KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN KOMUNITAS
Posted by Ayip SYArifudin nur
ingkup praktik
keperawatan komunitas berupa asuhan keperawatan langsung dengan fokus pemenuhan
dasar kebutuhan dasar komunitas yang terkait kebiasaan/prilaku dan pola hidup
tidak sehat sebagai akibat ketidakmampuan masyarakat beradaptasi dengan
lingkunagan internal dan exsternal. Asuhan keperawatan komunitas menggunanakan
pendekatan proses keperawatan komunitas, yang terdiri atas pengkajiaan,
perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan entry point pada individu,
keluarga, kelompok, atau komunitas
Pada tahap pengkajian
ini perlu didahului dengan sosialisasi program perawatan kesehatan komunitas
serta program apa saja yang akan dikerjakan bersama-sama dalam komunitas
tersebut. Sasaran dari sosialisasi inimeliputi tokoh masyarakat baik formal
maupun informal, kader masyarakat, serta perwakilan dari tiap elemen di
masyarakat (PKK, karang taruna, dan lainnya). Setelah itu, kegiatan dianjurkan
dengan dilakukannya Survei Mawas Diri (SMD) yang diikuti dengan kegiatan
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD).
Survei Mawas Diri adalah
kegiatan perkenalan, pengumpulan, dan pengkajian masalah kesehatan oleh tokoh
masyarakat dan kader setempat di bawah bimbingan petugas kesehatan atau perawat
di desa (Depkes RI, 2007). Tujuan Survei Mawas diri adalah sebagai berikut.
8 Masyarakat mengenal, mengumpulkan data, dan mengkaji masalah kesehatan yang
ada di desa
8 Timbulnya minat
dan kesadaran untuk mengetahui masalah kesehatan dan pentingnya permasalahan
tersebut untuk diatasi
Survey Mawas diri
dilaksanakan di desa terpilih dengan memilih lokasi tertentu yang dapat
menggambarkan keadaan desa pada umumnya. SMD dilaksanakan oleh kader masyarakat
yang telah ditunjuk dalam pertemuan tingkat desa. Informasi tentang
masalah-masalah kesehatan di desa dapat diperoleh sebanyak mungkin dari kepala
keluarga yang bermukim di lokasi terpilih tersebut. Waktu pelaksanaan SMD
dilaksanakan sesuai dengan hasil kesepakatan pertemuan desa. Cara pelaksanaan
Survei Mawas Diri adalah sebagai berikut.
8 Perawat komunitas dan kader yang ditugaskan untuk melakukan survey mawas
diri meliputi :
h Penentuan sasaran,
baik jumlah KK maupun lokasinya
h Penentuan jenis informasi masalah kesehatan yang akan dikumpulkan dalam
mengenal masalah kesehatan
h Penentuan cara memperoleh informasi kesehatan, misalnya apakah akan
mempergunakan cara pengamatan atau wawancara. Cara memperoleh informasi dapat
dilakukan dengan kunjungan dari rumah ke rumah atau melalui pertemuan kelompok
sasaran
h Pembuatan
instrument atau alat untuk memperoleh informasi kesehatan. Misalnya dengan
menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) yang akan dipergunakan dalam wawancara
atau membuat daftar hal-hal yang akan dipergunakan dalam pengamatan.
8 Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengumpulkan
informasi masalah kesehatan sesuai dengan yang direncanaakan
8 Kelompok pelaksanaan SMD dengan bimbingan perawat di desa mengolah
informasi masalah kesehatan yang telah dikumpulkan sehingga dapat diperoleh
perumusan masalah kesehatan dan prioritas masalah kesehatan di wilayahnya.
Pengkajian asauhan
keperawatan komunitas terdiri atas dua bagian utama, yaitu inti komunitas
(core) dan delapan subsistem yang melengkapinya. Inti komunitas menjelaskan
kondisi penduduk yang dijabarkan dalam demografi, vital statistic, sejarah
komunitas, nilai dan keyakinan, serta riwayat komunitas, sedangkan delapan
subsistem lainnya meliputi lingkingan fisik, pendidikan, keamanan, dan
transportasi, politik dan pemerintah, layanan kesehatan dan social, komunitas,
ekonomi, dan rekreasi.
Komponen lingkungan
fisik yang dikaji meliputi lingkungan sekolah dan tempat tinggal yang mampu
mepengaruhi kesehatan, batasan wilayah, luas daerah, denah atau peta
wilayah, iklim, jumlah dan kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, dan
kegiatan penduduk sehari-hari. Lingkungan fisik juga dapat dikaji melalui
wienshield.
Data yang dikaji dari
subsistem layanan kesehatan dan sosial meliputi fasilitas di dalam
komunitas dan di luar komunitas. Layanan kesehatan meliputi ketersediaan
layanan kesehatan, bentuk layanan, jenis layanan, sumber daya, karaktersirtik
konsumen, statistik, pembayaran, waktu pelayanan, kemanfaatan, keterjangkuan,
keberlangsungan, dan keberterimaan layanan komunitas. Layanan sosial dapat
meliputi layanan konseling, panti wreda bagi lansia, pusat perbelanjaan,
dan lain-lain yang merupakan sistem pendukung bagi komunitas dalam
menyelesaikan masalah kesehatan. Pengkajiaan pelayanan kesehatan dan sosial
juga meliputi kebijakan dari pemerintah setempat terhadap kedua layanan
tersebut.
Pada subsistem ekonomi
dikaji pendapatan penduduk, rata-rata penghasilan, status pekerjaan, jenis
pekerjaan, sumber penghasilan, jumlah penduduk miskin, keberadaan indrustri,
toko/pusat pembelanjaan, dan tempat komunitas bekerja, dan bantuan dana untuk
pemeliharaan kesehatan. Komponen ini mempermudah komunitas memproleh bahan
makanan dan sebagainya.
Sementara itu pada komponen
politik dan pemerintah dikaji situasi politik dan pemerintahan di komunitas,
peraturan dan kebijakan pemerintah daerah terkait kesehatan komunitas, dan
adaya program kesehatan yang ditunjukan pada penigkatan kesehatan komunitas
Pengkajian subsistem
komunikasi meliputi media informasi yang dimanfaatkan, bagaimana komunikasi
sering dimanfaatkan masyarakat, orang-orang yang berpengaruh, keikutsertaan
dalam pendidikan kesehatan, bagaimana biasanya komunitas memproleh informasi
tentang kesehatan, adakah perkumpulan atau wadah bagi komunitas sebagai sarana
untuk mendapatkan informasi, dari siapa komunitas memproleh banyak informasi
tentang kesehatan, dan adakah sarana komunikasi formal dan informal dalam
komunitas.
Komponen pendidikan
meliputi status pendidikan masyarakat, ketersediaan dan keterjangkauan sarana
pendidikan, fasilitas pendidikan yang ada di komunitas, jenis pendidikan,
tingkat pendidikan, komunitas yang buta huruf.
Pengkajian subsistem
rekreasi diarahkan pada kebiasaan komunitas berekreasi, aktivitas di luar
rumah termasuk dalam mengisi waktu luang dan jenis rekreasi yang dapat
dimanfaatkan oleh komunitas, dan sarana penyaluran bakat komunitas.
Metode pengumpulan data
pengkajian asuhan keperawatan antara lain Windshield survery, informant
interview, observasi partisipasi, dan focus group discussion (FGD).
Windshield survery dilakukan dengan
berjalan-jalan di lingkungan komunitas untuk menentukan gambaran tentang
kondisi dan situasi yang terjadi di komunitas, lingkungan sekitar komunitas,
kehidupan komunitas, dan karakteristik penduduk yang ditemui di jalan saat
survai dilakukan.
Sebelum terjun ke masyarakat, instrument
pengkajian sebaiknya dikembangkan dan dipersiapkan terlebih dahulu. Instrument
yang perlu dikembangkan untuk melakukan pengkajian terhadap masyarakat antara
lain kuesioner, pedoman wawancara, dan pedoman observasi. Untuk mendapatkan
hasil yang akurat dan agar masyarakat membina rasa percaya (trust) dengan
perawat diperlukan kontak yang lama dengan komunitas. Perawat juga harus
menyertakan lembar persetujuan (informed consent) komunitas yang
dibubuhi tanda tangan atau cap jempol akan melakukan tindakan yang
membutuhkan persetujuan komonitas. Informed consent juga mencantumkan jaminan
kerahasian terhadap isi persetujuan dan dapat yang telah disampaikan. Wawancara
dilakukan kepada key informant atau tokoh yang menguasai
program.
Setiap kegiatan kehidupan di komunitas perlu diobservasi. Tentukan berapa lama
observasi akan dilakukan, apa, dimana, waktu, dan tempat komunitas yang
akan di observasi. Kegiatan observasi dapat dilakukan menggunakan format
observasi yang sudah disiapkan terlebih dahulu, kemudian catat semua yang
terjadi, dengan tambahan penggunaan kamera atau video. Informasi yang penting
diperoleh menyangkut aktivitas dan arti sikap atau tampilan yang ditemukan di komunitas.
Observasi dilakukan terhadap kepercayaan komunitas, norma, nilai, kekuatan, dan
proses pemecahan masalah di komunitas.
FGD merupakan diskusi
kelompok terarah yang dilakukan untuk mendapatkan informasi yang mendalam
tentang perasaan dan pikiran mengenai satu topic melaui proses diskusi
kelompok, berdasarkan pengalaman subjektif kelompok sasaran terhadap satu
institusi/produk tertentu FGD bertujuan mengumpulkan data mengenai persepsi
terhadap sesuatu, misalnya, pelayanan yang dan tidak mencari consensus serta
tidak mengambil keputusan menganai tindaka yang harus dilakukan. Peserta FGD
terdiri dari 6-12 orang dan harus homogen, dikelompokkan berdasarkan kesamaan jenis
kelamin, usia, latar belakang social ekonomi (pendidikan,suku, status
perkawinan, dsb). Lama diskusi maksimal 2 jam. Lokasi
FGD harus memberikan situasi yang aman dan nyaman sehingga
menjamin narasumber berbicara terbuka dan wajar
FGD menggunakan
diskusi yang terfokus sehingga membutuhkan pedoman wawancara yang
berisi pertanyaan terbuka, fasilitator, moderato, notulen, dan observer.
Fasilitator dapat menggunakan prtunjuk diskusi agar diskusi terfokus. Peran
fasilitator menjelaskan diskusi, mengarahkan kelompok, mendorong peserta untuk
berpartisipasi dalam diskusi, menciptakan hubungan baik, fleksibel, dan terbuka
terhadap saran, perubahan, gangguan, dan kurangnya partisipasi.
Perekam jalannya diskusi
yang paling utama adalah pengamat merangkap pencatat (observer dan recorder)
hal yang perlu dicatat adalah tanggal diskusi, waktu diskusi diadakan, tempat
diskusi, jumlah peserta, tingkat partisipasi peserta, gangguan selama proses
diskusi, pendapat peserta apa yang membuat peserta menolak menjawab atau membaut
peserta tertawa, kesimpulan diskusi , dan sebagainya. Pengguanaan
alat perekam saat SGD berlangsung harus mendapat izin dari responden
terlebih dahulu.
Sebelum membuat
instrument pengkajian keperawatan komunitas seperti kuisioner, pedoman wawancara,
pedomanobservasi, atau windshield survey, kisi-kisi instrument pengkajian
sebaiknya dibuat terlebih dahulu, agar data yang akan ditanyakan dan dikaji
kepada komunitas tidak tumpang tindih sehingga waktu yang digunakan lebih
efektif dan efisian
Table kisi-kisi instrument pengkajian
komunitas
No
|
variabel
|
Sub-variabel
|
Item
pertanyaan
|
Sumber
data
|
strategi
|
1
|
Core
|
demografi
|
Nama
Usia
Jenis
kelamin
|
Data
primer
|
kuisioner
|
2
|
Lingkungan
fisik
|
||||
3
|
Pendidikan
|
||||
4
|
Komunikasi
|
||||
5
|
Layanan
kesehatan dan social
|
||||
6
|
Keamanan
dan transportasi
|
||||
7
|
Ekonomi
|
||||
8
|
Politik
dan pemerintahan
|
||||
9
|
rekreasi
|
Selain data
primer, data skunder yang diperoleh melalui laporan/dokumen yang
sudah dibuat di desa/kelurahan puskesmas, kecamatan, atau dinas kesehatan,
musalnya laporan tahunan puskesmas, monografi desa, profil kesehatan, dsb, juga
perlu dikumpulkan dari komunitas. Setelah dikumpulkan melalui pengkajian, data
selanjutnya dianalisis, sehingga perumusan diagnosis keperawatan dapat
dilakukan. Diagnosis dirumuskan terkait garis pertahanan yang mengalami kondisi
terancam. Ancaman terhadap garis pertahanan fleksibel memunculkan diagnosis
potensial; terhadap garis normal memunculkan diagnosis resik; dan terhadap
garis pertahanan resisten memunculkan diagnosis actual/gangguan. Analisis data
dibuat dalam bentuk matriks
Table format analisis data komunitas
Data
|
Diagnosis keperawatan komunitas
|
· Insiden TB dalam 6 bulan terahir
· ….% proporsi penduduk dengan kasus TB
· Status gizi seluruh anggota keluarga ..%
· Status
imunisasi balita
· Ventilasi
udara dalam rumah…
· Riwayat
frekwnsi batuk lama (lebih dari 3 bulan)…%
· …% keluarga belum memenfaatkan fasilitas kesehatan
· ..% pengetahuan keluarga tentang TB masih rendah
|
Tingginya
angka TB diwilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan
fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan tb dan keterbatasan kualitas
sasran pelayanan TB
|
· 91% remaja mengalami keputihan
· 40% remaja yang mengalami
keputihan menderita gatal
· Upaya yang dilakukan remaja dalam
mengatasi keputihan 83% didiamkan saja
· 55% remaja memiliki kemampuan tentang kesehatan reprosuksi yang masih
rendah
· 40,8% remaja meliki pengetahuan terkait
kebiasaan hygiene personal kesehatan reproduksi yang masih rendah
|
Resiko
meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja di wilayah …. Yang
berhubungan dengan tingginya kejadian gangguan organ reproduksi remaja dan
kurangnya kebiasaan perawatan organ reproduksi remaja.
|
Diagnosis keperawatan komunitas disusun
berdasarkan jenis diagnosis sebagai berikut.
1. Diagnosis
sejahtera
Diagnosis sejahtera/ wellness digunakan
bila komunitas mempunyai potensi untuk ditingkatkan, belum ada data maladapti. Perumusan diagnosis keperawatan komunitas potensial,
hanya terdiri dari komponen problem (p) saja, tanpa komponen etiologi (e).
Contoh diagnosis sejahtera/ wellness:
Potensial peningkatan tumbuh kembang pada
balita dir t 05 rw 01 desa x kecamatan A, ditandai dengan cakupan
imunisasi 95% (95%), 80% berat badan balita di atas garis merah KMS, 80%
pendidikan ibu adalah SMA, cakupan posyandu 95%.
2. Diagnosis ancaman
( risiko)
Diagnosis risiko digunakan bila belum
terdapat paparan masalah kesehatan, tetapi sudah ditemukan beberapa data
maladaptive yang memungkinkan timbulnya gangguan. Perumusan diagnosis
keperawatan komunitas risiko terdiri atas problem (p), etiologi (e) , dan
symptom/ sign (s).
Contoh diagnose risiko:
Resiko terjadinya konflik psikologis pada
warga RT 05, RW 01 desa x kecamatan A yang berhubungan dengan koping masyarakat
yang tidak efektif ditandai dengan pernah terjadi perkelahian antar- RT,
kegiatan gotonbg royong , dan silaturahmi, rutin rw jarang dilakukan, penyuluhan
kesehatan terkait kesehatan jiwa belum pernah dilakukan, masyarakat sering
berkumpul dengan melakukan kegiatan yang tidak positif seperti berjudi.
3. Diagnosis actual/
gangguan
Diagnosis gangguan ditegakkan bila sudah
timbul gangguan/ masalah kesehatandi komunitas, yang didukung oleh beberapa
data maladaptive. Perumusan diagnosis
keperawatan komunitas actual terdiri atas problem (p), etiologi (e), dan
symptom/sign (s)
Contoh diagnosis actual:
gangguan/masalah
kesehatan reproduksi pada agregat remaja yang berhubungan dengan kurangnya
kebiasaan hygiene Personal, ditandai dengan 92% remaja mengatakan mengalami
keputihan patologis, upaya yang dilakukan remaja dalam mengatasi keputihan 80%
didiamkan saja, 92% remaja mengatakan belum pernah memperoleh informasi
kesehatan reproduksi dari petugas kesehatan.
Tingginya kasus diare di
wilayah RW 5 kelurahan X yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan
fasilitas layanan kesehatan untuk penanggulangan diare, keterbatasan, dan
kualitas sarana pelayanan diare.
Setelah data dianalisis
dan masalah keperawatan komunitas ditetapkan prioritas masalah kesehatan
komunitas yang perlu ditetapkan bersama masyarakat melalui musyawarah
masyarakat desa (MMD) atau lokakarya mini masyarakat. Prioritas masalah dibuat
berdasarkan kategori dapat diatasi, kemudahan, dan kekhususan, mengingat
banyaknya masalah yang dihadapi oleh masyarakat. Pemilihan masalah ini sangat
penting dilakukan, agar implementasi yang dilakukan benar-benar bermanfaat bagi
masyarakat dan secara tidak langsung akan membangun rasa percaya diri dan
kompetensi masyarakat untuk mengatasi masalah yang lain (Bract, 1990 dalam
Helvie, 1998). Penentuan prioritas masalah keperawatan komunitas
dapat dilakukan melalui metode berikut.
1. Paper and Pencil
Tool (Ervin, 2002)
Masalah
|
Pentingnya masalah untuk
dipecahkan :
1 Rendah
2 Sedang
3 Tinggi
|
Kemungkinan perubahan positif
jika diatasi :
0 Tidak ada
1 Rendah
2 Sedang
3 Tinggi
|
Peningkatan terhadap kualitas
hidup bila diatasi :
0 tidak ada
1 Rendah
2 Sedang
|
Total
|
Resiko meningkatnya kejadian
infertilitas pada agregat remaja
|
3
|
3
|
3
|
9
|
Kurangnya kebiasaan hygiene
personal
|
3
|
2
|
2
|
7
|
2. Scoring diagnosis keperawatan
komunitas (DepKes, 2003)
Masalah keperawatan
|
A
|
B
|
C
|
D
|
E
|
F
|
G
|
H
|
Total
|
Resiko
meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja.
|
2
|
3
|
2
|
5
|
2
|
3
|
2
|
2
|
21
|
Kurangnya
kebiasaan hygiene personal
|
3
|
4
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
3
|
25
|
Keterangan : Pembobotan
:
A. Risiko
keparahan 1.
Sangat rendah
B. Minat
masyarakat 2.
Rendah
C. Kemungkinan
diatasi 3.
Cukup
D. Waktu 4.
Tinggi
E. Dana 5.
Sangat tinggi
F. Fasilitas
G. Sumber daya
H. Tempat
Musyawarah Masyarakat
desa (MMD) adalah pertemuan seluruh warga desa untuk membahas hasil Survei
mawas Diri dan merencanakan penanggulangan masalah kesehatan yang diperoleh
dari Survei Mawas Diri (Depkes RI, 2007). Tujuan dari MMD ini adalah sebagai berikut
8 Masyarakat
mengenal masalah kesehatan di wilayahnya
8 Masyarakat sepakat
untuk menanggulangi masalah kesehatan
Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam
pelaksanaan MMd adalah sebagai berikut :
8 Musyawarah masyarakat desa harus dihadiri oleh pemuka masyarakat desa,
petugas puskesmas, dan sector terkait di kecamatan
8 MMD dilaksanakan dib
alai desa atau tempat pertemuan lain yang ada di desa
8 MMD dilaksanakan segera setelah SMD dilaksanakan
Cara pelaksanaan MMD
adalah sebagai berikut :
8 Pembukaan dengan menguraikan maksud dan tujuan MMD dipimpin oleh kepala
desa
8 Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui curah pendapat
dengan mempergunakan alat peraga, poster, dan lain-lain dengan dipimpin oleh
ibu desa
8 Penyajian hasil
SMD oleh kelompok SMD
8 Perumusan dan penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan
masalah dan hasil SMD, dilanjutkan dengan rekomendasi teknis dari petugas
kesehatan di desa atau perawat komunitas
8 Penyusunan rencana penanggulangan masalah kesehatan dengan dipimpin oleh
kepala desa
8 penutup
Perencanaan diawali
dengan merumuskan tujuan yang ingin dicapai serta rencana tindakan untuk
mengatasi masalah yang ada. Tujuan dirumuskan untuk mengatasi atau meminimalkan
stresor dan intervensi dirancang berdasarkan tiga tingkat pencegahan.
Pencegahan primer untuk memperkuat garis pertahanan fleksibel, pencegahan
sekunder untuk memperkuat garis pertahanan normal, dan pencegahan tersier untuk
memperkuat garis pertahanan resisten (Anderson & McFarlane, 2000).
Tujuan terdiri atas tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Penetapan tujuan jangka
panjang (tujuan umum/TUM) mengacu pada bagaimana mengatasi problem/masalah (P)
di komunitas, sedangkan penetapan tujuan jangka pendek (tujuan khusus/TUK)
mengacu pada bagaimana mengatasi etiologi (E). Tujuan jangka pendek harus SMART
(S= spesifik, M= measurable/dapat diukur, A= achievable/dapat dicapai, R=
reality, T= time limited/ punya limit waktu).
Diagnosis Keperawatan
Komunitas
|
TUM
|
TUK
|
Risiko
meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja putrid di wilayah …..
yang berhubungan dengan tingginya kejadian gangguan organ reproduksi remaja
dan kurangnya kebiasaan perawatan organ reproduksi remaja.
|
Tidak terjadi gangguan
infertilitas pada agregat remaja putri
di ….
|
· Pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi meningkat dari …% menjadi
……%.
· Menurunnya jumlah siswi yang
mengalami keputihan dari …% menjadi …..%.
· Terjadi peningkatan perilaku
remaja terkait kebiasaan perawatan organ reproduksi sehari – hari dari ….%
menjadi ….. %.
· Remaja sudah memanfaatkan layanan
UKS untuk membantu mengatasi masalah remaja.
|
Tingginya angka TB di
wilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas
layanan kesehatan untuk penanggulangan TB dan keterbatasan kualitas sarana
pelayanan TB.
|
Meningkatnya kemandirian
masyarakat di …. dalam menolong dirinya sendiri agar terhindar dari
penyebaran TB.
|
· Terjadi
peningkatan pengetahuan keluarga tentang penanganan TB dari ,,,% menjadi …%.
· Terjadi peningkatan kualitas
saranan kesehatan untuk penanggulangan TB.
· Penemuan
kasuss TB secara mandiri oleh masyarakat.
|
Rencana kegiatan yang akan dilakukan
bersama masyarakat dijabarkan secara operasional dalamplanning of action (POA)
yang disusun dan disepakati bersama masyarakat saat MMD atau lokakarya mini
masyarakat.
Tabel rencana kegiatan asuhan keperawatan komunitas
Diagnosis
Keperawatan
Komunitas
|
TUM
|
TUK
|
Rencana Kegiatan
|
Evaluasi
|
Tingginya angka TB di
wilayah …. Yang berhubungan dengan tidak adekuatnya penggunaan fasilitas
layanan kesehatan untuk penanggulangan TB dan keterbatasan kualitas sarana
pelayanan TB.
|
Meningkatnya kemandirian
masyarakat di …. dalam menolong dirinya sendiri agar terhindar dari
penyebaran TB.
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama satu bulan, diharapkan:
· Terjadi
peningkatan pengetahuan keluarga tentang penanganan TB dari … % menjadi …%
· Terjadi peningkatan kualitas sarana kesehatan untuk penanggulangan TB.
· Penemuan
kasus TB secara mandiri oleh masyarakat.
|
1. Beri
penyuluhan tentang TB dan perawatannya.
2. Ajarkan masyarakat keterampilan
dalam menangani gejala TB, melakukan tindakan pencegahan penularan TB.
3. Deteksi kasus TB di masyarakat melalui skrining.
4. Bagikan leaflet setelah penyuluhan TB.
5. Lakukan pembinaan kader dalam kemampuan penemuan kasus dan penanganan TB.
6. Lakukan kerjasama dengan institusi pendidikan formal dan informal untuk
melaksanakan program terkait pencegahan dan penanggulangan TB.
|
Kriteria
evaluasi : pengetahuan masyarakat tentang TB meningkat.
Standar
evaluasi:
1. 70 % keluarga mampu menyebutkan
pengertian, tanda/gejala, dan penyebab TB.
2. 75 % keluarga mampu melakukan tindakan pencegahan TB.
3. 75% kader mampu menemukan kasus TB dan melakukan penanganan TB.
|
Tabel Planning of Action
Masalah Keperawatan
|
Tujuan
|
Kegiatan
|
Sasaran
|
Waktu
|
Tempat
|
Sumber dana
|
Media
|
Pj
|
Risiko meningkatnya kejadian infertilitas pada agregat remaja putrid di
wilayah …
|
TUM
· Tidak terjadi di gangguan infertilitas pada agregat remaja putri di
wilayah….
TUK
· Pengetahuan remaja terkait kesehatan reproduksi
meningkat dari …% menjadi …%.
· Jumlah siswa yang mengalami keputihan menurun dari
…% menjadi … %.
· Perilaku remaja terkait kebiasaan perawatan orang
reproduksi sehari – hari meningkat dari …% menjadi ….%.
|
1. Melakukan pendidikan kesehatan
reproduksi kepada remaja terkait materi kesehatan reproduksi dan
pemeliharaanya.
2. Bekerja sama dengan guru BP dalam memberikan materi kesehatan
reproduksi.
|
Remaja di RW …
Guru BP sekolah …..
|
Minggu pertama
Minggu kedua
|
Balai warga
Sekolah
|
Swadaya
Dana sekolah
|
Leaflet, booklet, poster
Leaflet, poster
|
|
Risiko meningkatnya kasus TB di wilayah …
|
TUK
· Pengetahuan kader tentang
pengertian, penyebab, tanda dan gejala, akibat, dan penanggulangan TB
meningkat dari …% menjadi …%
|
Pelatihan dan penyegaran kader
|
Kader di RW ….
|
Minggu keempat
|
RW …..
|
Swadaya
|
Lembar balik, poster, leaflet
|
Implementasi merupakan
langkah yang dilakukan setelah perencanaan program. Program dibuat untuk
menciptakan keinginan berubah masyarakat. Sering kali, perencanaan program yang
sudah baik tidak diikuti dengan waktu yang cukup untuk merencanakan
implementasi. Implementasi melibatkan aktivitas tertentu sehingga program yang
ada dapat dilaksanakan, diterima, dan direvisi jika tidak berjalan.
Implementasi keperawatan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan komunitas
menggunakan strategi proses kelompok, pendidikan kesehatan, kemitraan
(partnership), dan pemberdayaan masyarakat (empowerment). Perawat komunitas
menggali dan meningkatkan potensi komunitas untuk dapat mandiri dalam
memelihara kesehatannya.
Tujuan akhir setiap program di masyarakat adalah
melakukan perubahan masyarakat. Program dibuat untuk menciptakan keinginan
berubah dari anggota masyarakat. Perubahan nilai dan norma di masyarakat dapat
disebabkan oleh faktor eksternal, seperti adanya undang-undang, situasi
politik, dan kejadian kritis eksternal masyarakat. Dukungan eksternal ini juga
dapat dijadikan daya pendorong bagi tindakan kelompok untuk melakukan perubahan
prilaku masyarakat. Organisasi ekternal dapat menggunakan model social planning
dan locality development untuk melakukan perubahan, menggalakkan kemitraan
dengan memanfaatkan sumber daya internal dan sumber daya eksternal.
Perawat komunitas harus
memiliki pengetahuan yang memadai agar dapat memfasilitasi perubahan dengan
baik, termasuk pengetahuan tentang teori dan model berubah. Perubahan yang
terjadi di masyarakat sebaiknya dimulai dari tingkat individu, keluarga,
masyarakat, dan sistem di masyarakat. Ada beberapa model
berubah (Ervin, 2002), yaitu :
1. Model berubah Kurt
Lewin
Proses berubah terjadi pada saat individu,
keluarga, dan komunitas tidak lagi nyaman dengan kondisi yang ada. Model ini
terdiri dari :
§ Unfreezing, bila ada perasaan butuh untuk berubah baru implementasi
dilakukan, dengan tujuan membantu komunitas menjadi siap untuk melakukan
perubahan.
§ Change yaitu intervensi mulai diperkenalkan kepada kelompok
§ Refreezing meliputi bagaimana membuat suatu program menjadi stabil melalui
pemantauan dan evaluasi.
Contoh : pada kasus flu burung, saat
unfreezing berubah menjadi refreezing, perawat komunitas perlu mempertahankan
kondisi yang ada dengan melakukan kemitraan tentang bagaimana kebiasaan
masyarakat yang sudah bagus dapat dipertahankan dan kebiasaan masyarakat yang
kurang mendukung kesehatan tidak lagi terjadi, seperti kebiasaan tidak
melakukan cuci tangan.
2. Strategi berubah
Chin & Benne
Strategi berubah ini sangat cocok
digunakan oleh perawat komunitas dalam mengkaji status individu, kelompok, dan
masyarakat dalam membuat keputusan untuk berubah. Strategi ini merupakan
strategi untuk melakukan perubahan di komunitas, bukan tahap proses berubah.
Menurut model ini untuk melakukan perubahan diperlukan strategi perubahan yaitu
:
§ Rational empiris, dikatakan bahwa untuk melakukan perubahan di komunitas,
perlu terdapat fakta dan pertimbangan tentang seberapa besar keuntungan yang
diperoleh dengan adanya perubahan tersebut. Contoh : adanya kebiasaan merokok
yang banyak terjadi di masyarakat, terutama remaja, diperlukan peran perawat
komunitas untuk memfasilitasi perubahan dengan memberikan promosi kesehatan
bahaya merokok melalui media,seperti poster, leaflet, modul data kejadian
kesakitan dan kematian akibat merokok atau mengajak melihat langsung kondisi
korban akibat rokok. Dengan adanya fakta, diharapkan terjadi perubahan pada
individu.
§ Normative reedukatif yaitu pertimbangan tentang keselarasan perubahan
dengan norma yang ada di masyarakat.
§ Power coercive yaitu strategi perubahan yang menggunakan sanksi baik
politik maupun sanksi ekonomi. Misalnya sanksi terhadap perokok yang merokok di
tempat umum berupa denda atau kurungan.
3. First order and
second order change
Menurut model ini first
order bertujuan mengubah substansi atau isi di dalam sistem, sedangkan pada
second order, perubahan ditujukan pada sistemnya.
Contoh : Adasnya resiko pergaulan
bebas yang saat ini marak di kalangan remaja,perawat komonitas perlu mengubah
substansi yang ada dalam system (frist order) seperti membentuk dan melihat
kader kesehatan remaja (KKR) di sekolah dan dimasyarakat, melakukan promosi
kesehatan kepada siswa, guru, orang tua dan masyarakat melakukan dukungan
lintas –sektor dan lintas-program kepada aparat terkait program melalui
jaringan kemitraan, dsb.selain itu ,diperlukan juga perubahan pada system
(second order) termasuk fasilitas yang ada, seperti menyediakan klinik remaja,
revitalisasi UKS di sekolah, kebijakan pemerintah terkait remaja, dsb.
Mengukur adanya
perubahan masyarakat pada tingkat induvidu, dapat diketahui dari tingkat
kesadaran individu terhadap perubahan, bagaimana individu mengerti tentang
masalah yang dihadap, tingkat partisipasi individu, dan adanyan perubahan dalam
bentuk tingkah laku yang ditampilkan. Adanya role model yang
ada dimasyarakat dapat dijadikan pendorong untuk mengubah norma dan praktik
individu dalam perubahan masyarakat.
Pada tingkat masyarakat,
perubahan lebih difokuskan pada kelompok dan oeganisasi, termasuk adanya
perubahan kebijakan yang berhubungan dengan masalah yang terjadi di masyarakat,
adanya dukungan dan partisipasi dalam kegiatan masyarakat serta aktivitas lain
yang berhubungan dengan penyelesaian masalah. Perubahan dimasyarakat dapat
dievaluasi melalui pengembangan koalisi, partisipasi masyarakat dalam dukungan
untuk mencapai tujuan, dan perubahan nilai dan norma yang berlaku di
masyarakat.
Setiap akan melakukan
kegiatan dimasyarakat /implementasi program,sebaiknya dibuat dahulu
laporan pendahuluan (LP) kegiatan asuhan keperawatan komonitas yang
meliputi:
1. Latar belakang yang berisi kriteria komonitas, data yang perlu dikaji lebih
lanjut terkait implementasi yang akan dilakukan,dan masalah keperawatan
komonitas yang terkait dengan implementasi saat ini.
2. Proses keperawatan komonitas yang berisi diagnose keperawatan komonitas,
tujuan umum, dan tujuan khusus.
3. Implementasi tindakan keperawatan, yang berisi topik
kegiatan, target kegiatan, metode, strategi kegiatan, media dan alat
bantu yang dipergunakan , waktu dan tempat pelaksanaan
kegiatan, pengorganisasian petugas kesehatan beserta tugas, susunan acara,
setting tempat acara.
4. Kriteria evaluasi, yang berisi evaluasi struktur, evaluasi proses, dan
evaluasi hasil dengan menyebutkan target persentase pencapaian hasil yang
diinginkan.
Pelaksanaan kegiatan
perkesmas, dilakukan berdasarkan POA Perkesmas yang telah disusun.
Pemantauan kegiatan perkesmas secara berkala dilaksanakan oleh
kepala puskesmas dan coordinator puskesmas dengan melakukan diskusi tentang
permasalahan yang dihadapi terkait pelaksanaan perkesmas serta melakukan
penilaian setia akhir tahun dengan membandingkan hasil pelaksanaan kegiatan
dengan rencana yang telah disusun. Pembahasan masalah perkesmas dapat dilakukan
dengan cara mengadakan kegiatan :
1. Lokakarya Mini Bulanan
Lokakarya mini bulanan dilakukan setian
bulan di puskesmas, dihadiri oleh staf puskesmas dan unit penunjangnya untauk
membahas kinerja internal puskesmas termasuk cakupan, mutu pembiayaan, masalah,
dan hambtan yang ditemui termasuk pelaksanaan perkesmas dan kaitanya
dengan masalah lintas program lainnya.
2. Lokakarya Mini Tribulanan
Lokakarya mini tribulanan dilakukan setiap
3 bulan sekali, dipimpin oleh camat dan dihadari oleh staf
puskesmas dan unit penunjangnya, instansi lintas- sektor tingkat
kecamatan untuk membahas masalah dalam pelaksanaan
puskesmas termasuk perkesmas terkait dengan lintas – sektor dan
pemasalahan yang terjadi untuk mendapatkan penyelesaiannya.
3. Refleksi Diskusi
Kasus (RDK)
Refleksi diskusi kasus merupakan metode
yang digunakan dalam merefleksikan pengalaman dalam satu kelompok diskusi untuk
berbagai pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan atas standar
yang berlaku. Proses diskusi ini memberikan ruang dan waktu bagi peserta
diskusi untuk merefleksikan pengalaman masing-masing serta kemampuannya tanpa
tekanan kelompok, terkondisi, setiap peserta saling mendukung, member
kesempatan belajar terutama bagi peserta yang tidak terbiasa dan kurang percaya
diri dalammenyampaikan pendapat (WHO.2003). RDK dilakukan minimal seminggu sekali, dihadapi oleh perawat perkesmas di
puskesmas untuk membahas masalah teknis perkesmas.
Dalam pemberian asuhan
keperawatan komonitas kepada individu / kluarga / kelompok dan masyarakat agar
pemahaman dan ketrampilan perawat komonitas lebih meningkat. Adapun persyaratan
metode RDK adalah:
a) Kelompok terdiri atas
5-8 orang.
b) Salah satu anggota kelompok berperan sebagai fasilitator, satu orang lagi
sebagai penyaji,dan sisanya sebagai peserta.
c) Posisi fasilitator,
penyaji, dan peserta lain dalam diskusi setara (equal).
d) Kasus yang disajikan oleh penyaji merupakan pengalaman yang terkait asuhan
keperawatan di komonitas yang menarik untuk dibahas dan di diskusikan, perlu
penanganan dan pemecahan masalah.
e) Posisi duduk
sebaiknya melingkar tanpa dibatasi oleh meja atau benda lainnya agar
peserta dapat bertatapan dan berkomonikasi secara bebas.
f) Tidak boleh ada interupsi dan hanya satu orang saja yang berbicara dalam
satu saat, peserta lainya memperhatiakan dan mendengarkan.
g) Tidak diperkenakan ada dominasi, kritik yang dapat memojokkan peserta
lainnya.
h) Peserta berbagi (sharing) pengalaman selama satu jam
dan dilakukan secara rutin.
i) Setiap anggota secara bergiliran mendapat kesempatan sebagai fasilitator,
penyaji, dan anggota peserta diskusi.
j) Selama diskusi, diusahakan agar tidak ada peserta yang tertekan atau
terpojok. Yang diharapkan justru dukungan dan dorongan dari
setiap peserta agar terbiasa menyampaikan pendapat mereka masing-masing.
Evaluasi merupakan tahap
akhir proses keperawatan. Evaluasi merupakan sekumpulan informasi yang sistemik
berkenaan dengan program kerja dan efektivitas dari serangkaian program yang
digunakan masyarakat terkait program kegiatan, karakteristik, dan hasil yang
telah dicapai (patton, 1986 dalam Helvie, 1998). Program evaluasi dilakukan
untuk memberikan informasi kepada perencanaan program dan pengambil kebijakan
tentang efektivitas dan efisiensi program. Evaluasi merupakan sekumpulan metode
dan ketrampilan untuk menentukan apakah program sudah sesuai dengan rencana dan
tuntutan masyarakat. Evaluasi digunakan untuk mengetahui beberapa tujuan yang
diharapkan telah tercapai dan apakah itervensi yang dilakukan efektif untuk
masyarakat setempat sesuai dengan kondisi dan situasi masyarakat, apakah sesuai
dengan rencana atau apakah dapat mengatasi masalah masyarakat. Evaluasi
ditunjukan untuk menjawab apa yang menjadi kebutuhan masyarakat dan program apa
yang dibutuhkan masyarakat, apakah media yang digunakan tepat , ada tidaknya
program perencanaan yang dapat di implementasikan, apakah program dapat
menjangkau masyarakat, siapa yang yang menjadi target sasaran program, apakah
program yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Evaluasi juga
bertujuan mengidentifikasi masalah dalam perkembangan program dan penyelesaian.
Program evaluasi dilaksanakan untuk memastikan apakah ada hasil program sudah
sejalan dengan sasaran dan tujuan, memastikan biaya program sumber daya, dan
waktu pelaksanaan program yang telah dilakukan. Evaluasi juga
diperlukan untuk memastikan apakah prioritas program yang disusun
sudah memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan membandingkan perbedaan program
terkait keefektifannya.
Evaluasi dapat berupa
evaluasi struktur, proses, dan hasil. Evaluasi program merupakan proses
mendapatkan dan menggunakan informasi sebagai dasar proses pengambilan
keputusan, dengan cara meningkatkan pelayanan kesehatan. Evaluasi proses
difokuskan pada urutan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan hasil.
Evaluasi hasil dapat diukur melalui perubahan pengetahuan ( knowledge) ,
sikap ( attitude), dan perubahan prilaku masyarakat.
Evaluasi terdiri atas
evaluasi formatif, menghasilkan informasi untuk umpan balik selama program
berlangsung. Sementara itu, evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai
dan mendapatkan informasi tentang efektifitas pengambilan keputusan. Pengukuran
efektifitas program dapat dilakukan dengan cara mengevaluasi kesuksesan dalam
pelaksanaan program. Pengukuran efektivitas program dikomonitas dapat
dilihat berdasarkan:
1. pengukuran komonitas sebagai klien. Pengukuran ini dilakukan dengan cara
mengukur kesehatan ibu dan anak, mengukur kesehatan komonitas.
2. pengukuran komonitas sebagai pengalaman Pembina hubungan. Pengukuran
dilakukan dengan cara melakukan pengukuran social dari determinan kesehatan.
3. pengukuran komonitas sebagai sumber. Ini dilakukan dengan mengukur tingkat
keberasilan pada kluarga atau masyarakat sebagai sumber informasi dan sumber
intervensi kegiatan.
- Efendi, Ferry . 2009 . Keperawatan kesehatan Komunitas : Teori dan
Praktik dalam Keperawatan . Jakarta
. Salemba Medika
- Henny, Achjar Komang Ayu . 2011 . Asuhan Keperawatan Komunitas : Teori
dan praktek . Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar