BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menjadi
seorang perawat bukanlah tugas yang mudah. Perawat terus ditantang oleh
perubahan-perubahan yang ada, baik dari lingkungan maupun klien. Dari segi
lingkungan, perawat selalu dipertemukan dengan globalisasi. Sebuah globalisasi
sangat memengaruhi perubahan dunia, khususnya di bidang kesehatan. Terjadinya
perpindahan penduduk menuntut perawat agar dapat menyesuaikan diri dengan
perbedaan budaya. Semakin banyak terjadi perpindahan penduduk, semakin beragam
pula budaya di suatu negara. Tuntutan itulah yang memaksa perawat agar dapat
melakukan asuhan keperawatan yang bersifat fleksibel di lingkungan yang tepat.
Peran perawat
sangat komprehensif dalam menangani klien karena peran perawat adalah memenuhi
kebutuhan biologis, sosiologis, psikologis, dan spiritual klien. Namun
peran spiritual ini sering kali diabaikan oleh perawat. Padahal aspek spiritual
ini sangat penting terutama untuk pasien terminal yang didiagnose harapan
sembuhnya sangat tipis dan mendekati sakaratul maut.
Menurut Dadang
Hawari (1977) “ orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul
maut lebih banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan
krisis kerohanian sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu
mendapatkan perhatian khusus”.
Klien dalam kondisi
terminal membutuhkan dukungan dari utama dari keluarga, seakan proses
penyembuhan bukan lagi merupakan hal yang penting dilakukan. Sebenarnya,
perawatan menjelang kematian bukanlah asuhan keperawatan yang sesungguhnya. Isi
perawatan tersebut hanyalah motivasi dan hal-hal lain yang bersifat
mempersiapkan kematian klien. Dengan itu, banyak sekali tugas perawat dalam
memberi intervensi terhadap lansia, menjelang kematian, dan saat kematian.
Agama dalam ilmu pengetahuan
merupakan suatu spiritual nourishment (gizi ruhani). Seseorang yang dikatakan
sehat secara paripurna tidak hanya cukup gizi makanan tetapi juga gizi
rohaninya harus terpenuhi. Menurut hasil Riset Psycho Spiritual For AIDS
Patient, Cancepatients, and for Terminal Illness Patient, menyatakan bahwa
orang yang mengalami penyakit terminal dan menjelang sakaratul maut lebih
banyak mengalami penyakit kejiwaan, krisis spiritual, dan krisis kerohanian
sehingga pembinaan kerohanian saat klien menjelang ajal perlu mendapat
perhatian khusus (Hawari, 1977)
B.
Tujuan
1.
Tujuan
umum
Dapat memahami tentang perspektif
transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan pelayanan
kesehatan dalam memberikan asuhan
keperawatan bagi pasien menjelang dan saat kematian.
2.
Tujuan
khusus
a.
Mahasiswa mampu memaparkan
perspektif transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan
pelayanan kesehatan
b.
Mahasiswa mampu memaparkan
segala bentuk asuhan keperawatan transkultural
c.
Mahasiswa mampu memaparkan
asuhan keperawatan bagi pasien menjelang
dan saat kematian
d.
Mahasiswa mampu memaparkan
penyelesaian kasus mengenai peran perawat bila dihadapkan pada situasi tersebut
dan hal yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien
e.
Mahasiswa mampu Mengetahui
konsep bimbingan klien sakaratul maut sesuai dengan standart keperawatan
f.
Mahasiswa mampu
mengetahui pandangan kematian menurut berbagai agama dan suku bangsa ,
C.
Rumusan
masalah
Dilihat dari latar
belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:
“ Bagaimana peran
perawat bila dihadapkan pada situasi pasien menjelang dan saat kematian dan hal
yang sebaiknya dilakukan perawat untuk membantu pasien tersebut dilihat dari
proses transkultural dalam keperawatan berkenaan dengan globalisasi dan
pelayanan kesehatan”.
D.
Metode
penulisan
Metode
penulisan dalam makalah ini adalah:
BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar
belakang, tujuan, rumusan masalah, dan metode penulisan makalah.
BAB
2 Landasan Teori
didalamnya mengenai teori tentang Perspektif Transkultural dalam Keperawatan,
Asuhan keperawatan klien terminal (sakaratul maut)
BAB 3 Pembahasan Kasus didalamnya mengenai
kasus yang dibahas serta jawaban kasus.
BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat
kesimpulan dan saran mengenai masalah gangguan pada system endokrin.
Dan
juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku
– buku dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi
isi makalah.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Perspektif Transkultural dalam
Keperawatan
1. Keperawatan
Transkultural dan Globalisasi dalam Pelayanan Kesehatan
Sebelum mengetahui
lebih lanjut keperawatan transkultural, perlu kita ketahui apa arti kebudayaan
terlebih dahulu. Kebudayaan adalah suatu system gagasan, tindakan, hasil karya
manusia yang diperoleh dengan cara belajar dalam rangka kehidupan masyarakat. (koentjoroningrat,
1986)
Wujud-wujud kebudayaan antara lain :
1.
Kompleks
dari ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan
2.
Kompleks aktivitas atau
tindakan
3.
Benda-benda hasil karya
manusia
Keperawatan
sebagai profesi memiliki landasan body of knowledge yang dapat dikembangkan dan
diaplikasikan dalam praktek keperawatan.
Teori transkultural dari keperawatan berasal dari
disiplin ilmu antropologi dan dikembangkan dalam konteks keperawatan. Teori ini
menjabarkan konteks atau konsep keperawatan yang didasari oleh pemahaman
tentang adanya perbedaan nilai-nilai cultural yang melekat dalam masyarakat.
Menurut Leinenger, sangat penting memperhatikan keragaman
budaya dan nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila
hal tersebut diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural
shock. Cultural shock akan dialami oleh klien pada suatu kondisi dimana perawat
tidak mampu beradaptasi dengan perbedaan nilai budaya.
Keperawatan transkultural adalah ilmu dengan kiat yang
humanis yang difokuskan pada perilaku individu/kelompok serta proses untuk
mempertahankan atau meningkatkan perilaku sehat atau sakit secara fisik dan
psikokultural sesuai latar belakang budaya. Sedangkan menurut Leinenger (1978),
keperawatan transkultural adalah suatu pelayanan keperawatan yang berfokus pada
analisa dan studi perbandingan tentang perbedaan budaya.
Tujuan dari
transcultural nursing adalah untuk mengidentifikasi, menguji, mengerti dan
menggunakan norma pemahaman keperawatan transcultural dalam meningkatkan kebudayaan spesifik dalam
asuhan keperawatan. Asumsinya adalah berdasarkan teori caring, caring adalah
esensi dari, membedakan, mendominasi serta mempersatukan tindakan keperawatan.
Perilaku caring diberikan kepada manusia
sejak lahir hingga meninggal dunia. Human caring merupakan fenomena universal
dimana,ekspresi, struktur polanya bervariasi diantara kultur satu tempat dengan tempat lainnya.
2. Konsep
dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Konsep dalam transcultural nursing
adalah :
a.
Budaya
Norma atau aturan tindakan dari anggota kelompok yang
dipelajari, dibagi serta memberi petunjuk dalam berfikir, bertindak dan
mengambil keputusan.
b.
Nilai budaya
Keinginan individu
atau tindakan yang lebih diinginkan atau suatu tindakan yang dipertahankan pada
suatu waktu tertentu dan melandasi tindakan dan keputusan
c. Perbedaan
budaya dalam asuhan keperawatan
Merupakan bentuk yang optimal dalam
pemberian asuhan keperawatan
d.
Etnosentris
Budaya-budaya yang dimiliki
oleh orang lain adalah persepsi yang dimiliki individu menganggap budayanya adalah yang terbaik
e.
Etnis
Berkaitan dengan
manusia ras tertentu atau kelompok budaya yang digolongkan menurut cirri-ciri
dan kebiasaan yang lazim
f. Ras
Perbedaan macam-macam manusia didasarkan
pada mendiskreditkan asal muasal manusia. Jenis ras umum dikenal kaukasoid,
negroid,mongoloid.
g. Etnografi:
Ilmu budaya
Pendekatan
metodologi padapenelitian etnografi memungkinkan perawat untuk mengembangkan
kesadaran yang tinggi pada pemberdayaan budaya setiap individu.
h. Care
Fenomena yang berhubungan dengan
bimbingan bantuan, dukungan perilaku pada individu, keluarga dan kelompok
dengan adanya kejadian untuk memenuhikebutuhan baik actual maupun potensial
untuk meningkatkan kondisi dan kualitas kehidupan manusia
i. Caring
Tindakan langsung yang diarahkan
untuk membimbing, mendukung dan mengarahkan individu, keluarga atau kelompok
pada keadaan yang nyata atau antisipasi kebutuhan untuk meningkatkan kondisi
kehidupan manusia
j. Culture
care
Kemampuan
kognitif untuk mengetahui nilai, kepercayaan dan pola ekspresi digunakan untuk
membimbing, mendukung atau member kesempatan individu, keluarga atau kelompok
untuk mempertahankan kesehatan, sehat dan berkembang bertahan hidup dalam
keterbatasan dan mencapai kematian dengan damai
k. Cultural
imposition
Kecenderungan
tenaga kesehatan untuk memaksakan kepercayaan, praktek dan nilai karena percaya
bahwa ide yang dimiliki oleh perawat lebih tinggi dari kelompok lain.
Paradigma transcultural nursing (Leininger 1985) , adalah cara
pandang, keyakinan, nilai-nilai, konsep-konsep dalam asuhan keperawatan yang
sesuai latar belakang budaya, terhadap 4
konsep sentral keperawatan yaitu :
·
Manusia
Manusia
adalah individu, keluarga atau kelompok yang memiliki nilai-nilaidan
norma-norma yang diyakini dan berguna untuk menetapkan pilihan danmelakukan
pilihan. Menurut Leininger (1984) manusia memilikikecenderungan untuk
mempertahankan budayanya pada setiap saat dimanapundia berada (Geiger and
Davidhizar, 1995).
·
Sehat
Kesehatan adalah keseluruhan
aktifitas yang dimiliki klien dalam mengisikehidupannya, terletak pada rentang
sehat sakit. Kesehatan merupakan suatukeyakinan, nilai, pola kegiatan dalam
konteks budaya yang digunakan untukmenjaga dan memelihara keadaan seimbang/sehat
yang dapat diobservasidalam aktivitas sehari-hari. Klien dan perawat mempunyai
tujuan yang samayaitu ingin mempertahankan keadaan sehat dalam rentang
sehat-sakit yangadaptif (Andrew and Boyle, 1995).
·
Lingkungan
Lingkungan didefinisikan sebagai keseluruhan
fenomena yang mempengaruhi perkembangan, kepercayaan dan perilaku klien.
Lingkungan dipandang sebagai suatu totalitas kehidupan dimana klien dengan
budayanya saling berinteraksi. Terdapat tiga bentuk lingkungan yaitu : fisik,
sosial dan simbolik. Lingkungan fisik adalah lingkungan alam atau diciptakan
oleh manusia seperti daerah katulistiwa, pegunungan, pemukiman padat dan iklim
seperti rumah di daerah Eskimo yang hampir tertutup rapat karena tidak pernah
ada matahari sepanjang tahun. Lingkungan sosial adalah keseluruhan struktur
sosial yang berhubungan dengan sosialisasi individu, keluarga atau kelompok ke
dalam masyarakat yang lebih luas. Di dalam lingkungan sosial individu harus
mengikuti struktur dan aturan-aturan yang berlaku di lingkungan tersebut.
Lingkungan simbolik adalah keseluruhan bentuk dan simbol yang menyebabkan
individu atau kelompok merasa bersatu seperti musik, seni, riwayat hidup,
bahasa dan atribut yang digunakan.
·
Keperawatan
Asuhan keperawatan adalah suatu
proses atau rangkaian kegiatan pada praktikkeperawatan yang diberikan kepada
klien sesuai dengan latar belakang budayanya. Asuhan keperawatan ditujukan
memnadirikan individu sesuai dengan budaya klien. Strategi yang digunakan dalam
asuhan keperawatan adalah perlindungan/mempertahankan budaya,
mengakomodasi/negoasiasi budaya dan mengubah/mengganti budaya klien (Leininger,
1991).
3.
Pengkajian
Asuhan Keperawatan Budaya
Peran perawat dalam
transkultural nursing yaitu menjembatani antara sistem perawatan yang
dilakukan masyarakat awam dengan sistem perawatan melalui asuhan keperawatan.
Tindakan keperawatan yang
diberikan harus memperhatikan 3 prinsip asuhan keperawatan yaitu:
· Cara I : Mempertahankan
budaya
Mempertahankan budaya dilakukan bila
budaya pasien tidak bertentangan dengan kesehatan. Perencanaan dan implementasi
keperawatan diberikan sesuai dengan nilai-nilai yang relevan yang telah
dimiliki klien sehingga klien dapat meningkatkan atau mempertahankan status
kesehatannya, misalnya budaya berolahraga setiap pagi.
·
Cara
II : Negosiasi budaya
Intervensi dan
implementasi keperawatan pada tahap ini dilakukan untuk membantu klien
beradaptasi terhadap budaya tertentu yang lebih menguntungkan kesehatan.
Perawat membantu klien agar dapat memilih dan menentukan budaya lain yang lebih
mendukung peningkatan kesehatan, misalnya klien sedang hamil mempunyai pantang
makan yang berbau amis, maka ikan dapat diganti dengan sumber protein hewani
yang lain.
·
Cara
III : Restrukturisasi budaya
Restrukturisasi
budaya klien dilakukan bila budaya yang dimiliki merugikan status kesehatan.
Perawat berupaya merestrukturisasi gaya hidup klien yang biasanya merokok
menjadi tidak merokok. Pola rencana hidup yang dipilih biasanya yang lebih
menguntungkan dan sesuai dengan keyakinan yang dianut.
Model konseptual yang di kembangkan oleh Leininger dalam
menjelaskan asuhan keperawatan dalam konteks budaya digambarkan dalam bentuk
matahari terbit (Sunrise Model). Geisser (1991) menyatakan bahwa proses
keperawatan ini digunakan oleh perawat sebagai landasan berpikir dan memberikan
solusi terhadap masalah klien (Andrew and Boyle, 1995). Pengelolaan asuhan
keperawatan dilaksanakan dari mulai tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi.
Pengkajian adalah proses mengumpulkan data untuk mengidentifikasi
masalah kesehatan klien sesuai dengan latar belakang budaya klien ( Giger and
Davidhizar, 1995).
Pengkajian dirancang berdasarkan tujuh komponen yang ada
pada”Sunrise Model” yaitu:
1. Faktor
teknologi (technological factors)
Teknologi
kesehatan memungkinkan individu untuk memilih atau mendapat penawaran
menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Perawat perlu mengkaji:
Persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan,
alasan mencari bantuan kesehatan, alasan klien memilih pengobatan alternative
dan persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi
permasalahan kesehatan ini.
2. Faktor
agama dan falsafah hidup ( religious and philosophical factors )
Agama
adalah suatu symbol yang mengakibatkan pandangan yang amat realistis bagi para
pemeluknya. Agama memberikan motivasi yang sangat kuat untuk mendapatkan
kebenaran diatas segalanya, bahkan diatas kehidupannya sendiri. Faktor agama
yang harus dikaji oleh perawat adalah: agama yang dianut, status pernikahan,
cara pandang klien terhadap penyebab penyakit, cara pengobatan dan kebiasaan
agama yang berdampak positif terhadap kesehatan.
3. Faktos
sosial dan keterikatan keluarga ( kinshop and Social factors )
Perawat pada tahap ini
harus mengkaji faktor-faktor: nama lengkap, nama panggilan, umur dan tempat
tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe keluarga, pengambilan keputusan
dalam keluarga dan hubungan klien dengan kepala keluarga.
4.
Nilai-nilai budaya dan
gaya hidup (cultural value and life ways )
Nilai-nilai
budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh penganut budaya yang
di anggap baik atau buruk. Norma
–norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai sifat penerapan terbatas pada
penganut budaya terkait. Yang perlu di kaji pada factor ini adalah posisi dan
jabatan yang dipegang oleh kepala keluarga, bahasa yang digunakan, kebiasaan
makan, makanan yang dipantang dalam kondisi sakit, perseosi sakit berkaitan
dengan aktivitas sehari- hari dan kebiasaan membersihkan diri.
5. Faktor
kebijakan dan peraturan yang berlaku (political and legal factors )
Kebijakan dan peraturan
rumah sakit yang berlaku adalah segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan
individu dalam asuhan keperawatan lintas budaya (Andrew and Boyle, 1995 ). Yang
perlu dikaji pada tahap ini adalah: peraturan dan kebijakan yang berkaitan
dengan jam berkunjung, jumlah anggota keluarga yang boleh menunggu, cara
pembayaran untuk klien yang dirawat.
6. Faktor
ekonomi (economical factors)
Klien
yang dirawat dirumah sakit memanfaatkan sumber-sumber material yang dimiliki
untuk membiayai sakitnya agar segera sembuh. Faktor ekonomi yang harus dikaji
oleh perawat diantaranya: pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan, tabungan
yang dimiliki oleh keluarga, biaya dari sumber lain misalnya asuransi,
penggantian biaya dari kantor atau patungan antar anggota keluarga.
7. Faktor
pendidikan ( educational factors )
Latar
belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam menempuh jalur formal
tertinggi saat ini. Semakin tinggi pendidikan klien maka keyakinan klien
biasanya didukung oleh bukti-bukti ilmiah yang rasional dan individu tersebut
dapat belajar beradaptasi terhadap budaya yang sesuai dengan kondisi
kesehatannya. Hal yang perlu dikaji pada tahap ini adalah: tingkat pendidikan
klien, jenis pendidikan serta kemampuannya untuk belajar secara aktif mandiri
tentang pengalaman sedikitnya sehingga tidak terulang kembali.
·
Prinsip-prinsip
pengkajian budaya:
a.
Jangan menggunakan
asumsi.
b.
Jangan
membuat
streotif bisa menjadi konflik misalnya: orang Padang pelit,orang Jawa halus.
c. Menerima dan memahami metode komunikasi.
d. Menghargai
perbedaan individual.
e.
Tidak
boleh membeda-bedakan keyakinan klien.
f. Menyediakan
privacy terkait kebutuhan pribadi.
4.
Instrumen
Pengkajian Budaya
Sejalan berjalnnya waktu,Transkultural
in Nursing mengalami perkembangan oleh beberapa ahli, diantaranya:
a.
Sunrise model
(Leininger)
Yang terdiri dari komponen:
1)
Faktor teknbologi
(Technological Factors)
-
Persepsi sehat-sakit
-
Kebiassaan
berobat atau mengatasi masalah kesehatan
-
Alasan mencari
bantuan/pertolongan medis
-
Alasan memilih
pengobatan alternative
-
Persepsi
penggunaan dan pemanfaatan teknologi dalam mengatasi masalah kesehatan
2) Faktor
agama atau falsafah hidup (Religious & Philosophical factors)
-
Agama yang dianut
-
Status pernikahan
-
Cara pandang terhadap
penyebab penyakit
-
Cara
pengobatan / kebiasaan agama yang positif terhadap kesehatan
3) Faktor sosial dan keterikatan kelluarga (Kinship &
Social Factors)
-
Nama lengkap & nama
panggilan
-
Umur & tempat
lahir,jenis kelamin
-
Status,tipe
keluarga,hubungan klien dengan keluarga
-
Pengambilan keputusan
dalam keluarga
4) Nilai-nilai
budaya dan gaya hidup (Cultural value and lifeways)
-
Posisi
/ jabatan yang dipegang dalam keluarga dan komunitas
-
Bahasa yang digunakan
-
Kebiasaan
yang berhubungan dengan makanan & pola makan
-
Persepsi
sakit dan kaitannya dengan aktifitas kebersihan diri dan aktifitas sehari-hari
5) Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku (Political
& legal Factors)
Kebijakan dan peraturan Rumah Sakit yang berlaku adalah
segala sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dalam asuhan keperawatan
lintas budaya,meliputi:
-
Peraturan dan kebijakan
jam berkunjung
-
Jumlah
anggota keluarga yang boleh menunggu
-
Cara pembayaran
6) Faktor
ekonomi (Economical Factors)
-
Pekerjaan
-
Tabungan yang dimiliki
oleh keluarga
-
Sumber biaya pengobatan
-
Sumber
lain ; penggantian dari kantor,asuransi dll.
-
Patungan antar anggota
keluarga
7) Faktor
Pendidikan (Educational Factors)
-
Tingkat pendidikan
klien
-
Jenis pendidikan
-
Tingkat
kemampuan untuk belajar secara aktif
-
Pengetahuan tentang
sehat-sakit
b.
Keperawatan
transkultural model Giger & Davidhizar
Dalam model ini klien/individu dipandang sebagai hasil
unik dari suatu kebudayaan,pengkajian keperawatan transkultural model ini
meliputi:
1) Komunikasi
(Communication)
Bahasa yang digunakan,intonasi dan kualitas
suara,pengucapan (pronounciation),penggunaan bahasa non verbal,penggunaan
‘diam’
2) Space
(ruang gerak)
Tingkat rasa nyaman,hubungan kedekatan dengan orang
lain,persepsi tentang ruang gerak dan pergerakan tubuh.
3) Orientasi
social (social orientastion)
Budaya,etnisitas,tempat,peran dan fungsi
keluarga,pekerjaan,waktu luang,persahabatan dan kegiatan social keagamaan.
4) Waktu
(time)
Penggunaan waktu,definisi dan pengukuran waktu,waktu
untuk bekerja dan menjalin hubungan social,orientasi waktu saat ini,masa lalu
dan yang akan datang.
5) Kontrol
lingkungan (environmental control)
Nilai-nilai budaya,definisi tentang sehat-sakit,budaya
yang berkaitan dengan sehat-sakit.
6) Variasi
biologis (Biological variation)
Struktur tubuh,warna kulit & rambut, dimensi fisik
lainnya seperti; eksistensi enzim dan genetic,penyakit yang spesifik pada
populasi terntentu,kerentanan terhadap penyakit tertentu,kecenderungan pola
makan dan karakteristikpsikologis,koping dan dukungan social.
c.
Keperawatan
transkultural model Andrew & Boyle
Komponen-komponenya
meliputi:
1)
Identitas budaya
2)
Ethnohistory
3)
Nilai-nilai budaya
4)
Hubungan kekeluargaan
5)
Kepercayaan agama dan
spiritual
6)
Kode etik dan moral
7)
Pendidikan
8)
Politik
9)
Status ekonomi dan
social
10) Kebiasaan
dan gaya hidup
11) Faktor/sifat-sifat
bawaan
12) Kecenderungan
individu
13) Profesi
dan organisasi budaya
Komponen-komponen
diatas perlu dikaji pada diri perawat (self assessment) dan pada klien,
Kemudian perawat mengkomunikasikan kompetensi transkulturalnya melalui media:
verbal, non verbal & teknologi, untuk tercapainya lingkungan yang kondusif
bagi kesehatan dan kesejahteraan klien.
5.
Diagnosa
keperawatan
Diagnosa
keperawatan adalah respon klien sesuai latar belakang budayanya yang dapat
dicegah, diubah atau dikurangi melalui intervensi keperawatan. (Giger and
Davidhizar, 1995).
Terdapat
tiga diagnose keperawatan yang sering ditegakkan dalam asuhan keperawatan
transkultural yaitu :
a. gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perbedaan
kultur
b. gangguan interaksi sosial berhubungan disorientasi
sosiokultural
c. ketidakpatuhan
dalam pengobatan berhubungan dengan sistem nilai yang diyakini.
6.
Perencanaan
dan Pelaksanaan
Perencanaan dan pelaksanaan dalam
keperawatan trnaskultural adalah suatu proses keperawatan yang tidak dapat
dipisahkan. Perencanaan adalah suatu proses memilih strategi yang tepat dan
pelaksanaan adalah melaksanakan tindakan yang sesuai denganlatar belakang
budaya klien (Giger and Davidhizar, 1995).
Ada tiga pedoman yang ditawarkan
dalam keperawatan transkultural (Andrew and Boyle, 1995) yaitu :
·
mempertahankan budaya
yang dimiliki klien bila budaya klien tidak bertentangan dengan kesehatan,
·
mengakomodasi budaya
klien bila budaya klien kurang menguntungkan kesehatan dan
·
merubah budaya klien
bila budaya yang dimiliki klien bertentangan dengan kesehatan.
a.
Cultural
care preservation/maintenance
1) Identifikasi
perbedaan konsep antara klien dan perawat
2) Bersikap
tenang dan tidak terburu-buru saat berinterkasi dengan klien
3) Mendiskusikan
kesenjangan budaya yang dimiliki klien dan perawat
b.
Cultural
careaccomodation/negotiation
1) Gunakan
bahasa yang mudah dipahami oleh klien
2) Libatkan
keluarga dalam perencanaan perawatan
3) Apabila
konflik tidak terselesaikan, lakukan negosiasi dimana kesepakatan berdasarkan
pengetahuan biomedis, pandangan klien dan standar etik.
c.
Cultual
care repartening/reconstruction
1) Beri
kesempatan pada klien untuk memahami informasi yang diberikan dan
melaksanakannya
2) Tentukan
tingkat perbedaan pasien melihat dirinya dari budaya kelompok
3) Gunakan pihak ketiga bila perlu
4) Terjemahkan
terminologi gejala pasien ke dalam bahasa kesehatan yang dapat dipahami oleh
klien dan orang tua
5) Berikan
informasi pada klien tentang sistem pelayanan kesehatan
Perawat
dan klien harus mencoba untuk memahami budaya masingmasing melalui proses
akulturasi, yaitu proses mengidentifikasi persamaan dan perbedaan budaya yang
akhirnya akan memperkaya budaya budaya mereka. Bila perawat tidak memahami
budaya klien maka akan timbul rasa tidak percaya sehingga hubungan terapeutik
antara perawat dengan klien akan terganggu. Pemahaman budaya klien amat
mendasari efektifitas keberhasilan menciptakan hubungan perawat dan klien yang
bersifat terapeutik.
7.
Evaluasi
Evaluasi asuhan keperawatan transkultural dilakukan
terhadap keberhasilan klien tentang mempertahankan budaya yang sesuai dengan
kesehatan, mengurangi budaya klien yang tidak sesuai dengan kesehatan atau
beradaptasi dengan budaya baru yang mungkin sangat bertentangan dengan budaya
yang dimiliki klien. Melalui evaluasi dapat diketahui asuhan keperawatan yang
sesuai dengan latar belakang budaya klien.
B.
Perawatan
Menjelang dan Saat Kematian
Perawat sebagai
pelayan kesehatan memiliki peran yang sangat penting bagi keluaraga dan pasien
yang akan menjelang ajal.Seorang perawat harus dapat berbagi penderitaan dan
mengintervensi pada saat klien menjelang ajal untuk meningkatkan kualitas
hidup.
Menjelang ajal atau
kondisi terminal adalah suatu proses yang progresi menuju kematian berjalan
melalui tahapan proses penurunan fisik,psikososial,dan spiritual bagi individu.
Secara umum pengaplikasian caring
pada klien menjelang ajal berupa:
1.
Peningkatan
kenyamanan
Kenyamanan
bagi klien menjelang ajal termasuk pengenalan dan perbedaan distres (oncology
society and the American Nurses Association,1974)
Hal
hal yang harus diperhatikan dalam peningkatan kenyamanan
a. Kontrol
nyeri
Seluruh pelayan kesehatan dan
keluarga harus dapat membantu klien mengatasi rasa nyeri,karena nyeri dapat
mempengaruhi klien dalam memenuhi kebutuhan istirahat tidur,nafsu
makan,mobilitas dan fungsi psikologis.
b. Ketakutan
Tenaga kesehatan dan keluarga harus dapat
membantu klien mengurangi rasa ketakutan terhadap gejala yang ditimbulkan
seperti nyeri umum yang selalu datang setiap saat yang dapat membuat sagala
aktifitas terganggu.
c.
Pemberian
terapi dan pengendalian gejala penyakit.
Pemberian
terapi merupakan bagian yang dapat mengurangi rasa tidak nyaman seperti rasa nyeri
dapat teratasi setelah pemberian terapi,pemberian chemotherapi,dan radiasi
dapat membantu mengurangi penyebaran penyakit.
d. Higiene
personal
Pemenuhan kebersihan diri merupakan salah
satu yang harus dipenuhi agar klien merasa segar dan nyaman.
2.
Pemeliharaan
Kemandirian
Adalah
pilihan yang diberikan kepada klien menjelang ajal untuk memilih tempat
perawatan dan memberikan kebebasan sesuai kemampuan klien,karena sebagian besar
klien menjelang ajal menginginkan sebanyak mungkin mapan diri.
Dalam pemeliharaan kemandirian dapat dilakukan bisa
perawatan akut dirumah sakit,ada juga perawatan dirumah atau perawatan hospice.
1.
Pemeliharaan
kemandirian di rumah sakit
Klien yang memilih tempat perawatan
menjelang ajal dirumah sakit diberikan
kebebasan sesuai kemampuan.
Sikap
perawat dalam pemeliharaan kemandirian di rumah sakit :
- Perawat
harus mengimformasikan klien tentang pilihan
- Perawat
dapat memberikan dorongan dengan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan
untuk memberikan rasa kontrol klien
- Perawat
tidak boleh memaksakan bantuan
- Perawat
memberikan dorongan kepada keluarga untuk memberikan kebebasan klien
membuat keputusan.
2.
Pemeliharaan
kemandirian dirumah (perawatan hospice)
Adalah perawatan yang berpusat pada
keluarga yang dirancang untuk membantu klien sakit terminal untuk dapat dengan
nyaman dan mempertahankan gaya hidupnya senormal mungkin sepanjang proses
menjelang ajal.
Menurut Pitorak (1985) mengambarkan
komponen perawatan hospice sebagai berikut :
o
Perawatan dirumah yang
terkoordinasi dengan pelayanan rawat jalan dibawah administrasi rumah sakit
o Kontrol gejala (fisik,sosiologi,fisiologi, dan spiritual
).
o
Pelayanan yang
diarahkan dokter
o
Perawtan interdisiplin
ilmu
o
Pelayanan medis dan
keperawatan tersedia sepanjang waktu
o
Klien dan keluarga
sebagai unit perawatan
o
Tindak lanjut
kehilangan karena kematian
o Penggunaan tenaga sukarela terlatih sebagai bagian tim
o Penerimaan kedalam program berdasarkan pada kebutuhan
perawatan kesehatan ketimbang pada kemampuan untuk membayar.
3.
Pencegahan
Kesepian dan isolasi
Untuk mencegah kesepian dan
penyimpangan sensori perawat menintervensi kualitas lingkungan.
Hal-hal yang dilakukan untuk
mencegah kesepian dan isolasi
a. Tempatkan
pasien pada ruangan biasa ( bergabung dengan pasien lain) tidak perlu ruangan tersendiri, kecuali pada keadaan
kritis atau tidak sadar.
b. libatkan
klien dalam program perawatan sesuai kemampuan klien, agar klien merasa
diperhatikan.
c. Berikan
pencahayaan yang baik dan bisa diatur agar memberikan stimulus yang bermakna.
d. memberikan
stimulus berupa gambar, benda yang menyenangkan, atau surat dari anggota
keluarga.
e. Libatkan
keluarga dan teman untuk lebih perhatian
f. Berikan
waktu yang cukup kepada keluarga untuk menjenguk atau menemani klien.
4.
Peningkatan
ketenangan spiritual
Memberikan
ketenangan spiritual mempunyai arti lebih besar dari sekedar kunjung rohani.
Perawat dapat memberikan dukungan kepada klien dalam mengekspresikan filosofi
kehidupan. Ketika kematian mendekat, klien sering mencari ketenangan dengan
menganalisa nilai dan keyakinan yang berhubungan dengan hidup dan mati. Perawat
dan keluarga dapat membantu klien dengan mendengarkan dan mendorong klien untuk
mengekspresikan tentang nilai dan keyakinan, perawat dan keluarga dapat
memberikan ketenangan spiritual dengan menggunakan keterampilan komunikasi,
mengekspresikan simpati, berdoa dengan klien.
5.
Dukungan
untuk keluarga yang berduka
dukungan
diberikan agar keluarga dapat menerima dan tidak terbawa kedalam situasi duka
berkepanjangan.
Hal-hal
yang dilakukan perawat, perhatikan
a.
perawat harus mengenali
nilai anggota keluarga sebagai sumber dan membantu mereka untuk tetap berada
dengan klien menjelang ajal.
b.
mengembangkan hubungan
suportif.
c.
menghilangkan ansietas
dan ketakutan keluarga
d.
menetapkan apakah
mereka/ kelurga ingin dilibatkan.
C.
Perawatan Setelah Kematian
perawat mungkin orang yang paling
tepat untuk merawat tubuh klien setelah kematian karena hubungan terapeutik
perawat-klien yang telah terbina selama fase sakit. Dengan demikian perawat
mungkin lebih sensitif dalam menangani tubuh klien dengan martabat dan
sensitivitas.
·
Peran perawat :
1.
perawat menyiapkan
tubuh klien dengan membuatnya tampak sealamiah dan senyaman mungkin
2.
perawat memberikan kesempatan pada keluarga
untuk melihat tubuh klien
3.
perawat memberikan
pendampingan pada keluar pada saat melihat tubuh klien
4.
perawat harus
meluangkan wakyu sebanyak mungkin dalam membantu keluarga yang berduka
E.
Ciri-ciri
Klien Sakaratul Maut
Tanda-tanda kematian terbagi ke dalam
tiga tahap yakni menjelang kematian,saat kematian dan setelah kematian.
1.
Mendekati
kematian
a.
Penurunan tonus otot
Gerakan ekstermitas berangsur-angsur
menghilang, khususnya pada kaki dan ujung kaki.Sulit berbicara.. Tubuh semakin
lemah. Aktifitas saluran pencernaan menurun sehingga perut membuncit. Otot rahang
dan muka mengendur. Rahang bawah cenderung turun. Sulit menelan,reflek gerakan
menurun. Mata sedikit terbuka
b.
Sirkulasi melemah
Suhu tubuh pasien
tinggi,tetapi kaki, tangan, dan ujung hidung pasien terasa dingin dan lembab.
Kulit ekstermitas dan ujung hidung tampak kebiruan, kelabu, atau pucat. Nadi
mulai tidak teratur, lemah, dan cepat. Tekanan darah menurun. Peredaran darah
perifer berhenti
c.
Kegagalan fungsi
sensorik
Sensasi
nyeri menurun atau hilang. Pandangan mata kabur/
berkabut. Kemampuan indra berangsur-angur menurun. Sensasi panas,lapar,dingin,
dan tajam menurun. Penurunan/ kegagalan fungsi pernafasan. Mengorok (death
rattle ) bunyi nafas terdengar kasar. Pernafasan tidak teratur dan berlangung
melalui mulut. Pernafasan Cheyne stokes
2.
Saat
kematian
a.
Terhentinya
pernafasan,Nadi, tekanan darah, dan fungsi otak (tidak berfungsinya paru,
jantung dan otak )
b.
Hilangnya respon
terhadap stimulus eksternal
c.
Hilangnya control atas
sfingter kandung kemih dan rectum (inkontinensia) akibat peredaran darah terhambat
; kaki dan ujung hidung menjadi dingin
d.
Hilangnya kemampuan
panca indra; hanya indra pendengaran yang paling lama dapat berfungsi
e.
Adanya garis datar pada
mesin elektroenselofgrafi menunjukan terhentinya aktifitas listrik otak untuk
penilaian pasti suatu kematian
3.
Setelah
kematian
Perubahan Tubuh Setelah
Kematian, akan terjadi :
a.
Rigor
mortis (kaku) dapat terjadi sekitar 2-4 jam
setelah kematian, karena adanya kekurangan ATP (Adenosin Trypospat) yang tidak
dapat disintesa akibat kurangnya glikogen dalam tubuh. Proses rigor mortis
dimulai dari organ-organ involuntery, kemudian menjalar pada leher, kepala,
tubuh dan bagian ekstremitas, akan berakhir kurang lebih 96 jam setelah
kematian.
b.
Algor
mortis (dingin), suhu tubuh perlahan-lahan turun 1
derajat celcius setiap jam sampai mencapai suhu ruangan.
c.
Post
mortem decompotion, yaitu terjadi livor
mortis (biru kehitaman) pada daerah yang tertekan serta melunaknya jaringan
yang dapat menimbulkan banyak bakteri. Ini disebabkan karena sistem sirkulasi
hilang, darah/sel-sel darah merah telah rusak dan terjadi pelepasan HB.
F.
Tahapan Respon Klien terhadap Proses
Kematian
Menurut
Kubler–Ross (1969) dalam buku “On Death and Dying” tahapan respon klien
terhadap proses kematian adalah:
1. Penolakan
(denial)
Respon dimana klien tidak percaya atau menolak terhadap apa
yang dihadapi atau sedang terjadi. Penolakan ini berfungsi sebagai pelindung
setelah mendengar sesuatu yang tidak diharapkan.
2. Marah
(anger)
Fase marah terjadi pada saat fase penolakan tidak lagi bisa
dipertahankan. Rasa marah ini terkadang sulit dipahami oleh pihak keluarga
karena dapat dipicu oleh hal-hal yang secara normal tidak menimbulkan
kemarahan, sering terjadi karena merasa tidak berdaya.
3. Tawar
– Menawar (bargaining)
Secara
psikologis, tawar-menawar dilakukan untuk memperbaiki kesalahan atau dosa masa
lalu. Klien mencoba untuk melakukan tawar-menawar dengan tuhan dengan cara diam
atau dinyatakan secara terbuka.
4. Kesedihan
Mendalam (depression)
Ekspresi
kesedihan ini merupakan persiapan terhadap kehilangan atau perpisahan abadi
dengan siapapun dan apapun.
5. Menerima
(acceptable)
Pada
tahap ini, klien memahami dan menerima keadaannya klien mulai menemukan
kedamaian dalam kondisinya, beristirahat untuk menyiapkan dan memulai perjalanan
panjang.
Dalam tahapan respon klien tersebut, perawat dapat
memberikan asuhan psikologis:
a.
Memberikan dukungan pada fase awal, perawat
diharapkan memberikan dukungan pada klien pada fase penolakan ini. Akan tetapi,
budaya yang terjadi di Indonesia pada kondisi terminal ini, klien dianggap
membutuhkan asupan religi. Sehingga yang terjadi bukanlah perawat memberikan
dukungan, tetapi keluarga klien membacakan doa-doa kepada klien.
b.
Memberikan arahan pada klien bahwa marah adalah
respon normal. Sekarang ini, perawat lebih memberikan arahan tersebut kepada
keluarga klien agar keluarga klien pun tidak cemas melihat klien mengalami
keadaan seperti tersebut.
c.
Membantu klien mengekspresikan apa yang
dirasakannya. Perawat tidak lagi sendiri dalam menghadapi klien dalam kondisi
terminal, akan tetapi selalu banyak pihak keluarga yang datang untuk memberikan
semangat atau motivasi kepada klien. Perawat lebih berfungsi untuk memberikan
arahan kepada keluarga klien apa yang harus dilakukannya ketika klien
menghadapi respon respon tersebut.
d.
Perawat harus hadir sebagai pendamping dan
pendengar. Yang dilakukan perawat hanyalah mengutarakan empatinya terhadap
keluarga klien dan ikut serta membantu memotivasi keluarga klien.
Asuhan psikologis dapat
berubah sesuai dengan budaya dari keluarga klien tersebut. Klien dalam kondisi
terminal tersebut membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual dari
keluarga, peran perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak.
Biasanya apabila
keluarga tersebut mempunyai keyakinan yang besar terhadap tuhan, mereka akan
lebih memilih untuk berdoa di sekeliling klien agar arwah klien nanti dapat
diterima oleh yang kuasa. Ada pula adat kebiasaan tersebut mengharuskan klien
meninggal di rumah klien, klien langsung dibawa pulang ketika keluarga, atau
bahwa klien berada dalam kondisi terminal.
Selain asuhan secara
psikologis, perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara medis kepada
klien dengan cara:
1)
mengontrol nyeri dan gejala lain,
2)
memelihara nutrisi klien,
3)
mengatur dosis regular,
4)
membebaskan jalan nafas,
5)
menyediakan obat-obatan esensial.
Seperti itulah proses
keperawatan pada pasien terminal, perawat dan pihak keluarga pasien
berkolaborasi dalam mencapai kesejahteraan klien dalam menuju perjalan yang
sangat panjang. Proses proses perawatan pun akan menjadi fleksibel dan lebih
menurut kepada aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak keluarga
klien. Selama tidak membahayakan klien, pihak rumah sakit akan senantiasa
mengikuti adat budaya keluarga tersebut.
BAB III
A.
Pandangan Kematian Menurut berbagai Agama
1.
Agama Islam
B.
Peran
Perawat muslim Terhadap
Klien Terminal (Sakaratul Maut)/ menjelang kematian
Adapun peran perawat adalah sebagai berikut :
1.
Membimbing
pasien agar berbaik sangka kepada Allah SWT
Pada sakaratul maut perawat harus
membimbing agar berbaik sangka kepada Allah sebagaimana Hadist yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Jangan sampai seorang dari kamu mati kecuali dalam keadaan tidak berbaik sangka
kepada Allah, selanjutnya Allah berfirman dalam hadist qudsi, Aku ada
pada sangka-sangka hambaku, oleh karena itu bersangkalah kepadaKu dengan
sangkaaan yang baik . Selanjutnya Ibnu Abas berkata, Apabila kamu melihat
seseorang menghadapi maut, hiburlah dia supaya bersangka baik pada Tuhannya dan
akan berjumpa dengan Tuhannya itu. Selanjutnya Ibnu Mas´ud berkata : “Demi
Allah yang tak ada Tuhan selain Dia, seseorang yang berbaik sangka kepada Allah
maka Allah berikan sesuai dengan persangkaannya itu”. Hal ini menunjukkan bahwa
kebaikan apapun jua berada ditangannya.
2.
Mentalqinkan
dengan Kalimat Laailahaillallah
Perawat
muslim dalam mentalkinkan kalimah laaillallah dapat dilakukan pada pasien
terminal menjelang ajalnya terutama saat pasien akan melepaskan nafasnya yang
terakhir. Dengan menurunnya tekanan darah, peredaran darah perifer menjadi
terhenti dan rasa nyeri bila ada biasanya menjadi hilang. Kesadaran dan tingkat
kekuatan ingatan bervariasi tiap individu. Otot rahang menjadi mengendur, wajah
pasien yang tadinya kelihatan cemas nampak lebih pasrah menerima.
Dalam
keadaan yang seperti itu peran perawat disamping memenuhi kebutuhan fisiknya
juga harus memenuhi kebutuhan spiritual pasien muslim agar diupayakan meninggal
dalam keadaan Husnul Khatimah. Perawat membimbing pasien dengan mentalkinkan
(membimbing dengan melafalkan secara berulang-ulang), sebagaimana Rasulullah
mengajarkan dalam Hadist Riwayat Muslim, Talkinkanlah olehmu orang yang mati
diantara kami dengan kalimat Laailahaillallah karena sesungguhnya seseoranng
yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka itulah bekalnya
sesungguhnya seseorang yang mengakhiri ucapannya dengan itu ketika matinya maka
itulah bekalnya menuju surga . Selanjutnya Umar Bin Ktahab berkata “Hindarilah
orang yang mati diantara kami dan dzikirkanlah mereka dengan ucapan
Laailahaillahllah, maka sesungguhnya mereka (orang yang meninggal) melihat apa
yang tidak bisa, kamu lihat.
Sesuai
sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam,
“Talqinilah
orang yang akan wafat di antara kalian dengan, “Laa illaaha illallah”. Barangsiapa yang pada
akhir ucapannya, ketika hendak wafat, ‘Laa illaaha illallaah’, maka ia akan
masuk surga suatu masa kelak, kendatipun akan mengalami sebelum itu musibah
yang akan menimpanya.”
3.
Berbicara
yang Baik dan Do´a untuk jenazah ketika menutupkan matanya
Di samping berusaha memberikan
sentuhan (Touching) perawat muslim perlu berkomunikasi terapeutik, antara lain
diriwayatkan oleh Imam Muslim Rasulullah SAW bersabda: “Bila kamu datang mengunjungi orang sakit atau orang mati, hendaklah
kami berbicara yang baik karena sesungguhnya malaikat mengaminkan terhadap apa
yang kamu ucapkan”. Selanjutnya diriwayatkan oleh Ibnu Majah Rasulullah
bersabda “apabila kamu menghadiri orang
yang meninggal dunia di antara kamu, maka tutuplah matanya karena sesungguhnya
mata itu mengikuti ruh yang keluar dan berkatalah dengan kata-kata yang baik
karena malaikat mengaminkan terhadap apa yang kamu ucapkan”.
Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendo’akan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.
Berdasarkan hal diatas perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa Allah Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendo’akan dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas, dari jasadnya.
4.
Hendaklah mendo’akannya dan
janganlah mengucapkan dihadapannya kecuali kata-kata yang baik.
Berdasarkan hadits yang
diberitakan oleh Ummu Salamah bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
telah bersabda. Artinya “Apabila kalian mendatangi orang yang sedang sakit
atau orang yang hampir mati, maka hendaklah kalian mengucapkan perkataan yang
baik-baik karena para malaikat mengamini apa yang kalian ucapkan.” Maka
perawat harus berupaya memberikan suport mental agar pasien merasa yakin bahwa
Allah Maha Pengasih dan selalu memberikan yang terbaik buat hambanya, mendoakan
dan menutupkan kedua matanya yang terbuka saat roh terlepas dari jasadnya.]
Cerita Ummu Salamah selanjutnya :
"Maka tatkala Abu salamah
meninggal, saya datang menemui Rasulullah saw. Dan mengatakan "Wahai
Rasulullah, Ummu Salamah telah meninggal dunia". Maka sabda Rasulullah
saw: "ucapkan olehmu : ya Allah, berilah keampunan bagiku dan baginya, dan
iringilah kepergiannya dariku dengan hal yang baik" Ulas Ummu Salamah
pula : "maka Allah mengganti kehilangannya dengan orang yang lebih balk
dari padanya, yaitu Muhammad saw"
5.
Membasahi kerongkongan orang yang sedang
sakaratul maut.
Disunnahkan bagi orang-orang
yang hadir untuk membasahi kerongkongan orang yang sedang sakaratul maut
tersebut dengan air atau minuman. Kemudian disunnahkan juga untuk membasahi
bibirnya dengan kapas yg telah diberi air. Karena bisa saja kerongkongannya
kering karena rasa sakit yang menderanya, sehingga sulit untuk berbicara dan
berkata-kata. Dengan air dan kapas tersebut setidaknya dapat meredam rasa sakit
yang dialami orang yang mengalami sakaratul maut, sehingga hal itu dapat
mempermudah dirinya dalam mengucapkan dua kalimat syahadat. (Al-Mughni :
2/450 milik Ibnu Qudamah)
6.
Menghadapkan orang yang sakaratul maut ke
arah kiblat
Kemudian disunnahkan untuk
menghadapkan orang yang tengah sakaratul maut kearah kiblat. Sebenarnya
ketentuan ini tidak mendapatkan penegasan dari hadits Rasulullah Saw., hanya
saja dalam beberapa atsar yang shahih disebutkan bahwa para salafus shalih
melakukan hal tersebut. Para Ulama sendiri telah menyebutkan dua cara bagaimana
menghadap kiblat :
“Berbaring terlentang diatas punggungnya,
sedangkan kedua telapak kakinya dihadapkan kearah kiblat. Setelah itu, kepala
orang tersebut diangkat sedikit agar ia menghadap kearah kiblat”.
Mengarahkan bagian
kanan tubuh orang yang tengah sakaratul maut menghadap ke kiblat. Dan Imam
Syaukai menganggap bentuk seperti ini sebagai tata cara yang paling benar.
Seandainya posisi ini menimbulkan sakit atau sesak, maka biarkanlah orang
tersebut berbaring kearah manapun yang membuatnya selesai.
Berdasarkan had its yang
diriwayatkan oleh Baihaki dari Abu Qatadah, juga oleh Hakim yeng menyatakan
sahnya:
Artinya :
Bahwa tat kala
Nabi saw tiba di Madinah, ia menanyakan Barra' bin: Ma'rur. Ujar mereka : la
sudah wafat dan mewasiatkan sepertiga hartanya buat anda, juga agar ia
dihadapkan ke arah kiblat sewaktu hendak meninggal " Maka sabda Nabi saw
"Tepat men unit ajaran agama Islam mengenai hartanya yang sepertiga itu
telah saya kembalikan kepada anaknya" Kemudian Nabi berlalu clan
menyembahyangkannya, seraya katanya : "Ya Allah, ampunilah dia,
kasihanilah dia dan masukanlah dia kedalam sorgaMu, dan memang telah Engkau
lakukan." Berkata Hakim "Mengenai soal menghadapkannya ke arah kiblat
ini, setahu saya tak ada keterangan lain."
Dan Ahmad
meriwayatkan bahwa sewaktu hendak me‑
ninggal, Fatimah puteri Nabi saw. Menghadap ke arah
kiblat, kemudian memiringkan dirinya ke sebelah kanan.
ninggal, Fatimah puteri Nabi saw. Menghadap ke arah
kiblat, kemudian memiringkan dirinya ke sebelah kanan.
Menghadap kiblat ini ialah menuruti
cara seperti yang kubur. Menurut satu
keterangan; Syafi'i berpendapat hendaklah orang sakit yang hendak meninggal itu
menelentang dengan pundak dan kedua tumitnya kearah kiblat, sedang kepadanya
ditinggikan sedikit agar mukanya juga tertuju kepadanya. Tetapi pendapat
pertama, yakni yang dianut oleh jumhur ulama adalah lebih utama
7.
Membacakan
Surat Yasin
Berdasarkan
hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud, Nasal juga oleh Hakim dan Ibnu Hibban yang menyatakannya
sah dari-Ma'gli bin yasarm Artinya :
“Yasin adalah jantung Al-Qur'an, dan tidak
seorangpun yang membacanya den gan men gharapkan keridhaan Allah dari pahala akhi rat, kecuali ia akan
diampuniNya. Dan bacakanlah ia kepada
maut, yakni orang yang hendak
meninggal di antaramu.
Berkata
Ibnu Hibban : "Mauta maksudnya ialah orang yang telah
dekat ajalnya, jadi maksudnya bukan dibacakan
kepada mayat. Makna ini dikuatkan oleh keterangan yang diriwayatkan dari Shafwan oleh Ahmad pada musnadnya, katanya : "Para orang tua terkemuka
men gatakan : jika dibacakan Yasin di kala seseorang hendak meninggal, maka ia akan beroleh keridhaan karenanya."
Sedang pengarang Musnad Al-Firdaus meneruskan sumbernya pada Abud Darda dan Abu Dzar, bahwa
menurut mereka Rasulaullah saw. bersabda "Setiap orang
yang hendak men inggal dengan dibacakan yasin di
sisinya, ia akan diberi keringanan oleh Allah." dititihkan Nabi waktu tidur, begitupun
letak mayat dalam
C.
Asuhan
Keperawatan Menjelang Kematian
1. Faktor-Faktor yang perlu dikaji
a.
Faktor Fisik
Pada
kondisi terminal atau menjelang ajal klien dihadapkan pada berbagai masalah
pada fisik. Gejala fisik yang ditunjukan antara lain perubahan pada
penglihatan, pendengaran, nutrisi, cairan, eliminasi, kulit, tanda-tanda vital,
mobilisasi, nyeri.
Perawat harus mampu mengenali perubahan fisik yang terjadi pada klien, klien mungkin mengalami berbagai gejala selama berbulan-bulansebelum terjadi kematian. Perawat harus respek terhadap perubahan fisik yang terjadi pada klien terminal karena hal tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan penurunan kemampuan klien dalam pemeliharaan diri.
b.
Faktor Psikologis
Perubahan
Psikologis juga menyertai pasien dalam kondisi terminal. Perawat harus peka dan
mengenali kecemasan yang terjadi pada pasien terminal, harus bisa mengenali
ekspresi wajah yang ditunjukan apakah sedih, depresi, atau marah. Problem psikologis
lain yang muncul pada pasien terminal antara lain ketergantungan, kehilangan
harga diri dan harapan. Perawat harus mengenali tahap-tahap menjelang ajal yang
terjadi pada klien terminal.
c.
Faktor Sosial
Perawat harus mengkaji bagaimana interaksi pasien selama kondisi terminal,
karena pada kondisi ini pasien cenderung menarik diri, mudah tersinggung, tidak
ingin berkomunikasi, dan sering bertanya tentang kondisi penyakitnya.
Ketidakyakinan dan keputusasaan sering membawa pada perilaku isolasi. Perawat harus
bisa mengenali tanda klien mengisolasi diri, sehingga klien dapat memberikan
dukungan social bisa dari teman dekat, kerabat/keluarga terdekat untuk selalu
menemani klien.
d.
Faktor Spiritual
Perawat harus mengkaji bagaimana keyakinan klien akan proses kematian,
bagaimana sikap pasien menghadapi saat-saat terakhirnya. Apakah semakin
mendekatkan diri pada Tuhan ataukah semakin berontak akan keadaannya. Perawat
juga harus mengetahui disaat- saat seperti ini apakah pasien mengharapkan
kehadiran tokoh agama untuk menemani disaat-saat terakhirnya.
Konsep dan Prinsip Etika, Norma, Budaya dalam Pengkajian Pasien Terminal Nilai,
sikap, keyakinan, dan kebiasaan adalah aspek cultural/budaya yang mempengaruhi
reaksi klien menjelang ajal.
Latar belakang budaya mempengaruhi individu dan keluarga mengekspresikan
berduka dan menghadapi kematian/menjelang ajal. Perawat tidak boleh
menyamaratakan setiap kondisi pasien terminal berdasarkan etika, norma, dan
budaya, sehingga reaksi menghakimi harus dihindari.
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi
Keyakinan spiritual mencakup praktek ibadah, ritual harus diberi dukungan. Perawat harus mampu memberikan ketenangan melalui keyakinan-keyakinan spiritual. Perawat harus sensitive terhadap kebutuhan ritual pasien yang akan menghadapi kematian, sehingga kebutuhan spiritual klien menjelang kematian dapat terpenuhi
2.
Diagnosa Keperawatan
a.
Ansietas/ ketakutan individu , keluarga ) yang
berhubungan diperkirakan dengan situasi yang tidak dikenal, sifat dan kondisi
yang tidak dapat diperkirakan takut akan kematian dan efek negatif pada pada
gaya hidup.
b.
Berduka yang behubungan dengan penyakit terminal dan
kematian yang dihadapi, penurunan fungsi perubahan konsep diri dan menarik diri
dari orang lain.
c.
Perubahan proses keluarga yang berhubungan dengan
gangguan kehidupan keluarga,takut akan hasil ( kematian ) dengan lingkungnnya
penuh dengan stres ( tempat perawatan )
d.
Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan
perpisahan dari system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan
diri dalam menghadapi ancaman kematian.
3. Intervensi
Diagnosa 1
Diagnosa 1
a.
Bantu klien untuk mengurangi ansietasnya :
·
Berikan kepastian dan kenyamanan.
·
Tunjukkan perasaan tentang pemahman dan empti, jangan
menghindari pertanyaan.
·
Dorong klien untuk mengungkapkan setiap ketakutan
permasalahan yang berhubungan dengan pengobtannya.
·
Identifikasi dan dukung mekaniosme koping efektif Klien
yang cemas mempunbyai penyempitan lapang persepsi denagn penurunan kemampuan
untuk belajar. Ansietas cendrung untuk memperburuk masalah. Menjebak klien pada
lingkaran peningkatan ansietas tegang, emosional dan nyeri fisik.
b.
Kaji tingkat ansietas klien : rencanakan pernyuluhan bila
tingkatnya rendah atau sedang Beberapa rasa takut didasari oleh informasi yang
tidak akurat dan dapat dihilangkan denga memberikan informasi akurat. Klien dengan ansietas berat
atauparah tidak menyerap pelajaran.
c.
Dorong keluarga dan teman untuk mengungkapkan
ketakutan-ketakutan mereka Pengungkapan memungkinkan untuk saling berbagi dan
memberiakn kesempatan untuk memperbaiki konsep yang tidak benar.
d.
Berika klien dan keluarga kesempatan dan penguatan koping
positif Menghargai klien untuk koping efektif dapat menguatkan renson koping
positif yang akan datang.
Diagnosa II
a.
Berikan kesempatan pada klien da keluarga untuk
mengungkapkan perasaan, didiskusikan kehilangan secara terbuka, dan gali makna
pribadi dari kehilangan.jelaskan bahwa berduka adalah reaksi yang umum dan
sehat Pengetahuan bahwa tidak ada lagi pengobatan yang dibutuhkan dan bahwa
kematian sedang menanti dapat menyebabkan menimbulkan perasaan ketidak
berdayaan, marah dan kesedihan yang dalam dan respon berduka yang lainnya.
Diskusi terbuka dan jujur dapat membantu klien dan anggota keluarga menerima
dan mengatasi situasi dan respon mereka terhdap situasi tersebut.
b.
Berikan dorongan penggunaan strategi koping positif yang
terbukti yang memberikan keberhasilan pada masa lalu Stategi koping fositif
membantu penerimaan dan pemecahan masalah.
c.
Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikan atribut
diri yang positif Memfokuskan pada atribut yang positif meningkatkan penerimaan
diri dan penerimaan kematian yang terjadi.
d.
Bantu klien mengatakan dan menerima kematian yang akan
terjadi, jawab semua pertanyaan dengan jujur Proses berduka, proses berkabung
adaptif tidak dapat dimulai sampai kematian yang akan terjadi di terima.
e.
Tingkatkan harapan dengan perawatan penuh perhatian,
menghilangkan ketidak nyamanan dan dukungan Penelitian menunjukkan bahwa klien
sakit terminal paling menghargai tindakan keperawatan berikut :
·
Membantu berdandan
·
Mendukung fungsi kemandirian
·
Memberikan obat nyeri saat diperlukandan
·
meningkatkan kenyamanan fisik ( skoruka dan bonet 1982 )
Diagnosa III
a.
Luangkan waktu bersama keluarga atau orang terdekat klien
dan tunjukkan pengertian yang empati Kontak yang sering dan me ngkmuikasikan
sikap perhatian dan peduli dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan
pembelajaran.
b.
Izinkan keluarga klien atau orang terdekat untuk
mengekspresikan perasaan, ketakutan dan kekawatiran. Saling berbagi
memungkinkan perawat untuk mengintifikasi ketakutan dan kekhawatiran kemudian
merencanakan intervensi untuk mengatasinya.
c.
Jelaskan lingkungan dan peralatan ICU
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
Informasi ini dapat membantu mengurangi ansietas yang berkaitan dengan ketidak takutan.
d.
Jelaskan tindakan keperawatan dan kemajuan postoperasi
yang dipikirkan dan berikan informasi spesifik tentang kemajuan klien
e.
Anjurkan untuk sering berkunjung dan berpartisipasi dalam
tindakan perawan Kunjungan dan partisipasi yang sering dapat meningakatkan
interaksi keluarga berkelanjutan.
f.
Konsul dengan atau berikan rujukan kesumber komunitas dan
sumber lainnya Keluarga denagan masalah-masalh seperti kebutuhan financial ,
koping yang tidak berhasil atau konflik yang tidak selesai memerlukan
sumber-sumber tambahan untuk membantu mempertahankankan fungsi keluarga
Diagnosa IV
a. Gali apakah
klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual keagamaan atau
spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesemptan pada klien untuk
melakukannya Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada do,a atau praktek
spiritual lainnya , praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan.
b. Ekspesikan
pengertrian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan dan praktik
religius atau spiritual klien Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu
mengurangi kesulitan klien dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
c. Berikan prifasi
dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien dapat dilaksanakan
Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi dan
perenungan.
d. Bila anda
menginginkan tawarkan untuk berdo,a bersama klien lainnya atau membaca buku ke
agamaan Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama
dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
e. Tawarkan untuk
menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah sakit untuk mengatur
kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel dan injil RS ) Tindakan
ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan mempraktikkan
ritual yang penting ( Carson 1989 )
4.
Evaluasi
a. Klien merasa
nyaman dan mengekpresikan perasaannya pada perawat.
b. Klien tidak
merasa sedih dan siap menerima kenyataan.
c. Klien selalu ingat kepada Allah dan
selalu bertawakkal.
d. Klien sadar
bahwa setiap apa yang diciptakan Allah SWT akan kembali kepadanya
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Keperawatan
transkultural dibutuhkan dalam mengembangkan sains dan pohon keilmuan yang
humanis agar tercipta praktik keperawatan pada kultur yang spesifik dan
universal. Sangatlah penting memperhatikan keanekaragaman budaya dan
nilai-nilai dalam penerapan asuhan keperawatan kepada klien. Bila hal ini
diabaikan oleh perawat, akan mengakibatkan terjadinya cultural shock.
Dengan adanya zaman globalisasi ini, banyak orang yang melakukan perpindahan
penduduk antar negara yang memungkinkan pergeseran tuntutan asuhan keperawatan.
Konsep keperawatan didasari oleh pemahaman tentang adanya perbedaan nilai-nilai
kultural yang melekat dalam masyarakat.
Ada dua belas
konsep transkultural teori Leininger (1985), yaitu (1) budaya, (2) nilai
budaya, (3) culture care diversity, (4) cultural care universality,
(5) etnosentris, (6) etnis, (7) ras, (8) etnografi, (9) care, (10) caring,
(11) cultural care, dan (12) cultural imposition. Tiga instrumen
pengkajian budaya (mempertahankan budaya, negosiasi budaya, dan restrukturisasi
budaya) pun berperan penting dalam asuhan keperawatan transkultural. Tujuan
pengkajian budaya adalah untuk mendapatkan informasi yang signifikan dari klien
sehingga perawat dapat menetapkan kesamaan pelayanan budaya. Perawat juga harus
memiliki kemampuan untuk memahami klien lebih dalam sehingga kesimpulan
interpretasi selama penilaian tepat.
Menurut Kubler–Ross (1969) dalam
buku “On Death and Dying” ada lima tahapan respon klien terhadap proses
kematian, yaitu (1) penolakan, (2) marah, (3) tawar – menawar, (4) kesedihan
mendalam, dan akhirnya (5) menerima. Klien dalam kondisi terminal tersebut
membutuhkan motivasi atau dukungan mental dan spiritual dari keluarga, peran
perawat dalam hal ini tidak terlalu banyak. Selain asuhan secara psikologis,
perawat dapat memberikan asuhan keperawatan secara medis kepada klien dengan
cara (1) mengontrol nyeri dan gejala lain, (2) memelihara nutrisi klien, (3)
mengatur dosis regular, (4) membebaskan jalan nafas, dan (5) menyediakan
obat-obatan esensial. Proses proses perawatan nantinya akan menjadi fleksibel
dan lebih menurut kepada aturan adat dan kebudayaan yang dipercaya oleh pihak
keluarga klien. Inilah yang disebut transkultural pada proses keperawatan.
B.
Saran
Kelompok berharap
dengan adanya makalah ini dapat bermanafaat bagi pembaca khususnya bagi
mahasiswa, perawat rumah sakit, yaitu:
1. Perawat
Perawat sebagai
pemberian asuhan keperawatan diharapkan untuk dapat memberikan asuhan
keperawatan secara komperhensif kepada klien khususnya dalam spiritual
support system yang akan memperlancar dan mempersiapkan proses sakaratul
maut klien dan dapat mensupport keluarga dalam mengatasi berduka.
2. Untuk
keluarga
Kepada keluarga diharapkan Memberikan
dukungan kepada keluarga
sebagai spiritual support system yang
utama dalam menegemen.
3. Untuk
mahasiswa
Penting sekali mempelajari transkultural nursing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar