Kamis, 16 April 2015

KONSEP DASAR KEPERAWATAN KOMUNITAS

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Posted by Ayip SYArifudin nur 


ingkup praktik keperawatan komunitas berupa asuhan keperawatan langsung dengan fokus pemenuhan dasar kebutuhan dasar komunitas yang terkait kebiasaan/prilaku dan pola hidup tidak sehat sebagai akibat ketidakmampuan masyarakat beradaptasi dengan lingkunagan internal dan exsternal. Asuhan keperawatan komunitas menggunanakan pendekatan proses keperawatan komunitas, yang terdiri atas pengkajiaan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan entry point pada individu, keluarga, kelompok, atau komunitas

Pada tahap pengkajian ini perlu didahului dengan sosialisasi program perawatan kesehatan komunitas serta program apa saja yang akan dikerjakan bersama-sama dalam komunitas tersebut. Sasaran dari sosialisasi inimeliputi tokoh masyarakat baik formal maupun informal, kader masyarakat, serta perwakilan dari tiap elemen di masyarakat (PKK, karang taruna, dan lainnya). Setelah itu, kegiatan dianjurkan dengan dilakukannya Survei Mawas Diri (SMD) yang diikuti dengan kegiatan Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Survei Mawas Diri adalah kegiatan perkenalan, pengumpulan, dan pengkajian masalah kesehatan oleh tokoh masyarakat dan kader setempat di bawah bimbingan petugas kesehatan atau perawat di desa (Depkes RI, 2007). Tujuan Survei Mawas diri adalah sebagai berikut.
8  Masyarakat mengenal, mengumpulkan data, dan mengkaji masalah kesehatan yang ada di desa
8  Timbulnya minat dan kesadaran untuk mengetahui masalah kesehatan dan pentingnya permasalahan tersebut untuk diatasi
Survey Mawas diri dilaksanakan di desa terpilih dengan memilih lokasi tertentu yang dapat menggambarkan keadaan desa pada umumnya. SMD dilaksanakan oleh kader masyarakat yang telah ditunjuk dalam pertemuan tingkat desa. Informasi tentang masalah-masalah kesehatan di desa dapat diperoleh sebanyak mungkin dari kepala keluarga yang bermukim di lokasi terpilih tersebut. Waktu pelaksanaan SMD dilaksanakan sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan desa. Cara pelaksanaan Survei Mawas Diri adalah sebagai berikut.
8  Perawat komunitas dan kader yang ditugaskan untuk melakukan survey mawas diri meliputi :
h  Penentuan sasaran, baik jumlah KK maupun lokasinya
h  Penentuan jenis informasi masalah kesehatan yang akan dikumpulkan dalam mengenal masalah kesehatan
h  Penentuan cara memperoleh informasi kesehatan, misalnya apakah akan mempergunakan cara pengamatan atau wawancara. Cara memperoleh informasi dapat dilakukan dengan kunjungan dari rumah ke rumah atau melalui pertemuan kelompok sasaran
h  Pembuatan instrument atau alat untuk memperoleh informasi kesehatan. Misalnya dengan menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) yang akan dipergunakan dalam wawancara atau membuat daftar hal-hal yang akan dipergunakan dalam pengamatan.
8  Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengumpulkan informasi masalah kesehatan sesuai dengan yang direncanaakan
8  Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengolah informasi masalah kesehatan yang telah dikumpulkan sehingga dapat diperoleh perumusan masalah kesehatan dan prioritas masalah kesehatan di wilayahnya.
Pengkajian asauhan keperawatan komunitas terdiri atas dua bagian utama, yaitu inti komunitas (core) dan delapan subsistem yang melengkapinya. Inti komunitas menjelaskan kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital statistic, sejarah komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas, sedangkan delapan subsistem lainnya meliputi lingkingan fisik, pendidikan, keamanan, dan transportasi, politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan social, komunitas, ekonomi, dan rekreasi.
Komponen lingkungan fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan tempat tinggal yang mampu mepengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah, denah atau peta wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, dan kegiatan penduduk sehari-hari. Lingkungan fisik juga dapat dikaji melalui wienshield.
Data yang dikaji dari subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi fasilitas di dalam komunitas dan di luar komunitas. Layanan kesehatan meliputi ketersediaan layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya, karaktersirtik konsumen, statistik, pembayaran, waktu pelayanan, kemanfaatan, keterjangkuan, keberlangsungan, dan keberterimaan layanan komunitas. Layanan sosial dapat meliputi layanan konseling, panti wreda bagi lansia, pusat perbelanjaan, dan lain-lain yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas dalam menyelesaikan masalah kesehatan. Pengkajiaan pelayanan kesehatan dan sosial juga meliputi kebijakan dari pemerintah setempat terhadap kedua layanan tersebut.
Pada subsistem ekonomi dikaji pendapatan penduduk, rata-rata penghasilan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, sumber penghasilan, jumlah penduduk miskin, keberadaan indrustri, toko/pusat pembelanjaan, dan tempat komunitas bekerja, dan bantuan dana untuk pemeliharaan kesehatan. Komponen ini mempermudah komunitas memproleh bahan makanan dan sebagainya.
Sementara itu pada komponen politik dan pemerintah dikaji situasi politik dan pemerintahan di komunitas, peraturan dan kebijakan pemerintah daerah terkait kesehatan komunitas, dan adaya program kesehatan yang ditunjukan pada penigkatan kesehatan komunitas
Pengkajian subsistem komunikasi meliputi media informasi yang dimanfaatkan, bagaimana komunikasi sering dimanfaatkan masyarakat, orang-orang yang berpengaruh, keikutsertaan dalam pendidikan kesehatan, bagaimana biasanya komunitas memproleh informasi tentang kesehatan, adakah perkumpulan atau wadah bagi komunitas sebagai sarana untuk mendapatkan informasi, dari siapa komunitas memproleh banyak informasi tentang kesehatan, dan adakah sarana komunikasi formal dan informal dalam komunitas.
Komponen pendidikan meliputi status pendidikan masyarakat, ketersediaan dan keterjangkauan sarana pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada di komunitas, jenis pendidikan, tingkat pendidikan, komunitas yang buta huruf.
Pengkajian subsistem rekreasi diarahkan pada kebiasaan komunitas berekreasi, aktivitas di luar rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis rekreasi yang dapat dimanfaatkan oleh komunitas, dan sarana penyaluran bakat komunitas.


Metode pengumpulan data pengkajian asuhan keperawatan antara lain Windshield survery, informant interview, observasi partisipasi, dan focus group discussion (FGD).
Windshield survery dilakukan dengan berjalan-jalan di lingkungan komunitas untuk menentukan gambaran tentang kondisi dan situasi yang terjadi di komunitas, lingkungan sekitar komunitas, kehidupan komunitas, dan karakteristik penduduk yang ditemui di jalan saat survai dilakukan.

Sebelum terjun ke masyarakat, instrument pengkajian sebaiknya dikembangkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Instrument yang perlu dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap masyarakat antara lain kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Untuk mendapatkan hasil yang akurat dan agar masyarakat membina rasa percaya (trust) dengan perawat diperlukan kontak yang lama dengan komunitas. Perawat juga harus menyertakan lembar persetujuan (informed consent) komunitas yang dibubuhi tanda tangan  atau cap jempol akan melakukan tindakan yang membutuhkan persetujuan komonitas. Informed consent juga mencantumkan jaminan kerahasian terhadap isi persetujuan dan dapat yang telah disampaikan. Wawancara dilakukan kepada key informant atau tokoh yang menguasai program.

Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan berapa lama observasi akan dilakukan, apa, dimana, waktu, dan tempat komunitas yang akan di observasi. Kegiatan observasi dapat dilakukan menggunakan format observasi yang sudah disiapkan terlebih dahulu, kemudian catat semua yang terjadi, dengan tambahan penggunaan kamera atau video. Informasi yang penting diperoleh menyangkut aktivitas dan arti sikap atau tampilan yang ditemukan di komunitas. Observasi dilakukan terhadap kepercayaan komunitas, norma, nilai, kekuatan, dan proses pemecahan masalah di komunitas.

FGD merupakan diskusi kelompok terarah yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang perasaan dan pikiran mengenai satu topic melaui proses diskusi kelompok, berdasarkan pengalaman subjektif kelompok sasaran terhadap satu institusi/produk tertentu FGD bertujuan mengumpulkan data mengenai persepsi terhadap sesuatu, misalnya, pelayanan yang dan tidak mencari consensus serta tidak mengambil keputusan menganai tindaka yang harus dilakukan. Peserta FGD terdiri dari 6-12 orang dan harus homogen, dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis kelamin, usia, latar belakang social ekonomi (pendidikan,suku, status perkawinan, dsb).  Lama diskusi maksimal 2 jam. Lokasi FGD  harus memberikan situasi yang aman dan nyaman sehingga menjamin narasumber berbicara terbuka dan wajar
FGD  menggunakan diskusi yang  terfokus sehingga membutuhkan pedoman wawancara yang berisi pertanyaan terbuka, fasilitator, moderato, notulen, dan observer. Fasilitator dapat menggunakan prtunjuk diskusi agar diskusi terfokus. Peran fasilitator menjelaskan diskusi, mengarahkan kelompok, mendorong peserta untuk berpartisipasi dalam diskusi, menciptakan hubungan baik, fleksibel, dan terbuka terhadap saran, perubahan, gangguan, dan kurangnya partisipasi.
Perekam jalannya diskusi yang paling utama adalah pengamat merangkap pencatat (observer dan recorder) hal yang perlu dicatat adalah tanggal diskusi, waktu diskusi diadakan, tempat diskusi, jumlah peserta, tingkat partisipasi peserta, gangguan selama proses diskusi, pendapat peserta apa yang membuat peserta menolak menjawab atau membaut peserta tertawa, kesimpulan  diskusi , dan sebagainya. Pengguanaan alat perekam saat SGD berlangsung harus mendapat  izin dari responden terlebih dahulu.
Sebelum membuat instrument pengkajian keperawatan komunitas seperti kuisioner, pedoman wawancara, pedomanobservasi, atau windshield survey, kisi-kisi instrument pengkajian sebaiknya dibuat terlebih dahulu, agar data yang akan ditanyakan dan dikaji kepada komunitas tidak tumpang tindih sehingga waktu yang digunakan lebih efektif dan efisian

Table kisi-kisi instrument pengkajian komunitas
No
variabel
Sub-variabel
Item pertanyaan
Sumber data
strategi
1
Core
demografi
Nama
Usia
Jenis kelamin
Data primer
kuisioner
2
Lingkungan fisik
3
Pendidikan
4
Komunikasi
5
Layanan kesehatan dan social
6
Keamanan dan transportasi
7
Ekonomi
8
Politik dan pemerintahan
9
rekreasi



Selain data primer,  data skunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen yang sudah dibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan, musalnya laporan tahunan puskesmas, monografi desa, profil kesehatan, dsb, juga perlu dikumpulkan dari komunitas. Setelah dikumpulkan melalui pengkajian, data selanjutnya dianalisis, sehingga perumusan diagnosis keperawatan dapat dilakukan. Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yang mengalami kondisi terancam. Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkan diagnosis potensial; terhadap garis normal memunculkan diagnosis resik; dan terhadap garis pertahanan resisten memunculkan diagnosis actual/gangguan. Analisis data dibuat dalam bentuk matriks

Table format analisis data komunitas
Data
Diagnosis keperawatan komunitas
· Insiden TB dalam 6 bulan terahir
· ….% proporsi penduduk dengan kasus TB
· Status gizi seluruh anggota keluarga ..%
· Status imunisasi balita
· Ventilasi udara dalam rumah…
· Riwayat frekwnsi batuk lama (lebih dari 3 bulan)…%
· …% keluarga belum memenfaatkan fasilitas kesehatan
· ..% pengetahuan keluarga tentang TB masih rendah
Tingginya angka TB diwilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan tb dan keterbatasan kualitas sasran pelayanan TB
· 91% remaja mengalami keputihan
· 40% remaja yang mengalami keputihan menderita gatal
· Upaya yang dilakukan remaja dalam mengatasi keputihan 83% didiamkan saja
· 55% remaja memiliki kemampuan tentang kesehatan reprosuksi yang masih rendah
· 40,8% remaja meliki pengetahuan terkait kebiasaan hygiene personal kesehatan reproduksi yang masih rendah
Resiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja di wilayah …. Yang berhubungan dengan tingginya kejadian gangguan organ reproduksi remaja dan kurangnya kebiasaan perawatan organ reproduksi remaja.



Diagnosis keperawatan komunitas disusun berdasarkan jenis diagnosis sebagai berikut.
1.      Diagnosis sejahtera
Diagnosis sejahtera/ wellness digunakan bila komunitas mempunyai potensi untuk ditingkatkan, belum ada data maladapti. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas potensial, hanya terdiri dari komponen problem (p) saja, tanpa komponen etiologi (e).
Contoh diagnosis sejahtera/ wellness:
Potensial peningkatan tumbuh kembang pada balita dir t 05 rw 01 desa x kecamatan A, ditandai dengan  cakupan imunisasi 95% (95%), 80% berat badan balita di atas garis merah KMS, 80% pendidikan ibu adalah SMA, cakupan posyandu 95%.
2.      Diagnosis ancaman ( risiko) 
Diagnosis risiko digunakan bila belum terdapat paparan masalah kesehatan, tetapi sudah ditemukan beberapa data maladaptive yang memungkinkan timbulnya gangguan. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas risiko terdiri atas problem (p), etiologi (e) , dan symptom/ sign (s).
Contoh diagnose risiko:
Resiko terjadinya konflik psikologis pada warga RT 05, RW 01 desa x kecamatan A yang berhubungan dengan koping masyarakat yang tidak efektif ditandai dengan pernah terjadi perkelahian antar- RT, kegiatan gotonbg royong , dan silaturahmi, rutin rw jarang dilakukan, penyuluhan kesehatan terkait kesehatan jiwa belum pernah dilakukan, masyarakat sering berkumpul dengan melakukan kegiatan yang tidak positif seperti berjudi.
3.      Diagnosis actual/ gangguan
Diagnosis gangguan ditegakkan bila sudah timbul gangguan/ masalah kesehatandi komunitas, yang didukung oleh beberapa data maladaptive. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas actual terdiri atas problem (p), etiologi (e), dan symptom/sign (s)
Contoh diagnosis actual:
gangguan/masalah kesehatan reproduksi pada agregat remaja yang berhubungan dengan kurangnya kebiasaan hygiene Personal, ditandai dengan 92% remaja mengatakan mengalami keputihan patologis, upaya yang dilakukan remaja dalam mengatasi keputihan 80% didiamkan saja, 92% remaja mengatakan belum pernah memperoleh informasi kesehatan reproduksi dari petugas kesehatan.
Tingginya kasus diare di wilayah RW 5 kelurahan X yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan diare, keterbatasan, dan kualitas sarana pelayanan diare.


Setelah data dianalisis dan masalah keperawatan komunitas ditetapkan prioritas masalah kesehatan komunitas yang perlu ditetapkan bersama masyarakat melalui musyawarah masyarakat desa (MMD) atau lokakarya mini masyarakat. Prioritas masalah dibuat berdasarkan kategori dapat diatasi, kemudahan, dan kekhususan, mengingat banyaknya masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Pemilihan masalah ini sangat penting dilakukan, agar implementasi yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat dan secara tidak langsung akan membangun rasa percaya diri dan kompetensi masyarakat untuk mengatasi masalah yang lain (Bract, 1990 dalam Helvie, 1998). Penentuan prioritas  masalah keperawatan komunitas dapat dilakukan melalui metode berikut.

1.      Paper and Pencil Tool (Ervin, 2002)



Masalah
Pentingnya masalah untuk dipecahkan :
1 Rendah
2 Sedang
3 Tinggi
Kemungkinan perubahan positif jika diatasi :
0 Tidak ada
1 Rendah
2 Sedang
3 Tinggi
Peningkatan terhadap kualitas hidup bila diatasi :
0 tidak ada
1 Rendah
2 Sedang



Total
Resiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja

3

3

3

9
Kurangnya kebiasaan hygiene personal
3
2
2
7

2.      Scoring diagnosis keperawatan komunitas (DepKes, 2003)
Masalah keperawatan
A
B
C
D
E
F
G
H
Total
Resiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja.

2

3

2

5

2

3

2

2

21
Kurangnya kebiasaan hygiene personal
3
4
3
3
3
3
3
3
25
Keterangan :                                                    Pembobotan :
A.    Risiko keparahan                                       1. Sangat rendah
B.     Minat masyarakat                                      2. Rendah
C.     Kemungkinan diatasi                                3. Cukup
D.    Waktu                                                       4. Tinggi
E.     Dana                                                          5. Sangat tinggi
F.      Fasilitas
G.    Sumber daya
H.    Tempat


Musyawarah Masyarakat desa (MMD) adalah pertemuan seluruh warga desa untuk membahas hasil Survei mawas Diri dan merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh dari Survei Mawas Diri (Depkes RI, 2007). Tujuan dari MMD ini adalah sebagai berikut
8  Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya
8  Masyarakat sepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan

Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan MMd adalah sebagai berikut :
8  Musyawarah masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka masyarakat desa, petugas puskesmas, dan sector terkait di kecamatan
8  MMD dilaksanakan dib alai desa atau tempat pertemuan lain yang ada di desa
8  MMD dilaksanakan segera setelah SMD dilaksanakan

Cara pelaksanaan MMD adalah sebagai berikut :
8  Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD dipimpin oleh kepala desa
8  Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui curah pendapat dengan mempergunakan alat peraga, poster, dan lain-lain dengan dipimpin oleh ibu desa
8  Penyajian hasil SMD oleh kelompok SMD
8  Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan masalah dan hasil SMD, dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas kesehatan di desa atau perawat komunitas
8  Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan dipimpin oleh kepala desa
8  penutup


Perencanaan diawali dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta rencana tindakan untuk mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan stresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan. Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan pencegahan tersier untuk memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson & McFarlane, 2000).
Tujuan terdiri atas tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek.  Penetapan tujuan jangka panjang (tujuan umum/TUM) mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P) di komunitas, sedangkan penetapan tujuan jangka pendek (tujuan khusus/TUK) mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi (E). Tujuan jangka pendek harus SMART (S= spesifik, M= measurable/dapat diukur, A= achievable/dapat dicapai, R= reality, T= time limited/ punya limit waktu).

Diagnosis Keperawatan Komunitas
TUM
TUK
Risiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja putrid di wilayah ….. yang berhubungan dengan tingginya kejadian gangguan organ reproduksi remaja dan kurangnya kebiasaan perawatan organ reproduksi remaja.
Tidak terjadi gangguan infertilitas pada agregat remaja putri
di ….
·  Pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi meningkat dari …% menjadi ……%.
·  Menurunnya jumlah siswi yang mengalami keputihan dari …% menjadi …..%.
·  Terjadi peningkatan perilaku remaja terkait kebiasaan perawatan organ reproduksi sehari – hari dari ….% menjadi ….. %.
·  Remaja sudah memanfaatkan layanan UKS untuk membantu mengatasi masalah remaja.
Tingginya angka TB di wilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan TB dan keterbatasan kualitas sarana pelayanan TB.
Meningkatnya kemandirian masyarakat di …. dalam menolong dirinya sendiri agar terhindar dari penyebaran TB. 
·  Terjadi peningkatan pengetahuan keluarga tentang penanganan TB dari ,,,% menjadi …%.
·  Terjadi peningkatan kualitas saranan kesehatan untuk penanggulangan TB.
·  Penemuan kasuss TB secara mandiri oleh masyarakat.

Rencana kegiatan yang akan dilakukan bersama masyarakat dijabarkan secara operasional dalamplanning of action (POA) yang disusun dan disepakati bersama masyarakat saat MMD atau lokakarya mini masyarakat.

Tabel rencana kegiatan asuhan keperawatan komunitas
Diagnosis
Keperawatan
Komunitas
TUM
TUK
Rencana Kegiatan
Evaluasi
Tingginya angka TB di wilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan TB dan keterbatasan kualitas sarana pelayanan TB.
Meningkatnya kemandirian masyarakat di …. dalam menolong dirinya sendiri agar terhindar dari penyebaran TB.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama satu bulan, diharapkan:
· Terjadi peningkatan pengetahuan keluarga tentang penanganan TB dari … % menjadi …%
· Terjadi peningkatan kualitas sarana kesehatan untuk penanggulangan TB.
· Penemuan kasus TB secara mandiri oleh masyarakat.
1.   Beri penyuluhan tentang TB dan perawatannya.
2.   Ajarkan masyarakat keterampilan dalam menangani gejala TB, melakukan tindakan pencegahan penularan TB.
3.   Deteksi kasus TB di masyarakat melalui skrining.
4.   Bagikan leaflet setelah penyuluhan TB.
5.   Lakukan pembinaan kader dalam kemampuan penemuan kasus dan penanganan TB.
6.   Lakukan kerjasama dengan institusi pendidikan formal dan informal untuk melaksanakan program terkait pencegahan dan penanggulangan TB. 
Kriteria evaluasi : pengetahuan masyarakat tentang TB meningkat.

Standar evaluasi:
1.   70 % keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda/gejala, dan penyebab TB.
2.   75 % keluarga mampu melakukan tindakan pencegahan TB.
3.   75% kader mampu menemukan kasus TB dan melakukan penanganan TB.




Tabel Planning of Action
Masalah Keperawatan
Tujuan
Kegiatan
Sasaran
Waktu
Tempat
Sumber dana
Media
Pj
Risiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja putrid di wilayah …
TUM
· Tidak terjadi di gangguan infertilitas pada agregat remaja putri di wilayah….

TUK
· Pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi meningkat dari …% menjadi …%.
· Jumlah siswa yang mengalami keputihan menurun dari …% menjadi … %.
· Perilaku remaja terkait kebiasaan perawatan orang reproduksi sehari – hari meningkat dari …% menjadi ….%.







1.      Melakukan pendidikan kesehatan reproduksi kepada remaja terkait materi kesehatan reproduksi dan pemeliharaanya.

2.      Bekerja sama dengan guru BP dalam memberikan materi kesehatan reproduksi. 







Remaja di RW …





Guru BP sekolah …..







Minggu pertama





Minggu kedua







Balai warga





Sekolah







Swadaya






Dana sekolah







Leaflet, booklet, poster




Leaflet, poster









Risiko meningkatnya kasus TB di wilayah …
TUK
·  Pengetahuan kader tentang pengertian, penyebab, tanda dan gejala, akibat, dan penanggulangan TB meningkat dari …% menjadi …%

Pelatihan dan penyegaran kader

Kader di RW ….

Minggu keempat

RW …..

Swadaya

Lembar balik, poster, leaflet


Implementasi merupakan langkah yang dilakukan setelah perencanaan program. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah masyarakat. Sering kali, perencanaan program yang sudah baik tidak diikuti dengan waktu yang cukup untuk merencanakan implementasi. Implementasi melibatkan aktivitas tertentu sehingga program yang ada dapat dilaksanakan, diterima, dan direvisi jika tidak berjalan. Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan komunitas menggunakan strategi proses kelompok, pendidikan kesehatan, kemitraan (partnership), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Perawat komunitas menggali dan meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam memelihara kesehatannya.
Tujuan akhir setiap program di masyarakat adalah melakukan perubahan masyarakat. Program dibuat untuk menciptakan keinginan berubah dari anggota masyarakat. Perubahan nilai dan norma di masyarakat dapat disebabkan oleh faktor eksternal, seperti adanya undang-undang, situasi politik, dan kejadian kritis eksternal masyarakat. Dukungan eksternal ini juga dapat dijadikan daya pendorong bagi tindakan kelompok untuk melakukan perubahan prilaku masyarakat. Organisasi ekternal dapat menggunakan model social planning dan locality development untuk melakukan perubahan, menggalakkan kemitraan dengan memanfaatkan sumber daya internal dan sumber daya eksternal.
Perawat komunitas harus memiliki pengetahuan yang memadai agar dapat memfasilitasi perubahan dengan baik, termasuk pengetahuan tentang teori dan model berubah. Perubahan yang terjadi di masyarakat sebaiknya dimulai dari tingkat individu, keluarga, masyarakat, dan sistem di masyarakat. Ada beberapa model berubah (Ervin, 2002), yaitu :
1.      Model berubah Kurt Lewin
Proses berubah terjadi pada saat individu, keluarga, dan komunitas tidak lagi nyaman dengan kondisi yang ada. Model ini terdiri dari :
§  Unfreezing, bila ada perasaan butuh untuk berubah baru implementasi dilakukan, dengan tujuan membantu komunitas menjadi siap untuk melakukan perubahan.
§  Change yaitu intervensi mulai diperkenalkan kepada kelompok
§  Refreezing meliputi bagaimana membuat suatu program menjadi stabil melalui pemantauan dan evaluasi.
Contoh : pada kasus flu burung, saat unfreezing berubah menjadi refreezing, perawat komunitas perlu mempertahankan kondisi yang ada dengan melakukan kemitraan tentang bagaimana kebiasaan masyarakat yang sudah bagus dapat dipertahankan dan kebiasaan masyarakat yang kurang mendukung kesehatan tidak lagi terjadi, seperti kebiasaan tidak melakukan cuci tangan.

2.      Strategi berubah Chin & Benne
Strategi berubah ini sangat cocok digunakan oleh perawat komunitas dalam mengkaji status individu, kelompok, dan masyarakat dalam membuat keputusan untuk berubah. Strategi ini merupakan strategi untuk melakukan perubahan di komunitas, bukan tahap proses berubah. Menurut model ini untuk melakukan perubahan diperlukan strategi perubahan yaitu :
§  Rational empiris, dikatakan bahwa untuk melakukan perubahan di komunitas, perlu terdapat fakta dan pertimbangan tentang seberapa besar keuntungan yang diperoleh dengan adanya perubahan tersebut. Contoh : adanya kebiasaan merokok yang banyak terjadi di masyarakat, terutama remaja, diperlukan peran perawat komunitas untuk memfasilitasi perubahan dengan memberikan promosi kesehatan bahaya merokok melalui media,seperti poster, leaflet, modul data kejadian kesakitan dan kematian akibat merokok atau mengajak melihat langsung kondisi korban akibat rokok. Dengan adanya fakta, diharapkan terjadi perubahan pada individu.
§  Normative reedukatif yaitu pertimbangan tentang keselarasan perubahan dengan norma yang ada di masyarakat.
§  Power coercive yaitu strategi perubahan yang menggunakan sanksi baik politik maupun sanksi ekonomi. Misalnya sanksi terhadap perokok yang merokok di tempat umum berupa denda atau kurungan.

3.      First order and second order change
Menurut model ini first order bertujuan mengubah substansi atau isi di dalam sistem, sedangkan pada second order, perubahan ditujukan pada sistemnya.
Contoh : Adasnya resiko pergaulan bebas yang saat ini marak di kalangan remaja,perawat komonitas perlu mengubah substansi yang ada dalam system (frist order) seperti membentuk dan melihat kader kesehatan remaja (KKR) di sekolah dan dimasyarakat, melakukan promosi kesehatan kepada siswa, guru, orang tua dan masyarakat melakukan dukungan lintas –sektor dan lintas-program kepada aparat terkait program melalui jaringan kemitraan, dsb.selain itu ,diperlukan juga perubahan pada system (second order) termasuk fasilitas yang ada, seperti menyediakan klinik remaja, revitalisasi UKS di sekolah, kebijakan pemerintah terkait remaja, dsb.
Mengukur adanya perubahan masyarakat pada tingkat induvidu, dapat diketahui dari tingkat kesadaran individu terhadap perubahan, bagaimana individu mengerti tentang masalah yang dihadap, tingkat partisipasi individu, dan adanyan perubahan dalam bentuk tingkah laku yang ditampilkan. Adanya role model yang ada dimasyarakat dapat dijadikan pendorong untuk mengubah norma dan praktik individu dalam perubahan masyarakat.
Pada tingkat masyarakat, perubahan lebih difokuskan pada kelompok dan oeganisasi, termasuk adanya perubahan kebijakan yang berhubungan dengan masalah yang terjadi di masyarakat, adanya dukungan dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat serta aktivitas lain yang berhubungan dengan penyelesaian masalah. Perubahan dimasyarakat dapat dievaluasi melalui pengembangan koalisi, partisipasi masyarakat dalam dukungan untuk mencapai tujuan, dan perubahan nilai dan norma yang berlaku di masyarakat.
Setiap akan melakukan kegiatan dimasyarakat /implementasi  program,sebaiknya dibuat dahulu laporan pendahuluan (LP)  kegiatan asuhan keperawatan komonitas yang meliputi:
1.      Latar belakang yang berisi kriteria komonitas, data yang perlu dikaji lebih lanjut terkait implementasi yang akan dilakukan,dan masalah keperawatan komonitas yang terkait dengan implementasi saat ini.
2.      Proses keperawatan komonitas yang berisi diagnose keperawatan komonitas, tujuan umum, dan tujuan khusus.
3.      Implementasi tindakan keperawatan, yang berisi topik kegiatan,  target kegiatan, metode, strategi kegiatan, media dan alat bantu yang dipergunakan , waktu  dan tempat  pelaksanaan kegiatan, pengorganisasian petugas kesehatan beserta tugas, susunan acara, setting tempat acara.
4.      Kriteria evaluasi, yang berisi evaluasi struktur, evaluasi proses, dan evaluasi hasil dengan menyebutkan target persentase pencapaian hasil yang diinginkan.

Pelaksanaan kegiatan perkesmas, dilakukan berdasarkan POA Perkesmas  yang telah disusun. Pemantauan kegiatan perkesmas  secara berkala dilaksanakan oleh kepala puskesmas dan coordinator puskesmas dengan melakukan diskusi tentang permasalahan yang dihadapi terkait pelaksanaan perkesmas serta melakukan penilaian setia akhir tahun dengan membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan dengan rencana yang telah disusun. Pembahasan masalah perkesmas dapat dilakukan dengan cara mengadakan kegiatan :
1.      Lokakarya Mini Bulanan 
Lokakarya mini bulanan dilakukan setian bulan di puskesmas, dihadiri oleh staf puskesmas dan unit penunjangnya untauk membahas kinerja internal puskesmas termasuk cakupan, mutu pembiayaan, masalah, dan hambtan yang ditemui termasuk pelaksanaan perkesmas  dan kaitanya dengan masalah lintas program lainnya.
2.      Lokakarya Mini Tribulanan
Lokakarya mini tribulanan dilakukan setiap 3 bulan sekali, dipimpin oleh camat dan dihadari oleh staf puskesmas  dan unit penunjangnya, instansi lintas- sektor tingkat kecamatan untuk membahas masalah  dalam pelaksanaan puskesmas  termasuk perkesmas terkait dengan lintas – sektor dan pemasalahan yang terjadi untuk mendapatkan penyelesaiannya.
3.      Refleksi Diskusi Kasus (RDK)
Refleksi diskusi kasus merupakan metode yang digunakan dalam merefleksikan pengalaman dalam satu kelompok diskusi untuk berbagai  pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan atas standar yang berlaku. Proses diskusi ini memberikan ruang dan waktu bagi peserta diskusi untuk merefleksikan pengalaman masing-masing serta kemampuannya tanpa tekanan kelompok, terkondisi, setiap peserta saling mendukung, member kesempatan belajar terutama bagi peserta yang tidak terbiasa dan kurang percaya diri dalammenyampaikan pendapat (WHO.2003). RDK dilakukan minimal seminggu sekali, dihadapi oleh perawat perkesmas di puskesmas untuk membahas masalah teknis perkesmas. 

Dalam pemberian asuhan keperawatan komonitas kepada individu / kluarga / kelompok dan masyarakat agar pemahaman dan ketrampilan perawat komonitas lebih meningkat. Adapun persyaratan metode RDK adalah:
a)      Kelompok terdiri atas 5-8 orang.
b)      Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi sebagai penyaji,dan sisanya sebagai peserta.
c)      Posisi fasilitator, penyaji, dan peserta lain dalam diskusi setara (equal).
d)     Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman yang terkait asuhan keperawatan di komonitas yang menarik untuk dibahas dan di diskusikan, perlu penanganan dan pemecahan masalah.
e)      Posisi duduk sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda lainnya  agar peserta dapat bertatapan dan berkomonikasi secara bebas.
f)       Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam satu saat, peserta lainya memperhatiakan dan mendengarkan.
g)      Tidak diperkenakan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan peserta lainnya.
h)      Peserta berbagi  (sharing) pengalaman selama satu jam dan dilakukan secara rutin.
i)        Setiap anggota secara bergiliran mendapat kesempatan sebagai fasilitator, penyaji, dan anggota peserta diskusi.
j)        Selama diskusi, diusahakan agar tidak ada peserta yang tertekan atau terpojok. Yang diharapkan justru dukungan dan dorongan dari setiap peserta agar terbiasa menyampaikan pendapat mereka masing-masing.


Evaluasi merupakan tahap akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan sekumpulan informasi yang sistemik berkenaan dengan program kerja dan efektivitas dari serangkaian program yang digunakan masyarakat terkait program kegiatan, karakteristik, dan hasil yang telah dicapai (patton, 1986 dalam Helvie, 1998). Program evaluasi dilakukan untuk memberikan informasi kepada perencanaan program dan pengambil kebijakan tentang efektivitas dan efisiensi program. Evaluasi merupakan sekumpulan metode dan ketrampilan untuk menentukan apakah program sudah sesuai dengan rencana dan tuntutan masyarakat. Evaluasi digunakan untuk mengetahui beberapa tujuan yang diharapkan telah tercapai dan apakah itervensi yang dilakukan efektif untuk masyarakat setempat sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat, apakah sesuai dengan rencana atau apakah dapat mengatasi masalah masyarakat. Evaluasi ditunjukan untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan program apa yang dibutuhkan masyarakat, apakah media yang digunakan tepat , ada tidaknya program perencanaan yang dapat di implementasikan, apakah program dapat menjangkau masyarakat, siapa yang yang menjadi target sasaran program, apakah program yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Evaluasi juga bertujuan mengidentifikasi masalah dalam perkembangan program dan penyelesaian. Program evaluasi dilaksanakan untuk memastikan apakah ada hasil program sudah sejalan dengan sasaran dan tujuan, memastikan biaya program sumber daya, dan waktu pelaksanaan program yang telah dilakukan. Evaluasi juga diperlukan  untuk memastikan apakah prioritas program yang disusun sudah memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan membandingkan perbedaan program terkait keefektifannya.
Evaluasi dapat berupa evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi program merupakan proses mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai dasar proses pengambilan keputusan, dengan cara meningkatkan pelayanan kesehatan. Evaluasi proses difokuskan pada urutan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil. Evaluasi hasil dapat diukur melalui perubahan pengetahuan ( knowledge) , sikap ( attitude), dan perubahan prilaku masyarakat.
Evaluasi terdiri atas evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk umpan balik selama program berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan keputusan. Pengukuran efektifitas program dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi kesuksesan dalam pelaksanaan program. Pengukuran efektivitas  program dikomonitas dapat dilihat berdasarkan:
1.      pengukuran komonitas sebagai klien. Pengukuran ini dilakukan dengan cara mengukur kesehatan ibu dan anak, mengukur kesehatan komonitas.
2.      pengukuran komonitas sebagai pengalaman Pembina hubungan. Pengukuran dilakukan dengan cara melakukan pengukuran social dari determinan kesehatan.
3.      pengukuran komonitas sebagai sumber. Ini dilakukan dengan mengukur tingkat keberasilan pada kluarga atau masyarakat sebagai sumber informasi dan sumber intervensi kegiatan.






         -  Efendi, Ferry . 2009 . Keperawatan kesehatan Komunitas : Teori dan Praktik dalam Keperawatan . Jakarta    .  Salemba Medika

           -  Henny, Achjar Komang Ayu . 2011 . Asuhan Keperawatan Komunitas : Teori dan praktek . Jakarta : EGC


Tidak ada komentar:

Posting Komentar