Kamis, 16 April 2015

MAKALAH TRANSKULTURAL NURSING

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Menjadi seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat.
Peran perawat sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien.  Namun peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan,  krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapatkan perhatian khusus”.
Klien dalam kondisi terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya, perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Isi perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat perhatian khusus (Hawari, 1977)

B.     Tujuan
1.      Tujuan umum
Dapat memahami tentang perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian.
2.      Tujuan khusus
a.       Mahasiswa mampu memaparkan perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan
b.      Mahasiswa mampu memaparkan segala bentuk asuhan keperawatan transkultural
c.       Mahasiswa mampu memaparkan asuhan keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian
d.      Mahasiswa mampu memaparkan penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila dihadapkan pada situasi tersebut dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien
e.       Mahasiswa mampu Mengetahui konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan standart keperawatan
f.       Mahasiswa mampu mengetahui pandangan kematian menurut berbagai agama dan suku bangsa ,

C.    Rumusan masalah
Dilihat dari latar belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:
Bagaimana peran perawat bila dihadapkan pada situasi pasien menjelang dan saat kematian dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien tersebut dilihat dari proses transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan kesehatan”.

D.    Metode penulisan
Metode penulisan dalam makalah ini adalah:
BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar belakang, tujuan, rumusan masalah, dan metode penulisan makalah.
                   BAB 2 Landasan Teori didalamnya mengenai teori tentang Perspektif Transkultural dalam Keperawatan, Asuhan keperawatan klien terminal (sakaratul maut)
BAB 3 Pembahasan Kasus didalamnya mengenai kasus yang dibahas serta jawaban kasus.
BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat kesimpulan dan saran mengenai masalah gangguan pada system endokrin.
Dan juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku – buku dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi isi makalah.


BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Perspektif Transkultural dalam Keperawatan
1.      Keperawatan Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan
Sebelum mengetahui lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti kebudayaan terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat. (koentjoroningrat, 1986)
Wujud-wujud kebudayaan antara lain :
1.        Kompleks dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan
2.        Kompleks aktivitas atau tindakan
3.        Benda-benda hasil karya manusia
Keperawatan sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat dikembangkan dan diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Teori transkultural dari keperawatan berasal dari disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat.
Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.
Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang humanis yang difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978), keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.

Tujuan  dari transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural  dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan. Perilaku caring diberikan  kepada manusia sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara  kultur satu tempat dengan tempat lainnya.

2.      Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Konsep dalam transcultural nursing adalah :
a.     Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang dipelajari, dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan mengambil keputusan.
b.    Nilai budaya
Keinginan individu atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang dipertahankan pada suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan
c.    Perbedaan budaya dalam asuhan keperawatan
Merupakan bentuk yang optimal dalam pemberian asuhan keperawatan
d.   Etnosentris
Budaya-budaya yang dimiliki oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu  menganggap budayanya adalah yang terbaik
e.    Etnis
Berkaitan dengan manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut cirri-ciri dan kebiasaan yang lazim
f.     Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid, negroid,mongoloid.
g.    Etnografi: Ilmu budaya
Pendekatan metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu.
h.    Care
Fenomena yang berhubungan dengan bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga dan kelompok dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia
i.      Caring
Tindakan langsung yang diarahkan untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi kehidupan manusia
j.      Culture care
            Kemampuan kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan untuk membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau kelompok untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai
k.    Cultural imposition
            Kecenderungan tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.

    Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang sesuai  latar belakang budaya, terhadap 4 konsep sentral keperawatan yaitu :
·      Manusia
Manusia adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and Davidhizar, 1995).

·      Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak pada rentang sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995).
·      Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien. Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik, sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut. Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup, bahasa dan atribut yang digunakan.
·      Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya, mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger, 1991).


3.    Pengkajian Asuhan Keperawatan Budaya
Peran perawat dalam transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan yaitu:
·      Cara I : Mempertahankan budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
·       Cara II : Negosiasi budaya
Intervensi dan implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan. Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani yang lain.
·       Cara III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan. Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.

Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada pada”Sunrise Model” yaitu:
1.    Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji: Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan, alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan ini.
2.      Faktor agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan, cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3.      Faktos sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4.      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang di anggap baik atau buruk. Norma –norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5.      Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
6.      Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi, penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7.      Faktor pendidikan ( educational factors )
Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
·      Prinsip-prinsip pengkajian budaya:
a.    Jangan menggunakan asumsi.
b.    Jangan membuat streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang Jawa halus.
c.    Menerima dan memahami metode komunikasi.
d.      Menghargai perbedaan individual.
e.       Tidak boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
f.       Menyediakan privacy terkait kebutuhan pribadi.

4.      Instrumen Pengkajian Budaya
Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural in Nursing mengalami perkembangan oleh beberapa ahli, diantaranya:
a.    Sunrise model (Leininger)
     Yang terdiri dari komponen:
1)      Faktor teknbologi (Technological Factors)
-          Persepsi sehat-sakit
-          Kebiassaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan
-          Alasan mencari bantuan/pertolongan medis
-          Alasan memilih pengobatan alternative
-          Persepsi penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah kesehatan
2)      Faktor agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)
-          Agama yang dianut
-          Status pernikahan
-          Cara pandang terhadap penyebab penyakit
-          Cara pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan
3)      Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship & Social Factors)
-          Nama lengkap & nama panggilan
-          Umur & tempat lahir,jenis kelamin
-          Status,tipe keluarga,hubungan klien dengan keluarga
-          Pengambilan keputusan dalam keluarga
4)      Nilai-nilai budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)
-          Posisi / jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas
-          Bahasa yang digunakan
-          Kebiasaan yang berhubungan dengan makanan & pola makan
-          Persepsi sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan aktifitas sehari-hari
5)      Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political & legal Factors)
Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya,meliputi:
-          Peraturan dan kebijakan jam berkunjung
-          Jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu
-          Cara pembayaran
6)      Faktor ekonomi (Economical Factors)
-          Pekerjaan
-          Tabungan yang dimiliki oleh keluarga
-          Sumber biaya pengobatan
-          Sumber lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.
-          Patungan antar anggota keluarga
7)      Faktor Pendidikan (Educational Factors)
-          Tingkat pendidikan klien
-          Jenis pendidikan
-          Tingkat kemampuan untuk belajar secara aktif
-          Pengetahuan tentang sehat-sakit
b.   Keperawatan transkultural model Giger & Davidhizar
Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil unik dari suatu kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini meliputi:
1)   Komunikasi (Communication)
Bahasa yang digunakan,intonasi dan kualitas suara,pengucapan (pronounciation),penggunaan bahasa non verbal,penggunaan ‘diam’
2)   Space (ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang lain,persepsi tentang ruang gerak dan pergerakan tubuh.
3)   Orientasi social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi keluarga,pekerjaan,waktu luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan.
4)   Waktu (time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu untuk bekerja dan menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu dan yang akan datang.
5)   Kontrol lingkungan (environmental control)
Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya yang berkaitan dengan sehat-sakit.
6)   Variasi biologis (Biological variation)
Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik lainnya seperti; eksistensi enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada populasi terntentu,kerentanan terhadap penyakit tertentu,kecenderungan pola makan dan karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.
c.    Keperawatan transkultural model Andrew & Boyle
Komponen-komponenya meliputi:
1)        Identitas budaya
2)        Ethnohistory
3)        Nilai-nilai budaya
4)        Hubungan kekeluargaan
5)        Kepercayaan agama dan spiritual
6)        Kode etik dan moral
7)        Pendidikan
8)        Politik
9)        Status ekonomi dan social
10)    Kebiasaan dan gaya hidup
11)    Faktor/sifat-sifat bawaan
12)    Kecenderungan individu
13)    Profesi dan organisasi budaya
Komponen-komponen diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan pada klien, Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya melalui media: verbal, non verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang kondusif bagi kesehatan dan kesejahteraan klien.

5.    Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and Davidhizar, 1995).
Terdapat tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan transkultural yaitu :
a.  gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan kultur
b. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi sosiokultural
c.  ketidakpatuhan dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
6.    Perencanaan dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
·      mempertahankan budaya yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
·      mengakomodasi budaya klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
·      merubah budaya klien bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a.    Cultural care preservation/maintenance
1)   Identifikasi perbedaan konsep antara klien dan perawat
2)   Bersikap tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3)   Mendiskusikan kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b.   Cultural careaccomodation/negotiation
1)   Gunakan bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2)   Libatkan keluarga dalam perencanaan perawatan
3)   Apabila konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
c.    Cultual care repartening/reconstruction
1)   Beri kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan melaksanakannya
2)   Tentukan tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3)    Gunakan pihak ketiga bila perlu
4)   Terjemahkan terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh klien dan orang tua
5)   Berikan informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang bersifat terapeutik.

7.    Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang sesuai dengan latar belakang budaya klien.

B.   Perawatan Menjelang dan Saat Kematian
Perawat sebagai pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi keluaraga dan pasien yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat berbagi penderitaan dan mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk meningkatkan kualitas hidup.
Menjelang ajal atau kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi menuju kematian berjalan melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan spiritual bagi individu.
Secara umum pengaplikasian caring pada klien menjelang ajal berupa:
1.    Peningkatan kenyamanan
Kenyamanan bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan perbedaan distres (oncology society and the American Nurses Association,1974)
Hal hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan kenyamanan
a.       Kontrol nyeri
Seluruh pelayan kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengatasi rasa nyeri,karena nyeri dapat mempengaruhi klien dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidur,nafsu makan,mobilitas dan fungsi psikologis.
b.      Ketakutan
      Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat membantu klien mengurangi rasa ketakutan terhadap gejala yang ditimbulkan seperti nyeri umum yang selalu datang setiap saat yang dapat membuat sagala aktifitas terganggu.
c.       Pemberian terapi dan pengendalian gejala penyakit.
             Pemberian terapi merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak nyaman seperti rasa nyeri dapat teratasi setelah pemberian terapi,pemberian chemotherapi,dan radiasi dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit.
d.      Higiene personal
      Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah satu yang harus dipenuhi agar klien merasa segar dan nyaman.

2.    Pemeliharaan Kemandirian
Adalah pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih tempat perawatan dan memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena sebagian besar klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan diri.
Dalam pemeliharaan kemandirian dapat dilakukan bisa perawatan akut dirumah sakit,ada juga perawatan dirumah atau perawatan hospice.
1.      Pemeliharaan kemandirian di rumah sakit
Klien yang memilih tempat perawatan menjelang ajal dirumah sakit diberikan      kebebasan sesuai kemampuan.
Sikap perawat dalam pemeliharaan kemandirian di rumah sakit :
    • Perawat harus mengimformasikan klien tentang pilihan
    • Perawat dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan untuk memberikan rasa kontrol klien
    • Perawat tidak boleh memaksakan bantuan
    • Perawat memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberikan kebebasan klien membuat keputusan.

2.      Pemeliharaan kemandirian dirumah (perawatan hospice)
Adalah perawatan yang berpusat pada keluarga yang dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses menjelang ajal.
Menurut Pitorak (1985) mengambarkan komponen perawatan hospice sebagai berikut :
o   Perawatan dirumah yang terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi rumah sakit
o   Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual ).
o   Pelayanan yang diarahkan dokter
o   Perawtan interdisiplin ilmu
o   Pelayanan medis dan keperawatan tersedia sepanjang waktu
o   Klien dan keluarga sebagai unit perawatan
o   Tindak lanjut kehilangan karena kematian
o   Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim
o   Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar.

3.      Pencegahan Kesepian dan isolasi
Untuk mencegah kesepian dan penyimpangan sensori perawat menintervensi kualitas lingkungan.
Hal-hal yang dilakukan untuk mencegah kesepian dan isolasi
a.       Tempatkan pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan pasien lain) tidak perlu    ruangan tersendiri, kecuali pada keadaan kritis atau tidak sadar.
b.      libatkan klien dalam program perawatan sesuai kemampuan klien, agar klien merasa diperhatikan.
c.       Berikan pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar memberikan stimulus yang bermakna.
d.      memberikan stimulus berupa gambar, benda yang menyenangkan, atau surat dari anggota keluarga.
e.       Libatkan keluarga dan teman untuk lebih perhatian
f.       Berikan waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk atau menemani klien.

4.      Peningkatan ketenangan spiritual
Memberikan ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjung rohani. Perawat dapat memberikan dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan menganalisa nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan, perawat dan keluarga dapat memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi, mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien.

5.      Dukungan untuk keluarga yang berduka
dukungan diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa kedalam situasi duka berkepanjangan.
Hal-hal yang dilakukan perawat, perhatikan
a.         perawat harus mengenali nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka untuk tetap berada dengan klien menjelang ajal.
b.         mengembangkan hubungan suportif.
c.         menghilangkan ansietas dan ketakutan keluarga
d.        menetapkan apakah mereka/ kelurga ingin dilibatkan.

C.  Perawatan Setelah Kematian
perawat mungkin orang yang paling tepat untuk merawat tubuh klien setelah kematian karena hubungan terapeutik perawat-klien yang telah terbina selama fase sakit. Dengan demikian perawat mungkin lebih sensitif dalam menangani tubuh klien dengan martabat dan sensitivitas.
·      Peran perawat :
1.         perawat menyiapkan tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan senyaman mungkin
2.          perawat memberikan kesempatan pada keluarga untuk melihat tubuh klien
3.         perawat memberikan pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh klien
4.         perawat harus meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu keluarga  yang berduka

E.  Ciri-ciri Klien Sakaratul Maut
Tanda-tanda kematian terbagi ke dalam tiga tahap yakni menjelang kematian,saat kematian dan setelah kematian.

1.      Mendekati kematian
a.         Penurunan tonus otot
Gerakan ekstermitas berangsur-angsur menghilang, khususnya pada kaki dan ujung kaki.Sulit berbicara.. Tubuh semakin lemah. Aktifitas saluran pencernaan menurun sehingga perut membuncit. Otot rahang dan muka mengendur. Rahang bawah cenderung turun. Sulit menelan,reflek gerakan menurun. Mata sedikit terbuka
b.         Sirkulasi melemah
Suhu tubuh pasien tinggi,tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung pasien terasa dingin dan lembab. Kulit ekstermitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu, atau pucat. Nadi mulai tidak teratur, lemah, dan cepat. Tekanan darah menurun. Peredaran darah perifer berhenti
c.         Kegagalan fungsi sensorik
Sensasi nyeri menurun atau hilang. Pandangan mata kabur/ berkabut. Kemampuan indra berangsur-angur menurun. Sensasi panas,lapar,dingin, dan tajam menurun. Penurunan/ kegagalan fungsi pernafasan. Mengorok (death rattle ) bunyi nafas terdengar kasar. Pernafasan tidak teratur dan berlangung melalui mulut. Pernafasan Cheyne stokes

2.        Saat kematian
a.         Terhentinya pernafasan,Nadi, tekanan darah, dan fungsi otak (tidak berfungsinya paru, jantung dan otak )
b.         Hilangnya respon terhadap stimulus eksternal
c.         Hilangnya control atas sfingter kandung kemih dan rectum (inkontinensia) akibat peredaran darah terhambat ; kaki dan ujung hidung menjadi dingin
d.        Hilangnya kemampuan panca indra; hanya indra pendengaran yang paling lama dapat berfungsi
e.         Adanya garis datar pada mesin elektroenselofgrafi menunjukan terhentinya aktifitas listrik otak untuk penilaian pasti suatu kematian

3.        Setelah kematian
Perubahan Tubuh Setelah Kematian, akan terjadi :
a.         Rigor mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam setelah kematian, karena adanya kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak dapat disintesa akibat kurangnya glikogen dalam tubuh. Proses rigor mortis dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar pada leher, kepala, tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah kematian.
b.         Algor mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1 derajat celcius setiap jam sampai mencapai suhu ruangan.
c.         Post mortem decompotion, yaitu terjadi livor mortis (biru kehitaman) pada daerah yang tertekan serta melunaknya jaringan yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan karena sistem sirkulasi hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan HB.

F.   Tahapan Respon Klien terhadap Proses Kematian
Menurut Kubler–Ross (1969) dalam buku “On Death and Dying” tahapan respon klien terhadap proses kematian adalah:
1.      Penolakan (denial)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa yang dihadapi atau sedang terjadi. Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung setelah mendengar sesuatu yang tidak diharapkan.
2.      Marah (anger)
Fase marah terjadi pada saat fase penolakan tidak lagi bisa dipertahankan. Rasa marah ini terkadang sulit dipahami oleh pihak keluarga karena dapat dipicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan kemarahan, sering terjadi karena merasa tidak berdaya.
3.      Tawar – Menawar (bargaining)
Secara psikologis, tawar-menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa lalu. Klien mencoba untuk melakukan tawar-menawar dengan tuhan dengan cara diam atau dinyatakan secara terbuka.
4.      Kesedihan Mendalam (depression)
Ekspresi kesedihan ini merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi dengan siapapun dan apapun.
5.      Menerima (acceptable)
Pada tahap ini, klien memahami dan menerima keadaannya klien mulai menemukan kedamaian dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan panjang.
Dalam tahapan respon klien tersebut, perawat dapat memberikan asuhan psikologis:
a.       Memberikan dukungan pada fase awal, perawat diharapkan memberikan dukungan pada klien pada fase penolakan ini. Akan tetapi, budaya yang terjadi di Indonesia pada kondisi terminal ini, klien dianggap membutuhkan asupan religi. Sehingga yang terjadi bukanlah perawat memberikan dukungan, tetapi keluarga klien membacakan doa-doa kepada klien.
b.      Memberikan arahan pada klien bahwa marah adalah respon normal. Sekarang ini, perawat lebih memberikan arahan tersebut kepada keluarga klien agar keluarga klien pun tidak cemas melihat klien mengalami keadaan seperti tersebut.
c.       Membantu klien mengekspresikan apa yang dirasakannya. Perawat tidak lagi sendiri dalam menghadapi klien dalam kondisi terminal, akan tetapi selalu banyak pihak keluarga yang datang untuk memberikan semangat atau motivasi kepada klien. Perawat lebih berfungsi untuk memberikan arahan kepada keluarga klien apa yang harus dilakukannya ketika klien menghadapi respon respon tersebut.
d.      Perawat harus hadir sebagai pendamping dan pendengar. Yang dilakukan perawat hanyalah mengutarakan empatinya terhadap keluarga klien dan ikut serta membantu memotivasi keluarga klien.
Asuhan psikologis dapat berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien tersebut. Klien dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak.
Biasanya apabila keluarga tersebut mempunyai keyakinan yang besar terhadap tuhan, mereka akan lebih memilih untuk berdoa di sekeliling klien agar arwah klien nanti dapat diterima oleh yang kuasa. Ada pula adat kebiasaan tersebut mengharuskan klien meninggal di rumah klien, klien langsung dibawa pulang ketika keluarga, atau bahwa klien berada dalam kondisi terminal.
Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara medis kepada klien dengan cara:  
1)      mengontrol nyeri dan gejala lain,
2)      memelihara nutrisi klien,
3)      mengatur dosis regular,
4)      membebaskan jalan nafas,
5)      menyediakan obat-obatan esensial.
Seperti itulah proses keperawatan pada pasien terminal, perawat dan pihak keluarga pasien berkolaborasi dalam mencapai kesejahteraan klien dalam menuju perjalan yang sangat panjang. Proses proses perawatan pun akan menjadi fleksibel dan lebih menurut kepada aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga klien. Selama tidak membahayakan klien, pihak rumah sakit akan senantiasa mengikuti adat budaya keluarga tersebut.


BAB III
A.      Pandangan Kematian Menurut berbagai Agama
1.      Agama Islam

B.       Peran Perawat muslim Terhadap Klien Terminal (Sakaratul Maut)/ menjelang kematian
Adapun peran perawat adalah sebagai berikut :
1.    Membimbing pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT
Pada sakaratul maut perawat harus membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim.  Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan tidak berbaik sangka kepada Allah, selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi,  Aku ada pada sangka-sangka hambaku,  oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan sangkaaan yang baik .  Selanjutnya Ibnu Abas berkata, Apabila kamu melihat seseorang menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan akan berjumpa dengan Tuhannya itu. Selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata : “Demi Allah yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu”. Hal ini menunjukkan bahwa kebaikan apapun jua berada ditangannya.
2.      Mentalqinkan dengan Kalimat Laailahaillallah
Perawat muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada pasien terminal menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang terakhir. Dengan menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima.
Dalam keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan fisiknya juga harus memenuhi kebutuhan spiritual pasien muslim agar diupayakan meninggal dalam keadaan Husnul Khatimah. Perawat membimbing pasien dengan mentalkinkan (membimbing dengan melafalkan secara berulang-ulang), sebagaimana Rasulullah mengajarkan dalam Hadist Riwayat Muslim, Talkinkanlah olehmu orang yang mati diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah karena sesungguhnya seseoranng yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya menuju surga . Selanjutnya Umar Bin Ktahab berkata “Hindarilah orang yang mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan Laailahaillahllah, maka sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa yang tidak bisa, kamu lihat.
Sesuai sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Talqinilah orang yang akan wafat di antara kalian dengan, “Laa illaaha illallah”. Barangsiapa yang pada akhir ucapannya, ketika hendak wafat, ‘Laa illaaha illallaah’, maka ia akan masuk surga suatu masa kelak, kendatipun akan mengalami sebelum itu musibah yang akan menimpanya.”

3.      Berbicara yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya
            Di samping berusaha memberikan sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik, antara lain diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: “Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan”. Selanjutnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah bersabda “apabila kamu menghadiri orang yang meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya mata itu mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik karena malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan”.
Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendo’akan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.
4.      Hendaklah mendo’akannya dan janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang baik.
            Berdasarkan hadits yang diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda. Artinya “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.]
            Cerita Ummu Salamah selanjutnya : "Maka tatka­la Abu salamah meninggal, saya datang menemui Rasulullah saw. Dan mengatakan "Wahai Rasulullah, Ummu Salamah telah meninggal dunia". Maka sabda Rasulullah saw: "ucapkan olehmu : ya Allah, berilah keampunan bagiku dan baginya, dan iringilah keper­giannya dariku dengan hal yang baik" Ulas Ummu Salamah pula : "maka Allah mengganti kehilangan­nya dengan orang yang lebih balk dari padanya, yaitu Muhammad saw"
5.      Membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut.
            Disunnahkan bagi orang-orang yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni : 2/450 milik Ibnu Qudamah)
6.      Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke arah kiblat
            Kemudian disunnahkan untuk menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana menghadap kiblat :
Berbaring terlentang diatas punggungnya, sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat”.
            Mengarahkan bagian kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan Imam Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar. Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.
            Berdasarkan had its yang diriwayatkan oleh Baihaki dari Abu Qatadah, juga oleh Hakim yeng menyatakan sahnya:
Artinya :
Bahwa tat kala Nabi saw tiba di Madinah, ia menanyakan Barra' bin: Ma'rur. Ujar mereka : la sudah wafat dan mewasiatkan sepertiga hartanya buat anda, juga agar ia dihadapkan ke arah kiblat sewaktu hendak meninggal " Maka sabda Nabi saw "Tepat men unit ajaran agama Islam mengenai hartanya yang sepertiga itu telah saya kembalikan kepada anaknya" Kemudian Nabi berlalu clan menyembahyangkannya, seraya katanya : "Ya Allah, ampunilah dia, kasihanilah dia dan masukanlah dia kedalam sorgaMu, dan memang telah Engkau lakukan." Berkata Hakim "Mengenai soal menghadapkannya ke arah kiblat ini, setahu saya tak ada keterangan lain."
Dan Ahmad meriwayatkan bahwa sewaktu hendak me‑
ninggal, Fatimah puteri Nabi saw. Menghadap ke arah
kiblat, kemudian memiringkan dirinya ke sebelah kanan.
            Menghadap kiblat ini ialah menuruti cara seperti yang kubur. Menurut satu keterangan; Syafi'i berpendapat hendaklah orang sakit yang hendak meninggal itu mene­lentang dengan pundak dan kedua tumitnya kearah kiblat, sedang kepadanya ditinggikan sedikit agar mukanya juga tertuju kepadanya. Tetapi pendapat pertama, yakni yang dianut oleh jumhur ulama adalah lebih utama
7.      Membacakan Surat Yasin
            Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nasal juga oleh Hakim dan Ibnu Hibban yang menyatakannya sah dari-Ma'gli bin yasarm Artinya :
            “Yasin adalah jantung Al-Qur'an, dan tidak seorangpun yang membacanya den gan men gharapkan keridhaan Allah dari pahala akhi rat, kecuali ia akan diampuniNya. Dan bacakanlah ia kepada maut, yakni orang yang hendak meninggal di antaramu.
            Berkata Ibnu Hibban : "Mauta maksudnya ialah orang yang telah dekat ajalnya, jadi maksudnya bukan diba­cakan kepada mayat. Makna ini dikuatkan oleh keterang­an yang diriwayatkan dari Shafwan oleh Ahmad pada musnadnya, katanya : "Para orang tua terkemuka men gatakan : jika dibacakan Yasin di kala seseorang hendak meninggal, maka ia akan beroleh keridhaan karenanya."
            Sedang pengarang Musnad Al-Firdaus meneruskan sumbernya pada Abud Darda dan Abu Dzar, bahwa menurut mereka Rasulaullah saw. bersabda "Setiap orang yang hendak men inggal dengan dibacakan yasin di sisinya, ia akan diberi keringanan oleh Allah." dititihkan Nabi waktu tidur, begitupun letak mayat dalam

C.      Asuhan Keperawatan Menjelang Kematian
1.    Faktor-Faktor yang perlu dikaji
a.         Faktor Fisik
Pada kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital, mobilisasi, nyeri.

Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
b.        Faktor Psikologis
       Perubahan Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang terjadi pada klien terminal.
c.         Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal, karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya. Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu menemani klien.
d.        Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian, bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien mengharapkan kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.

Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal Nilai, sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi reaksi klien menjelang ajal.
Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual.
Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi

2.    Diagnosa Keperawatan
a.         Ansietas/ ketakutan individu , keluarga ) yang berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada gaya hidup.
b.        Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri dari orang lain.
c.         Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya penuh dengan stres ( tempat perawatan )
d.        Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam menghadapi ancaman kematian.

3.    Intervensi
 Diagnosa
1
a.         Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
·      Berikan kepastian dan kenyamanan.
·      Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan menghindari pertanyaan.
·      Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan permasalahan yang berhubungan dengan pengobtannya.
·      Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien yang cemas mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan untuk belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
b.        Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang tidak akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat atauparah tidak menyerap pelajaran.
c.         Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan ketakutan-ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
d.        Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping positif Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping positif yang akan datang.
Diagnosa II
a.         Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya. Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
b.      Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
c.       Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut diri yang positif Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
d.      Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
e.      Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian, menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
·         Membantu berdandan
·         Mendukung fungsi kemandirian
·         Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
·         meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )

 Diagnosa III
a.       Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pembelajaran.
b.      Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
c.       Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
d.      Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien
e.      Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam tindakan perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan interaksi keluarga berkelanjutan.
f.        Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan sumber lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial , koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga

 
Diagnosa IV
a.       Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau praktek spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi sumber kenyamanan dan kekuatan.
b.      Ekspesikan pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik religius atau spiritual klien Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
c.       Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan perenungan.
d.      Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca buku ke agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
e.       Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan ritual yang penting ( Carson 1989 )

4.    Evaluasi
a.       Klien merasa nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat.
b.      Klien tidak merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
c.       Klien selalu ingat kepada Allah dan selalu bertawakkal.
d.      Klien sadar bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali kepadanya


























BAB IV
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Keperawatan transkultural dibutuhkan dalam mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang humanis agar tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan universal. Sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal ini diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock. Dengan adanya zaman globalisasi ini, banyak orang yang melakukan perpindahan penduduk antar negara yang memungkinkan pergeseran tuntutan asuhan keperawatan. Konsep keperawatan didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai kultural yang melekat dalam masyarakat.
Ada dua belas konsep transkultural teori Leininger (1985), yaitu (1) budaya, (2) nilai budaya, (3) culture care diversity, (4) cultural care universality, (5) etnosentris, (6) etnis, (7) ras, (8) etnografi, (9) care, (10) caring, (11) cultural care, dan (12) cultural imposition. Tiga instrumen pengkajian budaya (mempertahankan budaya, negosiasi budaya, dan restrukturisasi budaya) pun berperan penting dalam asuhan keperawatan transkultural. Tujuan pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang signifikan dari klien sehingga perawat dapat menetapkan kesamaan pelayanan budaya. Perawat juga harus memiliki kemampuan untuk memahami klien lebih dalam sehingga kesimpulan interpretasi selama penilaian tepat.
Menurut Kubler–Ross (1969) dalam buku “On Death and Dying” ada lima tahapan respon klien terhadap proses kematian, yaitu (1) penolakan, (2) marah, (3) tawar – menawar, (4) kesedihan mendalam, dan akhirnya (5) menerima. Klien dalam kondisi terminal tersebut membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual dari keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak. Selain asuhan secara psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara medis kepada klien dengan cara (1) mengontrol nyeri dan gejala lain, (2) memelihara nutrisi klien, (3) mengatur dosis regular, (4) membebaskan jalan nafas, dan (5) menyediakan obat-obatan esensial. Proses proses perawatan nantinya akan menjadi fleksibel dan lebih menurut kepada aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga klien. Inilah yang disebut transkultural pada proses keperawatan.

B.     Saran
Kelompok berharap dengan adanya makalah ini dapat bermanafaat bagi pembaca khususnya bagi mahasiswa, perawat rumah sakit, yaitu:
1.      Perawat
Perawat sebagai pemberian asuhan keperawatan diharapkan untuk dapat memberikan asuhan keperawatan secara komperhensif kepada klien khususnya dalam spiritual support system yang akan memperlancar dan mempersiapkan proses sakaratul maut klien dan dapat mensupport keluarga dalam mengatasi berduka.
2.      Untuk keluarga
Kepada keluarga diharapkan Memberikan dukungan kepada keluarga sebagai spiritual support system yang utama dalam menegemen.
3.      Untuk mahasiswa  
Penting sekali mempelajari transkultural nursing
     



Tidak ada komentar:

Posting Komentar