drainase yang tidak enak atau asam
5) Kaji tonus otot, reflek tendon
6) Selidiki nyeri tiba-tiba atau keterbatasan gerakan dengan edema lokal atau enterna ekstermitas cedera
Kolaborasi :
7) Lakukan pemeriksaan lab sesuai indikasi dokte
8) Berikan obat atau antibiotik sesuai indikasi
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan perencanaan berhasil di capai.
Ada dua komponen untuk mengevaluasi kualitas tindakan :
a. Proses ( sumatif )
Fokusnya adalah aktifitas dari proses keperawatan dan kualitas tindakan evaluasi dilaksanakan sesudah perencanaan keperawatan.
b. Hasil ( formatif )
Fokusnya adalah perubahan perilaku atau status kesehatan klien pada akhir tindakan keperawatan.
Evaluasi yang dilakukan pada klien dengan osteomielitis meliputi :
a. Mengalami peredaan nyeri
1) Melaporkan berkurangnya nyeri
2) Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeksi
3) Tidak mengalami ketidak nyamanan bila bergerak
b. Peningkatan mobilitas fisik
1) Berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri
2) Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat
3) Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
c. Tidak terjadi perluasan infeksi
1) Memakai antibiotic sesuai resep
2) Suhu badan normal
3) Tidak ada pembengkakan
4) Tidak ada pus
5) Angka leukosit dan laju endap darah (LED) kembali normal
d. Integritas kulit membaik
1) Menyatakan kenyamanan
2) Mempertahankan intergritas kulit
3) Mempertahankan proses penyembuhan dalam batas normal
e. Mematuhi rencana terapeutik
1) Memakai antibiotic sesuai resep
2) Melindungi tulang yang lemah
3) Melakukan perawatan luka yang benar
4) Melaporkan bila ada masalah segera
Evaluasi
a. Nyeri berkurang atau hilang
b. Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
c. Pertukaran gas adekuat
d. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
e. Infeksi tidak terjadi
f. Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
D. Identifikasi Masalah - Masalah Penelitian yang b.d Kasus ( Telaah Jurnal )
JUDUL : Penanganan Osteomyelitis Kronis dengan Biodegradable Antibiotics Delivery Systems
MAKNA : Osteomyelitis kronik adalah infeksi kronik pada medulla dan kortek tulang.Osteomyelitis kronis dikenal sebagai penyakit yang sulit disembuhkan secara tuntas. Pengobatan osteomyelitis kronis dengan antibiotika dan pembedahan (debridement) serta penambahan biodegradable antibiotics delivery systems saat ini banyak dilakukan karena terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kadar antibiotik secara adekuat pada daerah yang terinfeksi juga tidak diperlukan tahapan operasi berikutnya yaitu mengambil implant yang sudah diberikan.
Dilaporkan seorang laki-laki berusia 36 tahun datang ke IRD dr.Sutomo Surabaya dengan keluhan nyeri pada paha kanan penderita.Pada penderita telah dilakukan operasi debridement, guttering, dan pemberian biodegradable antibiotics delivery systems.
KESIMPULAN : Pengobatan osteomyelitis kronis dengan antibiotika dan pembedahan (debridement) serta penambahan biodegradable antibiotics delivery systems saat ini banyak dilakukan karena terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kadar antibiotik secara adekuat pada daerah yang terinfeksi juga tidak diperlukan tahapan operasi berikutnya yaitu mengambil implant yang sudah diberikan.
E. Fungsi Advokasi sesuai dengan Kasus
Advokasi menurut ANA (1985) “melindungi klien atau masyarakat terhadpa pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapapun”
Perawat atau yang memiliki komitmen tinggi dalam mempraktekkan keperawatan profesional dan tradisi tersebut perlu mengingat hal-hal sbb:
1. Pastikan bahwa loyalitas staf atau kolega agar tetap memegang teguh komitmen utamanya terhadap pasen
2. Berikan prioritas utama terhadap pasen dan masyarakat pada umumnya.
3. Kepedulian mengevaluasi terhadap kemungkinan adanya klaim otonomi dalam kesembuhan pasien.
Istilah advokasi sering digunakan dalam hukum yang berkaitan dengan upaya melindungi hak manusia bagi mereka yang tidak mampu membela diri. Arti advokasi menurut ANA (1985) adalah “melindungi klien atau masyarakat terhadap pelayanan kesehatan dan keselamatan praktik tidak sah yang tidak kompeten dan melanggar etika yang dilakukan oleh siapa pun”. Fry (1987) mendefinisikan advokasi sebagai dukungan aktif terhadap setiap hal yang memiliki penyebab atau dampak penting.
Definisi ini mirip dengan yang dinyatakan Gadow (1983) bahwa “advokasi merupakan dasar falsafah dan ideal keperawatan yang melibatkan bantuan perawat secara aktif kepada individu secara bebas menentukan nasibnya sendiri”. Posisi perawat yang mempunyai jam kerja 8 sampai 10 atau 12 jam memungkinkannya mempunyai banyak waktu untuk mengadakan hubungan baik dan mengetahui keunikan klien sebagai manusia holistik sehingga berposisi sebagai advokat klien (curtin, 1986). Pada dasarnya, peran perawat sebagai advokat klien adalah memberi informasi dan memberi bantuan kepada klien atas keputusan apa pun yang di buat kilen, memberi informasi berarti menyediakan informasi atau penjelasan sesuai yang dibutuhkan klien memberi bantuan mengandung dua peran, yaitu peran aksi dan peran nonaksi.
Dalam menjalankan peran aksi, perawat memberikan keyakinan kepada klien bahwa mereka mempunyai hak dan tanggung jawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain, sedangkan peran nonaksi mengandungarti pihak advokat seharusnya menahan diri untuk tidak memengaruhi keputusan klien (Khonke, 1982).Dalam menjalankan peran sebagai advokat, perawat harus menghargai klien sebagai induvidu yangmemiliki berbagai karakteristik.Dalam hal ini, perawat memberikan perlindungan terhadap martabat dan nilai manusiawi klien selama dalam keadaan sakit.
Pada dasarnya peran perawat dalam advokasi adalah; “memberi informasi dan member bantuan” kepada pasien atas keputusan apapun yang dibuat pasien. Memberi informasi bererti menyediakan penjelasan atau informasi sesuai yang dibutuhkan pasien. Memberikan bantuan mempunyai dua peran yaitu :
1. Peran aksi : perawat memberikan keyakinan kepada pasien bahwa mereka mempunyai hak dan tanggungjawab dalam menentukan pilihan atau keputusan sendiri dan tidak tertekan dengan pengaruh orang lain
2. Peran non aksi : pihak advokad seharusnya menahan diri untuk tidak pempengaruhi keputusan pasien (Kohnke, 1982; lih Megan, 1991).
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
A. Sekenario 3
Tuan A usia 21 tahun datang ke poli ortopedi, tuan A mengeluh tangannya (pada bagian pergelangan) mengalami nyeri,terdapat luka terbuka yang tidak sembuh-sembuh bahkan saat ini mengeluarkan pus dalam jumlah banyak. Tuan A mengatakan 3 bulan yang lalu dia jatuh dari motor dan terjadi fraktur tertutup bagian pergelangan tangan.
Hasil rontgen terdapan fraktur segmental tertutup,tindakan yang dilakukan pada saat itu adalah pemasangan gips . gips dipasang selama 3 minggu,hasil evaluasi (rontgen) belum terjadi pembentukan tulang, Tuan A di anjurkan untuk menggunakan elastic bandage dan sling arem,untuk mengimobilisasi tangannya. Beberapa hari kemudian setelah gips dibuka pergelangan tangan yang fraktur mengalami pembengkakan dan terasa nyeri terutama saat di gerakkan,disertai dengan demam dan keluar keringat yang berlebihan . dari hasil pengkajian lanjutan diketahui bahwa Tuan A adalah penderita SLE dan sudah mendapatkan terapi kortikosteroid selama 6 tahun.
Tuan A juga menderita penyakit infeksi paru dan saat ini sedang mendapatkan terapi OAT dari hasil pemeriksaan fisik terdapat keterbatasangerak,tanganyang sakit tampak mengalami pengecilan otot,terdapat lukaterbuka pada bagian pergelangan tangan,ukuran luka 4x6 cm,dengan kedalaman luka 3 mm,luka mengeluarkan pus,jaringan luka tampak kuning . untuk menentukan diagnostic dokter mengintruksikan untuk dilakukan pemeriksaan complete blood count (CBC), erythrocyte sedimentation rate (ESR), c-reaktif protein CRP serta rontgen tulang.
PERTANYAAN !
1. Setelah membaca dan menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus diatas, coba diskusikan system organ apa yang terkait dengan masalah diatas? Jelaskan dengan menggunakan anatomi fisiologi system organ tersebut.
2. Coba identifikasi diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas dalam kasus tersebut!
3. Coba saudara buat patologi dan fatway dari masalah keperawatan tersebut!
4. Intervensi keperawatan apa saja yang dilakukan oleh perawat untuk mengatasimsalah keperawatan yang muncul!
5. Coba buat NCP dari masing-masing diagnose keperawatan!
6. Coba buat evaluasi dari masing-masing diagnose keperawatan!
7. Penatalaksanaan pada pasien tersebut!
8. Apa masalah frinsip legal etis pada kasus diatas!
9. Bagai mana nursing advokasi yang seharusnya dilakukan oleh perawat pada pasien dan saran apa yang sebaiknya diberikan pada perawat diatas terhadap intervensi pada pasien tersebut!
10. Coba anda teliti isi jurnal tersebut serta berikan solusi dari masalah tersebut!
B. Jawaban Kasus
1. Anatomi dan fisiologi ekstremitas atas
Ekstremitas superior dapat dianggap sebagai pengungkit bersendi banyak yang dapat bergerak bebas pada tubuh melalui articulation humeri. Pada ujung distal ekstremitas superior terdapat organ yang penting, yaitu tangan. Banyak fungsi penting dari tangan bergantung pada fungsi pollex yang seperti penjepit, yang memungkinkan seseorang mencengkeram benda diantara pollex dan index.
Tulang Gelang Bahu dan Lengan Atas
Gelang bahu terdiri atas clavicula dan scapula, yang bersendi satu sama lain pada articulation acromioclavicularis.
a. Clavicula
Clavicula adalah tulang panjang yang terletak horizontal di daerah pangkal leher. Tulang ini bersendi dengan sternum dan cartilage costalis 1 di sebelah medial, dan dengan acromion di sebelah lateral. Clavicula bekerja sebagai sebuah penyanggah pada waktu lengan atas bergerak menjauhi tubuh. Clavicula juga berperan menyalurkan gaya dari lengan atas ke skeleton axiale, dan merupakan tempat melekatnya otot. Clavicula terletak subkutan menurut arah panjangnya: dua pertiga medialnya cembung kedepan dan sepertiga lateralnya cekung ke depan. Musculi dan ligamenta penting yang melekat pada clavicula.
b. Scapula
Scapula adalah tulang pipih berbentuk segitga yang terdapat pada dinding posterior thorax di antara iga II sampai VII. Pada permukaan posterior, spina scapulae menonjol ke belakang.
Ujung lateral spina scapulae bebas dan membentuk acromion, yang bersendi dengan clavicula. Angulus superolateralis scapulae membentuk cavitas atau fossa glenoidalis yang berbentuk seperti buah pir dan bersendi dengan caput humeri pada articulatio humeri. Processus coracoideus menonjol ke atas dan depan di atas cavitas glenoidalis dan merupakan tempat melekatnya otot dan ligamentum. Medial terhadap basis processus coracoideus terdapat incisura suprascapularis.
Permukaan anterior scapula cekung dan membentuk fossa subscapularis. Permukaan posterior scapula di bagi dua oleh spina scapulae menjadi fossa supraspinata di atas dan fossa infraspinata di bawah. Angulus inferior scapulae dapat di palpasi dengan mudah pada orang hidup dan merupakan petunjuk posisi iga ketujuh dan processus spinosus vertebrae thoracicae 7
c. Humerus
Humerus bersendi dengan scapula pada articulatio humeri serta dengan radius dan ulna pada articulatio cubiti. Ujung atas humerus mempunyai sebuah caput, yang membentuk sekitar sepertiga kepala sendi dan bersendi dengan cavitas glenoidalis scapulae. Tepat di bawah caput humeri terdapat collum anatomicum. Di bawah collum terdapat tuberculum majus dan minus yang di pisahkan satu sama lain oleh sulcus bicipitalis. Pada pertemuan ujung atas humerus dan corpus humeri terdapat penyempitan disebut collum chirurgicum. Sekitar pertengahan permukaan lateral corpus humeri terdapat peninggian kasar yang disebut tuberositas deltoidea. Di belakang dan di bawah tuberositas terdapat sulcus spiralis yang ditempati oleh nervus radialis.
Ujung bawah humerus mempunyai epicondylus medialis dan lateralis untuk tempat lekat musculi dan ligamenta, capitulum humeri yang bulat bersendi dengan caput radii, dan trochlea humeri yang berbentuk katrol untuk bersendi dengan incisura trochlearis ulnae.di atas capitullum terdapat fossa radialis, yang menerima caput radii pada saat siku difleksiokan. Di anterior, diatas trochlea terdapat fossa coronoidea , yang selama pergerakan yang sama menerima processus coronoideus ulnae. Di posterior, di atas trochlea , terdapat fossa olecrani, yang bertemu dengan olecranon pada waktu sendi siku pada extensio.
d. Axilla
Axilla atatu ketiak adalah suatu ruangan berbentuk piramid yang terletak di antara bagian atas lengan atas dan sis lateral thorax. Axilla merupakan tempat lewat yang penting bagi saraf, pembuluh darah, dan pembuluh limf waktu lalat – alat ini berjalan dari pangkal leher ke eksteremitas superior. Puncak dari axilla, atau apex, mengarah ke pangkal leher, dan di batasi di depan oleh clavicula, di belakang oleh pinggir atas scapula, dan di medial oleh sisi luar costa. Ujung bawah, atau basis di depan di batasi oleh plica axillaris anterior (di bentuk oleh pinggir musculus pectolaris major), di belakang oleh plica axillaries posterior (dibentuk oleh tendo musculi latissimus dorsi dan musculus teres major) dan medial oleh dinding thorax. (Richard S. Snell, MD, PhDAnatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran)
Tulang Lengan Bawah
Lengan bawah terdiri dari 2 tulang yaitu Radius dan Ulna.
a. Radius
Radius adalah tulang lateral lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan ulna pada articulatio radioulnaris proksimal. Ujung distalnya bersendi dengan os Scaphoideum dan lunatum pada articulatio radiocarpalis dan dengan ulna pada articulatio radioulnaris distal.
Pada ujung atas radius terdapat caput yang berbentuk bulat kecil. Permukaan atas caput cekung dan bersendi dengan capitulum humeri yang cembung. Circumferentia articulare radii bersendi dengan incisura radialis ulnae. Dibawah caput tulang menyempit membentuk collum. Dibawah cullom terdapat tuberositas bicipitalis / tuberositas radii yang merupakan tempat insertio musculus biceps.
Corpus radii berlainan dengan ulna, yaitu lebih lebar dibawah dibandingkan dengan bagian atas. Corpus radii disebelah medial mempunyai margo interossea yang tajam untuk tempat melekatnya membrana interossea yang menghubungkan radius dan ulna. Tuberculum pronator, untuk tempat insertio musculus pronator ceres, terletak dipertengahan pinggir lateralnya.
Pada ujung bawah radius terdapat processus styloideus, yang menonjol kebawah dari pinggir lateralnya. Pada permukaan medial terdapat incisura ulnae, yang bersendi dengan caput ulnae yang bulat. Permukaan bawah ujung radius bersendi dengan os Scaphoideum dan os Lunatum.
Pada permukaan posterior ujung distal radius terdapat tuberculum kecil, tuberculum dorsalis, yang pada pinggir medialnya terdapat sulcus untuk tendo musculi flexsor pollicis longus.
b. Ulna
Ulna merupakan tulang medial lengan bawah. Ujung atasnya bersendi dengan humerus pada articulatio cubiti dan dengan caput radii pada articulatio radioulnaris proxsimal.
Ujung distalnya bersendi dengan radius pada articulatio radioulnaris distalis, tetapi dipisahkan dari articulatio radio carpalis dengan adanya facies articularis. Ujung atas ulna besar dikenal sebagai prosesus olecranii, bagian ini membentuk tonjolan pada siku. Procesus ini mempunyai incisura dipermukaan anteriornya, incisura trochlearis, yang bersendi dengan trochlea humeri. Dibawah trochlea humeri terdapat procesus coronoideus yang berbentuk segitiga dan pada permukaan lateralnya terdapat incisura radialis untuk bersendi dengan caput radii.
Corpus ulnae mengecil dari atas ke bawah. Di lateral mempunyai margo interosseus yang tajam untuk tempat melekatnya membrane interossea. Pinggir posterior membulat, terletak subcutan, dan mudah di raba seluruh panjangnya. Di bawah incisura radialis terdapat lekukan, fossa supinator, yang mempermudah gerakan tuberositas bicipitalis radii. Pinggir posterior fossa ini tajam dan di kenal sebagai crista supinator, yang menjadi tempat origo musculus supinator. Pada ujung distal ulna terdapat caput yang bulat, yang mempunyai tonjolan, pada permukaan medialnya, disebut processus styloideus. (Drs. H. Syaifuddin, AMK Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan)
Tulang tangan
Terdapat delapan buah ossa carpi yang tersusun atas dua baris, masing-masinh terdiri dari 4 tulang. Baris proksimal terdiri atas (dari lateral ke medial) scaphoideum, donatum, triquetrum, dan pisiforme. Baris distal terdiri atas (dari lateral ke medial) trapezium, trapezoideum, capitatum, dan hamatum. Secara bersama-sama ossa carpi pada permukaan anterior-nya membentuk cekungan, yang pada ujung lateral dan medial-nya melekat sebuah pita membrannosa yang kuat, diesbut flexor retinaculum. Dengan cara ini terbentuk saluran osteo-fascial, canalis carpi, untuk lewatnya nervus medianus dan tendo-tendo flexor jari.
Ossa carpi pada waktu lahir merupakan tulang rawan. Os capitatum mengalami ossifikasi selama tahun pertama kehidupan, dan tulang-tulang lainnya mengalami ossifikasi dengan berbagai interval waktu sampai umur 12 tahun , pada usia ini semua tulang telah mengalami ossifikasi.
a. Os Carpal
Carpalia (tulang pergelangan tangan) terdiri dari 8 tulang tersusun dalam dua baris :
1) Bagian proksimal meliputi :
os navicula ( tulang bentuk kepala), os lunatum (tulang berbentuk bulan sabit),os triquetrum (tulang berbentuk segitiga), os fisiformis (tulang berbentuk kacang).
2) Bagian distal meliputi :
os multangulum mavus (tulang besar bersegi banyak), os multangulum minus (tulang kecil bersegi banyak), os capitatum ( tulang berkepala), os hamatum (tulang berkait).
b. Os Metacarpal
Metacarpal (tulang telapak tangan) terdiri dari tulang pipa pendek, banyaknya lima buah setiap batang, mempunyai dua ujung yang bersendi dengan tulang carpalia dan bersendi dengan falangus atau tulang jari.
c. Os Falanges
Falang (tulang jari tangan) juga terdiri dari tulang pipa pendek yang banyaknya 14 buah dibentuk dalam lima bagian tulang yang berhubungan dengan metacarpal perantaraan persendian.
2. Diagnose Keperawat
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
DO :
DS : Pasien mengatakan mengeluh nyeri di daerah pergelangan tangan
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
DO : Terdapat keterbatasan gerak
DS : Tn A di anjurkan untuk menggunakan elastis dan sling arem untuk mengimobilisasi tangannya.
3. Patofisiologi dan pathway
a. Patofisiologi
Staphylococcus aurens merupakan penyebab 70% sampai 80% infeksi tulang. Organisme patogenik lainnya sering dujumpai pada osteomielitis meliputi Proteus, Pseudomonas dan Ecerichia coli. Terdapat peningkatan insiden infeksi resisten penisilin, nosokomial, gram negatif dan anaerobik.
Awitan osteomielitis setelah pembedahan ortopedi dapat terjadi dalam 3 bulan pertama (akut fulminan stadium I) dan sering berhubungan dengan penumpukan hematoma atau infeksi superfisial. Infeksi awitan lambat (stadium 2) terjadi antara 4 sampai 24 bulan setelah pembedahan. Osteomielitis awitan lama (stadium 3) biasanya akibat penyebaran hematogen dan terjadi 2 tahun atau lebih setelah pembedahan.
Respons inisial terhadap infeksi adalah salah satu dari inflamasi, peningkatan Vaskularisas dan edema. Setelah 2 atau 3 hari, trombosis pada pembuluh darah terjadi pada tempat tersebut, mengakibatkan iskemia dengan nekrosis tulang sehubungan dengan peningkatan dan dapat menyebar ke jaringan lunak atau sendi di sekitarnya, kecuali bila proses infeksi dapat dikontrol awal, kemudian akan terbentuk abses tulang.
Pada perjalanan alamiahnya, abses dapat keluar spontan; namun yang lebih sering harus dilakukan insisi dan drainase oleh ahli bedah. Abses yang terbentuk dalam dindingnya terbentuk daerah jaringan mati, namun seperti pada rongga abses pada umumnya, jaringan tulang mati (sequestrum) tidak mudah mencair dan mengalir keluar. Rongga tidak dapat mengempis dan menyembuh, seperti yang terjadi pada jaringan lunak. Terjadi pertumbuhan tulang baru (involukrum) dan mengelilingi sequestrum. Jadi meskipun tampak terjadi proses penyembuhan, namun sequestrum infeksius kronis yang tetap rentan mengeluarkan abses kambuhan sepanjang hidup pasien. Dinamakan osteomielitis tipe kronik.
4. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
Intervensi :
1) Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
R/ Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya
2) Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
R/ Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaring- an yang luka.
3) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri
R/ Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
R/ Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
4) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka
R/ Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman
5) Kompres air hangat
R/ Mengurangi rasa nyeri
6) Kolaborasi Pemberian obat-obatan analgesik
R/ Mengurangi rasa nyeri
a. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
R/ Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2) Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit.
R/ Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien
3) Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak.
R/ Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien
4) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
R/ Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
5) Ubah posisi secara periodik
R/ Mengurangi gangguan mobilitas fisik
6) Kolaborasi dengan Fisioterapi / aoakulasi terapi
R/ Mengurangi gangguan mobilitas fisik
5. NCP
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
Tujuan : Mendemonstrasikan bebas dari nyeri dan Peningkatan rasa kenyamanan
Kriteria hasil : Tidak terjadi nyeri.
Intervensi :
1) Mengkaji karakteris- tik nyeri : lokasi, durasi, intensitas nyeri dengan meng- gunakan skala nyeri (0-10)
R/ Untuk mengetahui tingkat rasa nyeri sehingga dapat menentukan jenis tindakannya
2) Mempertahankan im- mobilisasi (back slab)
R/ Mencegah pergeseran tulang dan penekanan pada jaring- an yang luka.
3) Peningkatan vena return, menurunkan edem, dan mengurangi nyeri
R/ Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
R/ Untuk mengetahui penyimpangan – penyimpangan yang terjadi
4) Berikan sokongan (support) pada ektremitas yang luka
R/ Mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman
5) Kompres air hangat
R/ Mengurangi rasa nyeri
6) Kolaborasi Pemberian obat-obatan analgesik
R/ Mengurangi rasa nyeri
b. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan nyeri, alat imobilisasi dan keterbatasan menahan beban berat badan.
Tujuan : Gangguan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria Hasil :
Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
Mempertahankan posisi fungsional
Meningkatkan / fungsi yang sakit
Menunjukkna teknik mampu melakukan aktivitas
Intervensi :
1) Pertahankan tirah baring dalam posisi yang di programkan
R/ Agar gangguan mobilitas fisik dapat berkurang
2) Tinggikan ekstremitas yang sakit, instruksikan klien / bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstremitas yang sakit dan tak sakit.
R/ Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas fisik yang dialami klien
3) Beri penyanggah pada ekstremitas yang sakit pada saat bergerak.
R/ Dapat meringankan masalah gangguan mobilitas yang dialami klien
4) Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
R/ Agar klien tidak banyak melakukan gerakan yang dapat membahayakan
5) Ubah posisi secara periodik
R/ Mengurangi gangguan mobilitas fisik
6) Kolaborasi dengan Fisioterapi / aoakulasi terapi
R/ Mengurangi gangguan mobilitas fisik
6. Evaluasi
DX 1
a. Mengalami peredaan nyeri
b. Melaporkan berkurangnya nyeri
c. Tidak mengalami nyeri tekan di tempat terjadinya infeks
DX 2
a. Peningkatan mobilitas fisik
b. Berpartisipasi dalam aktifitas perawatan diri
c. Mempertahankan fungsi penuh ekstermitas yang sehat
d. Memperlihatkan penggunaan alat imobilisasi dan alat bantu dengan aman
7. Penatalaksanaan
a. Istirahat dan pemberian analgetik untuk menghilangkan nyeri
b. Pemberian cairan intra vena dan kalau perlu tranfusi darah
c. Istirahat local dengan bidai atau traksi
d. Pemberian antibiotika secepatnya sesuai penyebab
e. Drainase bedah
8. Prinsip legal etis
Menurut kelompok kami, masalah legal etis yang muncul adalah
· Beneficience/berbuat baik berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain.
· Tidak merugikan (Nonmaleficience) Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
Perawat atas apa yang dilakukan harus mempertimbangkan resiko yang timbul akibat intervensi nya, artinya Jangan sampai apa yang di anggap perawat baik untuk pasien malah memperberat kondisi pasien.
8. Nursing advocacy
Menyarankan kepada keluarga untuk mengganti terapi kortikosteroid karena kortikosteroid menghambat pertumbuhan tulang bisa dig anti dengan obat anti malaria sebagai pengganti atau alternative lain pengobatan SLE. Selain itu juga kortikosteroid dapat memperlambat penyambuhan luka dan memperpanjang infeksi dan yang di instruksikan oleh dokter kita harus menyarankan memilih salah satu pemeriksaan yang dilakukan yaitu complete blood count ( CBC ), Erythrocyte sedimentation rate ( ESR ), C-reactive protein ( CRP ) serta rontgen tulang.
9. Telaah Jurnal
JUDUL : Penanganan Osteomyelitis Kronis dengan Biodegradable Antibiotics Delivery Systems
MAKNA : Osteomyelitis kronik adalah infeksi kronik pada medulla dan kortek tulang.Osteomyelitis kronis dikenal sebagai penyakit yang sulit disembuhkan secara tuntas. Pengobatan osteomyelitis kronis dengan antibiotika dan pembedahan (debridement) serta penambahan biodegradable antibiotics delivery systems saat ini banyak dilakukan karena terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kadar antibiotik secara adekuat pada daerah yang terinfeksi juga tidak diperlukan tahapan operasi berikutnya yaitu mengambil implant yang sudah diberikan.
Dilaporkan seorang laki-laki berusia 36 tahun datang ke IRD dr.Sutomo Surabaya dengan keluhan nyeri pada paha kanan penderita.Pada penderita telah dilakukan operasi debridement, guttering, dan pemberian biodegradable antibiotics delivery systems.
KESIMPULAN : Pengobatan osteomyelitis kronis dengan antibiotika dan pembedahan (debridement) serta penambahan biodegradable antibiotics delivery systems saat ini banyak dilakukan karena terbukti lebih efektif dalam meningkatkan kadar antibiotik secara adekuat pada daerah yang terinfeksi juga tidak diperlukan tahapan operasi berikutnya yaitu mengambil implant yang sudah diberikan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Osteomielitis adalah infeksi pada sumsum tulang yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus atau proses spesifik (m. Tuberculosa, jamur) (mansjoer, 2000, hal 358)
Osteomielitis adalah infeksi akut tulang yang dapat terjadi karena penyebaran infeksi dari darah (osteomielitis hematogen) atau yang lebih sering, setelah kontaminasi fraktur terbuka atau reduksi (osteomielitis eksogen) (elizabet j. Coroin, 2001, hal 301).
Osteomielitis adalah infeksi pada tulang yang biasanya menyerang metafisis tulang panjang (fkui jakarta, 1996, hal 131).
Osteomielitis adalah radang sumsum tulang (ramali, 2002, hal 244).
Osteomyelitis adalah infeksi Bone marrow pada tulang-tulang panjang yang disebabkan oleh staphylococcus aureus dan kadang-kadang Haemophylus influensae (Depkes RI, 1995)
Jika infeksi dibawah oleh darah, biasanya awitannya mendadak, sering terjadi dengan manifestasi klinis septikemia (mis. Menggigil, demam tinggi, denyut nadi cepat dan malaise umum). Gejala sismetik pada awalnya dapat menutupi gejala lokal secara lengkap. Setelah infeksi menyebar dari rongga sumsum ke korteks tulang, akan mengenai periosteum dan jaringan lunak, dengan bagian yang terinfeksi menjadi nyeri, bengkak dan sangat nyeri tekan. Pasien menggambarkan nyeri konstan berdenyut yang semakin memberat dengan gerakan dan berhubungan dengan tekanan pus yang terkumpul
B. Saran
Berdasarkan tanda dan gejala osteomielitis kita sebagai tenaga kesehatan hendaknya mengetahui dan memberi penyuluhan masyarakat awam agar dapat ditangani secara dini dan tidak terjadi penyebaran pada area lain.
DAPTAR PUSTAKA
Corwin, Elizabeth J. 2001. Buku saku patofisiologi. Jakarta: EGC.
Harrison. 1999. Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita selekta kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
Pamela L. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: EGC.
Reeves, Charlene J. 2001. Keperawatan medical bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medical-bedah. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar