BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Proses menua adalah keadaan yang
tidak dapat dihindarkan. Manusia seperti halnya semua makhluk hidup didunia ini
mempunyai batas keberadaannya dan akan berakhir dengan kematian.
Perubahan-perubahan pada usia lanjut dan kemunduran kesehatannya kadang-kadang
sukar dibedakan dari kelainan patologi yang terjadi akibat penyakit. Dalam
bidang endokrinologi hampir semua produksi dan pengeluaran hormon dipengaruhi
oleh enzim-enzim yang sangat dipengaruhi oleh proses menjadi tua.
Pola hidup masyarakat saat ini harus diakui sangat praktis,
terlebih untuk pola makan. Masyarakat dimanjakan dengan berbagai jenis makanan
yang sangat cepat untuk disajikan dan bahkan instan. Ditambah dengan jenis
makanan dari mancanegara yang menurut generasi sekarang disebut dengan modern.
Fakta bahkan menunjukkan sebagian besar masyarakat begitu bangga akan fast
food atau junk food. Tanpa mereka
ketahui, dari perilaku tersebut, penyakit degeneratif mengintai setiap saat.
Penyakit yang masuk dalam kelompok penyakit degeneratif antara lain diabetes
mellitus atau kencing manis, stroke, jantung koroner, kardiovaskular, obesitas,
penyakit lever, penyakit ginjal dan
lainnya (Triawati, 2011).
Diabetes mellitus yang terdapat
pada usia lanjut gambaran klinisnya bervariasi luas dari tanpa gejala sampai
dengan komplikasi nyata yang kadang-kadang menyerupai penyakit atau perubahan
yang biasa ditemui pada usia lanjut.
Penyakit kencing manis atau
diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan kadar gula
(glukosa) dalam darah tinggi, diabetes melitus merupakan sekelompok penyakit
metabolik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah (hiperglikemia) akibat jumlah dan atau
fungsi insulin terganggu (Iskandar, 2009).
Dalam makalah ini dibahas masalah
penyakit diabetes pada usia lanjut beserta asuhan keperawatannya.
B.
Tujuan
1.
Tujuan
umum
Dapat melakukan simulasi asuhan keperawatan, penkes,
pengelolaan asuhan keperawatan, nursing advokasi, mengidentifikasi masalah
penelitian dengan kasus gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek
legal dan etis.
2.
Tujuan
khusus
a.
Mahasiswa mampu
melakukan simulasi asuhan keperawatan dengan kasus gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek
legal dan etis.
b.
Mahasiswa mampu
melakukan simulasi pendidikan kesehatan dengan kasus gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek
legal dan etis.
c.
Mahasiswa mampu mengidentifikasi
masalah-masalah penelitian yang berhubungan dengan system endokrin dan menggunakan hasil-hasil penelitian dalam mengatasi
masalah gangguan system endokrin.
d.
Mahasiswa mampu
melakukan simulasi pengelolaan asuhan keperawatan pada sekelompok klien dengan
gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek
legal dan etis.
e.
Mahasiswa mampu
melaksanakan fungsi advokasi pada kasus dengan
gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia.
f.
Mahasiswa mampu
mendemonstrasikan intervensi keperawatan pada kasus dengan gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia sesuai dengan standar yang
berlaku dengan berfikir kreatif dan inovatif sehingga menghasilkan pelayanan
yang efisien dan efektif.
C.
Rumusan
masalah
Dilihat dari latar
belakang diatas didapatkan rumusan masalahnya yaitu:
“Bagaimanamelakukan
simulasi asuhan keperawatan, penkes, pengelolaan asuhan keperawatan, nursing
advokasi, mengidentifikasi masalah penelitian dengan kasus gangguan system endokrin pada berbagai tingkat usia dengan memperhatikan aspek
legal dan etis?”
D.
Metode
penulisan
Metode
penulisan dalam makalah ini adalah:
BAB 1 Pendahuluan didalamnya mengenai latar
belakang, tujuan, rumusan masalah, dan metode penulisan makalah.
BAB 2 Landasan Teori didalamnya mengenai
teori tentang anatomi fisiologi system endokrin, konsep penyakit tentang diabetes
mellitus, asuhan keperawatan tentang penyakit diabetes
mellitus, simulasi pendidikan kesehatan tentang penyakit diabetes
mellitus, hasil penelitian tentang penyakit diabetes
mellitus, serta prinsip legal dan etis dengan ganggguan penyakit diabetes
mellitus.
BAB 3 Pembahasan Kasus didalamnya mengenai
kasus yang dibahas serta jawaban kasus.
BAB 4 Penutup yang didalamnya terdapat
kesimpulan dan saran mengenai masalah gangguan pada system endokrin.
Dan
juga terdapat daftar pustaka yang isinya adalah refensi yang diambil dari buku
– buku dan dari teknologi komputer seperti internet membantu untuk melengkapi isi
makalah.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
A.
Anatomi
Fisiologi System Endokrin
1.
Definisi
Sistem endokrin adalah sistem
kontrol kelenjar tanpa saluran (ductless) yang menghasilkan hormon yang
tersirkulasi di tubuh melalui aliran darah untuk memengaruhi organ-organ lain.
Hormon bertindak sebagai "pembawa pesan" dan dibawa oleh aliran darah
ke berbagai sel dalam tubuh, yang selanjutnya akan menerjemahkan
"pesan" tersebut menjadi suatu tindakan. Sistem endokrin tidak
memasukkan kelenjar eksokrin seperti kelenjar ludah, kelenjar keringat, dan
kelenjar-kelenjar lain dalam saluran gastroinstestin.
Sistem endokrin terdiri dari
kelenjar-kelenjar endokrin. Kelenjar endokrin merupakan sekelompok susunan sel
yang mempunyai susunan mikroskopis sangat sederhana. Kelompok ini terdiri dari
deretan sel-sel ,lempengan atau gumpalan sel disokong oleh jaringan ikat halus
yang banyak mengandung pembuluh kapiler. Kelenjar endokrin mensekresi substansi
kimia yang langsung dikeluarkan ke dalam pembuluh darah, Sekresinya disebut
hormon. Hormon yaitu penghantar (transmitter) kimiawi yang dilepas dari sel-sel
khusus ke dalam aliran darah. Selanjutnya hormon tersebut dibawa ke sel-sel
target (responsive cells) tempat terjadinya efek hormon.
Sistem endokrin, dalam kaitannya
dengan sistem saraf, mengontrol dan memadukan fungsi tubuh. Kedua sistem ini
bersama-sama bekerja untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Kelenjar eksokrin
melepaskan sekresinya ke dalam duktus pada permukaan tubuh, seperti kulit, atau
organ internal, seperti lapisan traktus intestinal.
Fungsi endokrin diantaranya adalah :
a. fungsi metabolisme tubuh
b. fungsi pertumbuhan
c. fungsi sex
d. fungsi pencernaan
e. fungsi kardiovaskuler
2.
Kelenjar Endokrin
a. Adrenal
Kelenjar adrenal atau suprarenal menempel pada kutub
superior ginjal. kelenjar adrenal kiri dan kanan tidak simetris pada sumbu
tubuh, kelenjar adrenal sebelah kanan lebih inferior, terletak tepat diatas
ginjal, dan bentuknya lebih piramid shape. Sementara kelenjar suprarenal kiri
lebih inferior, lebih kearah batas medial ginjal kiri, dan bentuknya lebih
cressent shape. Masing-masing berukuran tebal sekitar 1 cm, lebar apex sekitar
2 cm, lebar basal sekitar 5 cm. beratnya antara 7-10 gr.
Kelenjar ini dibagi menjadi:
-
Bagian korteks yang mencakup 80-90% organ, terletak bagian
luar, dan berwarna kekuningan
-
Bagian medula yang terletak pada bagian dalam, berwarna
gelap. Keduanya memiliki fungsi endokrin, bagian korteks memproduksi
kortikosteroid (kortisol, kortikosteron) dari kolesterol, diregulasi ACTH.
Bagian medulla memproduksi epineprin dan norepineprin, diregulasi saraf
simpatis
Kelenjar adrenal terletak
retroperitoneal, dibungkus kapsul jaringan ikat dengan banyak jaringan adiposa.
Kapsul jaringan ikat tersebut membentuk septa ke arah parenkim yang masuk
bersama pembuluh darah dan saraf.
Kelenjar suprarenal merupakan salah
satu organ yang paling kaya vaskularisasi. tiap kelenjar mendapat perdarahan
dari tiga arteri yang berbeda:
-
Arteri Phrenic inferior yang akan membentuk arteri
suprarenal superior
-
Aorta yang akan membentuk arteri suprarenal medial
-
Arteri renalis yang akan membentuk arteri suprarenal
inferior.
-
Korteks adrenal :
a) berasal dari mesoderm à hormon
kortikostreoid dibagi 3:
ü Luar (zona glomerulosa)à sekresi
mineralokortikoid
ü Tengah (zona fasikulata)àglukosa
ü Dalam (zona retikularis)à gonado
kortikoid
b) Medulla
Berasal dari ektodermà menghasilkan hormon adrenalin dan
noradrenalin:Disintesis oleh medula adrenal. Disebut juga adrenalin &
noradrenalin. Simpatomimetik à pengaruh menirukan yang dihasilkan oleh bgn
simpatetik ANS. Sprti : glukortikoid dari adrenal = membantu tubuh melawan
stress.
Cabang-cabang ketiga arteri tersebut
membentuk pleksus subcapsular. Dari pleksus tersebut muncul arteri kortikal
pendek, selanjutnya membentuk sinusoid berpori, dan bermuara ke pleksus vena suprarenal
di medula. selanjutnya vena suprarenal kiri bermuara ke vena renal kiri dan
vena suprarenal kanan bermuara ke vena cava inferior. selain arteri kortikal
pendek, dari pleksus subcapsular, juga muncul arteri kortikal panjang yang
tidak bercabang. menembus korteks sampai medulla.
Fungsi kelenjar adrenal diantaranya:
-
Mengatur keseimbangan air, elektrolit, dan geram-garam
-
Mengatur/ memengaruhi metabolisme lemak karbohidrat dan
protein
-
Memengaruhi aktifitas jaringan limfoid
b. Hipotalamus
Hipotalamus
merupakan struktur yang menjadi dasar ventrikel ketiga otak. Struktur ini
tampak pada pembelahan sagital otak, terdiri dari badan mamillari, kiasma
opticum, dan tuber cinereum yang bergabung dengan infundibulum dari hipofisis.
Pada bagian posterior, hipotalamus berbatasan dengan tegmentum mesensefalon.
Pada bagian anterior berbatasan dengan kiasma opticum dan bersatu dengan
membran basal area olfaktori. Dan pada bagian lateral, hipotalamus , berbatasan
dengan jaras optic dan crura cerebri serta bergabung dengan daerah subtalamus
tanpa garis batas yang jelas.
Hipotalamus
mendapat perdarahan dalam jumlah besar dari arteri-arteri kecil percabangan
dari Sirkulus Willis. Susunan arteri hipotalamus antar individu bervariasi
namun membentuk pola umum yang sama, yaitu membentuk:
-
Grup anterior, berasal dari arteri karotis interna, cerebral
anterior, dan bagian posterior arteri comunicans
-
Grup intermedia, berasal dari bagian posterior arteri
comunicans
-
Grup posterior, berasal dari arteri serebral posterior,
bagian posterior arteri comunicans, dan arteri basilaris
Bagian infundibulum, eminensia
media, dan terusan hipotalamus diperdarahi oleh arteri hipofisial superior,
cabang dari arteri carotis interna. Aliran darah ini selanjutnya akan memasuki
sistem portal hipotalamus-hipofisis yang memperdarahi hipofisis bagian
anterior. Aliran darah arteri ke hipotalamus selanjutnya dialirkann ke
vena-vena kecil yang bermuara ke vena cerebral anterior, vena basalis, atau
vena cerebral basalis.
Hipotalamus dan hipofsis merupakan
satu axis yang berfungsi mengendalikan fungsi banyak kelenjar endokrin (tiroid,
adrenal, gonad) dan berbagai aktivitas fisiologi.
Hipotalamus berfungsi mengatur
pelepasan hormon-hormon hipofisis.
Hormon hipotalamus dapat dibagi
menjadi:
-
Disekresi ke hypophysial portal blood vessels
-
Disekresi oleh neurohipofisis langsung ke sirkulasi sistemik
c. Hipofisis
Hipofisis
atau kelenjar pituitari berukuran kira kira 1×1 cm, tebalnya sekitar 1/2 cm,
dan beratnya sekitar 1/2 gr pada pria, dan sedikit lebih besar pada wanita.
Kelenjar ini terletak di dalam lekukan tulang sphenoid yang disebut sella
tursika, dibelakang kiasma optikum. Hipofisis memiliki dua subdivisi, yaitu:
-
Adenohipofisis, pada bagian anterior, hasil perkembangan
dari evaginasi ektoderm dorsal atap faring embrionik (stomodeum)
-
Neurohipofisis, hasil perluasan diensefalon.
Selanjutnya adenohipofisis dan
neurohipofisis menempel membentuk kelenjar tunggal. Secara topografis, kelenjar
ini merupakan salah satu yang paling dilindungi dan tidak terjangkau dalam
tubuh. Hipofisis dilapisi duramater dan dikelilingi oleh tulang kecuali pada
bagian infundibulum berhubungan dengan hipotalamus.
Hipofisis mendapat perdarahan dari
arteri karotis interna. Arteri hipofisial superior memperdarahi pars tuberalis,
infundibulum, dan membentuk sistem pleksus kapiler primer pada bagian eminensia
media. Arteri hipofisial inferior terutama memperdarahi lobus posterior walau
memberi sedikit cabang ke lobus anterior. Aliran darah dari arteri hipofisial
lalu akan membentuk pleksus kapiler sekunder pada pars distalis dan berlanjut
ke vena portal hipofisial.
Sekressi hormon hipofisis diregulasi
oleh hipotalamus. Hipotalamus sendiri mendapat input dari berbagai area otak
dan feedback dari kelenjar lain. Untuk mengatur kerja hipofisis, hipotalamus
akan melepaskan messenger ke pleksus kapiler primer eminensia media, kemudian
dialirkan ke pleksus kapiler sekunder pars distalis, disini hormon meninggalkan
kapiler, menyampaikan rangsang pada sel parenkim.
Bagian kelenjar hipofisis ini
berasal dari lanjutan jaringan otak . Hormon yang dihasilkan :
-
Oksitosin à mengatur kontraksi otot2 dinding uterus
-
Vasopressin (ADH) à mengatur kontraksi otot2 arteri kecil
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah (pituirin) à merangsang pipa2 nefron
dlm ginjal utk menyerap kembali air yang disaring, shg urine menjadi pekat.
Keduanya dikendalikan oleh nuclei di hipotalamus ® Neuroendocrine reflexes
d. Adeno
Hipopisis
Berasal
dari atap rongga mulut dalam perkembangannya/tidak langsung berhubungan dengan
otak karena berasal dari stomadeum .Hormon yang dilepaskan:
-
Hormon Tirotrofik à kelenjar tiroid
-
Hormon ACTH à korteks adrenal (kortisol)
-
Hormon Gonadotrofik àgonade; FSH&LH : esterogen &
progesteron
-
Somatotrofin (hormon prtumbuhan) à melalui kartilago
epifisealis pada tulang panjang
-
Prolaktin à kelenjar susu Intertitial Cell Stimulating
Hormone(ICSH)
e. Kelenjar
Tiroid
Terdapat
Di leher, di bawah laring, bentuk seperti perisai .Pelepasan hormon tiroid
dirangsang oleh kelenjar adenohipofisis (ACTH). Rx yang diperlukan unt sintesis
dan sekresi hormon, tranpor aktif ionida (senyawa yodium). Bila kekurangan
yodium menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid (gondok’en)
Fungsi
Kelenjar Tiroid Diantaranya:
-
Bekerja sebagai perangsang proses oksidasi
-
Mengatur penggunaan oksidasi
-
Mengatur pengeluaran CO2
-
Metabolik dlm hati mengatur susunan kimia dalam jaringan
-
pada anak mempengaruhi pekembangan fisik dan mental
f. Kelenjar
Paratiroid
Terdapat
2 pasang melekat pada begian belakang kelenjar tiroid .Jumlah 4 buah berpasangan
à hormon paratiroksin .Diperlukan untuk pemanfaatan kalsium & fosfat
.Pelepasan hormon ini dirangsang oleh hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
adenohipofisis.
Fungsi
Dari Kelenjar Paratiroid Adalah :
-
Memelihara konsentrasi ion kalsium yang tetap dalam plasma
-
Mengontrol ekskresi kalsium dan fosfat melalui ginjal
-
Menstimulasi resorpsi tulang sehingga menambah kalsium dalam
darah, jika kalsium berkurang
-
Menstimulasi dan mentranspor kalsium & fosfat melalui
membran sel
g. Pankreas
Pankreas
terletak pada bagian dalam peritoneum, strukturnya dibagi menjadi 4 bagian
kaput, kolum, korpus, dan kauda.Ukurannya kurang lebih lebar 5 cm, tebal 1-2
cm, panjang sekitar 25 cm, dan beratnya sekitar 150 gr.
Pankreas
memiliki kapsul jaringan ikat tipis yang membentuk septa, membagi pankreas
menjadi lobus. Pembuluh darah dan persarafan pankreas masuk melalui septa ini.
Pankreas
merupakan kelenjar yang memiliki fungsi eksokrin, yaitu menghasilkan empedu dan
fungsi endokrin, yaitu menghasilkan hormon. Bagian endokrin pankreas tersusun
atas aggregasi sel, disebut Pulau Langerhans, jumlahnya sekitar satu juta,
tersebar diantara asinus, dengan kecenderungan lebih banyak pada bagian kauda.
Pulau langerhans tersusun atas sekitar 3000 sel yang terdiri dari:
-
sel alfa (70%) → menghasilkan glucagon
-
sel beta (20%) → menghasilkan insulin
-
sel delta (5%) → menghasilkan somatostatin
-
sel G (1%) → menghasilkan gastrin
-
sel F atau sel PP (1%)→ menghasilkan polipeptida pancreas
B.
Konsep Penyakit Diabetes Mellitus
1.
Definisi
Diabetes
Melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dan bersifat degeneratif
yang dimanifestasikan oleh kehilangan toleransi karbohidrat dengan karateristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau
kedua – duanya dan merupakan salah satu penyakit tidak menular yang sangat
cepat peningkatannya (American Diabetes
Association, 1998 dalam Soegondo, 2007).
Diabetes
melitus merupakan keadaan ketika kadar gula dalam darah tingi melebihi kadar
gula darah normal. Penyakit ini biasanya disertai berbagai kelainan metabolisme
akibat gangguan hormonal dalam tubuh (Widjadja, 2009).
Diabetes
Melitus mempunyai dua tipe utama, yaitu Diabetes tipe 1 dan Diabetes tipe 2.
Sebagian besar diabetes tipe 1 banyak terjadi pada orang muda dibawah usia 35
tahun. Diabetes tipe 2 merupakan tipe diabetes yang paling banyak ditemukan,
yaitu 90 – 95% dari seluruh pengidap diabetes dan sering terjadi pada usia
diatas 45 tahun (Smeltzer & Bare, 2002).
2.
Klasifikasi
Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association 2005 (ADA
2005) mengklasifikasi klasifikasi diabetes melitus, yaitu :
a.
Diabetes tipe I : Disebut juga IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau Juvenil Diabetes Melitus.
Diabetes melitus jenis ini disebabkan oleh kurangnya atau tidak
adanya produksi insulin kaena reaksi auto imun akibat adanya peradangan pad sel
beta (insulitis) yang ahirnya
menyebabkan produksi insulin terganggu.
b. Diabetes
Melitus tipe II : Disebut juga NIDDM (Non
Insulin Dependent Diabetes melitus) kadar insulin normal bahkan mengalami
peningkatan, tetapi jumlah reseptor insulin
pada permukaan sel kurang, sehingga tetap saja gula dalam darah tidak
bisa sampai ke dalam sel.
c. Diabetes
melitus tipe spesifik lain, akibat dari : Diabetes tipe ini diakibatkan oleh
infeksi, penyakit endokrin pankreas, endokrinopati, obat-obatan, malnutrisi dan
sindroma genetik.
d. Diabetes
Melitus Gestasional GDM (Gestasional Diabetes Melitus).
Diabetes melitus pada kehamilan
dapat dibagi menjadi dua macam yaitu diabetes melitus yang memang sudah
diketahui sebelumnya pada penderita yang sedang hamil DMH (Diabetes Melitus Pragestasional) diabetes ini termasuk tipe I
(IDDM) dan sebelumnya tidak mengidap diabetes melitus atau baru mengidap
diabetes melitus dalam masa kehamilan (Pregnacy
Induced Diabetes Melitus).
3.
Tanda
dan Gejala
a. Gejala
diabetes tipe I muncul secara tiba-tiba pada saat usia anak-anak sebagai akibat
dari kelainan genetika, sehingga tubuh tidak memproduksi insulin dengan baik.
Gejala-gejalanya antara lain adalah:
-
Sering buang air kecil
-
terus menerus merasa
lapar dan haus
-
berat badan menurun
-
merasa kelelahan
penglihatan kabur
-
infeksi pada kulit yang
berulang, menigkatnya kadar gula dalam urin dan cenderung terjadi pada mereka
yang berusia di bawah 20 tahun.
b. Gejala
diabetes tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang
jelas, dan pada tahap permulaan seperti pada gejala diabetes tipe I, yaitu :
-
Cepat lelah dan merasa
tidak fit
-
merasa lapar dan haus
-
kelelahan berkepanjangan
dan tidak ada penyebabnya
-
mudah sakit yang
berkepanjangan dan biasanya terjadi pada usia di atas 40 tahun tapi
prevalensianya kini semakin tinggi pada golongan anak-anak dan remaja (Lanny,
2006).
Menurut
Hasan Badawi (2009) gejala awal diabetes melitus biasanya diasebut dengan 3 P,
yaitu :
a. Poliuria
(banyak kencing)
Hal ini terjadi ketika kadar gula
darah melebihi ambang ginjal yang mengakibatkan glukosa dalam urin menarik air
sehingga urin menjadi banyak. Maka setiap kali para penderita diabetes melitus
mengalami buang air kecil dengan intensitas durasi melebihi volume normal
(poliuria).
b. Polidipsi
(banyak minum)
Karena sering buang air
kecil, setiap kali para pasien diabetes melitus akan banyak minum (polidipsi).
Karena demikianlah kita sering mendapati para pasien mengalami keluhan lemas,
banyak makan (polifagi).
c. Polifagi
(banyak makan)
Seorang pasien diabetes
yang baru makan akan mengalami ketidakcukupan hormon insulin untuk memasukan
gukosa ke dalam sel, hal ini menyebabkan tubuh akan selalu merasa kelaparan,
sehingga tubuh sering terasa lemah. Kompensasinya seorang pasien diabetes akan
makan lebih banyak lagi.
Gejala
Lanjutan :
a. Berat
badan berkurang
Ketika proses sekresi
pankreas kurang mencukupi jumlah hormon insulin untuk mengubah gula menjadi
tenaga, tubuh akan menggunakan simpanan lemak dan protein di tubuh ini
menyebabkan berkurangnya berat badan.
b. Penglihatan
kabur
Kadar gula darah yang
tinggi dapat menyebabkan perubahan pada lensa mata sehingga penglihatan kabur
walaupun baru mengganti kaca mata.
c. Cepat
lelah
Karena gula di dalam darah
tidak dapat di ubah menjadi tenaga sel-sel tubuh maka cepat merasa lelah,
kurang tenaga dan sering mengantuk.
d. Luka
yang sulit disembuhkan
Pada diabetes, terjadi
penurunan daya tubuh terhadap infeksi sehingga bila timbul luka akan sulit
sembuh. Tidak menutup kemugkinan, jika terjadi infeksi berat di daerah kaki,
akan berpotensi di amputasi sehingga akan mengalami cacat permanen.
Gejala
kronis :
a. Impoten
b. kerusakan
ginjal
c. Gangren
(infeksi pada kaki hingga membusuk)
d. Kebutaan
e. Stroke
f. serangan
jantung hingga kematian mendadak.
4.
Etiologi
dan Patofisiologi
a. Diabetes
Tipe I
Diabetes tipe I ini biasanya
menyerang anak-anak dan orang muda. Pada diabetea tipe I terdapat ketidak
mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan
oleh proses autoimun. Kombinasi faktor genetik, imunitas dan lingkungan (virus)
turut menimbulkan destruksi sel beta glukosa yang terdapat dalam makanan tidak
dapat disimpan dalam hati dan tetap berada dalam darah. Jika konsentrasi
glukosa darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa,
akibatnya terdapat glukosa dalam urin (glikosuria) atau biasa disebut kencing
manis.
Ketika glukosa yang berlebihan
diekresikan ke urin, ekresi ini akan disertai pengeluaran cairan yang berlebihan
yang dinamankan diurisis asmotik. Sebagai akibat kehilangan cairan yang
berlebihan pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa
haus (polidipsia) (Brunner, 2002).
b. Diabetes
Melitus Tipe II
Pada diabetes tipe II terdapat dua
masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu : resistensi insulin dan
gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus
pada permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut
terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa dalam sel.
Pada tahap awal abnormalitas yang
paling utama adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai
dengan meningkatnya kadar gula dalam darah. Pada tahap ini, hiperglikemia dapat
diatasi dengan berbagai cara dan disertai obat anti diabetes yang dapat
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi
insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.
Penyebab resistensi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui secara pasti,
namun beberapa faktor yang memiliki peran penting terjadinya hal tersebut yaitu
obesitas, diet tinggi lemak dan rendah karbohidat, kurang latihan dan olahraga
serta faktor keturunan.
Diabetes melitus tipe II tidak bias
diobati sampai sembuh, hanya dikontrol dalam pengendalian kadar gula darah
sehingga tidak terjadi komplikasi yang lebih buruk karena komplikasi diabetes
melitus dapat merusak banyak organ seperti mata, otak, ginjal, jantung dan
dapat berakibat fatal (Fitria, 2009).
c. Diabetes
Mellitus gestasional
Selain dua tipe
diabetes diatas, ada juga diabetes yang khusus dialami oleh wanita yang sedang
mengandung disebut diabetes gestasional. Hal ini disebabkan oleh perubahan
hormon tubuh, diabetes ini bisa disembuhkan dan biasanya hilang setelah
persalinan (Jacken, 2005).
d. Diabetes
Melitus Tipe Lain
Dalam skala yang lebih
kecil lagi, ada beberapa kasus diabetes yang disebabkan oleh sindrom genetik
tertentu (seperti perubahan fungsi sel beta dan peruabahan fungsi insulin
secara genetik) gangguan pada pankreas terutama pada pencandu alkohol, diabetes yang diakibatkan oleh penggunaan
obat dan zat kimia, infeksi, dan sebab imunologi (Jacken, 2005).
5. Faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya Diabetes Melitus
a. Genetik
Faktor genetik merupakan
faktor yang paling penting pada diabetes melitus. Kelainan yang diturunkan
dapat langsung mempengaruhi sel beta dan mengubah kemampuannya untuk mengenali
dan menyebarkan sel rangsang sekretoris insulin. Keadaan ini meningkatkan kerentanan individu tersebut
terhadap faktor – faktor lingkugan yang dapat mengubah integritas dan fungsi
sel beta pankreas (Price & Wilson, 2002).
Secara ganetik resiko
diabetes melitu tipe II meningkat pada saudara kembar monozigotik seorang
diabetes melitus tipe II, ibu dari neonatus yang beratnya lebih dari 4
kilogram, individu dengan gen obesitas, ras yang mepunyai insidensi tinggi
terhadap diabetes melitus (Peice & Wilson, 2002).
b. Usia
Diabetes tipe II
biasanya terjadi setelah usia 30 tahun
dan semakin sering terjadi setelah usia 40 tahun, selanjutnya terus meningkat
pada usia lanjut. Usia lanjut yang mengalami gangguan toleransi glukosa
mencapai 50 – 92% (Sudoyo, 2006).
Proses menua yang
berlangsung setelah usia 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisiologis,
dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat
jaringan dan ahirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi
homeostasis. Komponen tubuh yang mengalami perubahan adalah sel beta pankreas
yang mengahasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan terget yang menghasilkan
glukosa, sistem saraf, dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa.
c. Berat
Badan (Obesitas)
Obesitas adalah berat
badan yang berlebihan minimal 20% dari berat badan idaman atau indeks massa
tubuh lebih dari 25Kg/m2. Obesitas merupakan faktor utama penyebab
timbulnya diabetes melitus tipe II, diperkirakan 80 – 90% paasien diabetes tipe
II megalami obesitas (Medicastore, 2007). Obesitas menyebabkan respon sel beta
pankreas terhadap glukosa darah berkurang, selain itu reseptor insulin pada sel
diseluruh tubuh termasuk di otot berkurang jumlah dan keaktifannya kurang
sensitif (Soegondo, 2007).
d. Aktifitas
Aktifitas fisik
berdampak terhadap aksi insulin pada orang yang beresiko diabetes melitus.
Kurangnya aktifitas merupakan salah satu faktor yang ikut berperan dalam
menyebabkan resitensi insulin pada diabetes melitus tipe II (Suyono, 2007).
e. Diet
Pemasukan kalori berupa
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, merupakan faktor
eksternal yang dapat mengubah integritas dan fungsi sel beta pada individu yang
rentan (Price & Wilson, 2002).
Individu yang obesitas
harus melakukan diet untuk mengurangi pemasukan kalori sampai berat badannya
turun mencapai batas ideal. Penurunan berat badan 2,5 – 7 Kg akan memperbaiki
kadar glokosa darah (Soegondo, 2007).
f. Stress
Stress adalah segala
situasi dimana tuntutan non spesifik mengharuskan individu berespon atau
melakukan tindakan (Poter & Perry, 1997). Reaksi pertama dari respon stress
adalah terjadinya sekresi sistem saraf simpatis yang diikuti oleh sekresi
simpatis adrenal medular dan bila stress menetap maka sistem hipotalamus
pituitari akan diaktifkan. Hipotalamus mensekresi corticotropin releasing factor yang menstimulasi pituitari anterior
memproduksi kortisol, yang akan mempengaruhi peningkatan kadar glukosa darah
(Smeltzer & Bare, 2008).
6. Komplikasi
Komplikasi
dari diabetes melitus ada empat komplikasi menurut (Widjadja, 2009) diantaranya
adalah :
a. Komplikasi
Akut :
-
Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan
suatu keadaan penurunan kadar glukosa darah dengan gejala berupa gelisah,
tekanan darah turun, mual, lemah, lesu. Sulit bicara, gangguan menghitung,
keringat dingin pada muka dan bibir dan tangan kejang sampai koma.
-
Hiperglikemia
Hiperglikemia adalah
suatu keadaan kelebiha gula darah yang biasanya disebabkan oleh makan
berlebihan, stress akut karena penghentian obat antidiabetes secara mendadak.
Gejala hiperglikemia antara lain adalah penurunan kesadaran serta dehidrasi.
-
Ketoasidosis
Ketoasidosis
adalah keadaan penngkatan senyawa keton yang bersifat asam dalam darah yang
berasal dari asam lemak hasil dari pemecahan sel-sel lemak jaringan. Kekurangan
insulin berarti tidak ada zat yng di proses sebagai pemenuh energi.
-
Lactic
Acidosis
Sel
– sel tubuh menghasilkan asam lactic pada saat memproses glukagen menjadi
energi. Jika terlalu bayak lactic dalam tubuh, maka kesehatan akan terganggu.
b.
Komplikasi Kronik :
-
Mikroangiopati merupakan
penyakit pembuluh darah kecil seperti:
ü Retinopati
ü Netropati
ü Neuropati
-
pembuluh darah tepi dan
pembuluh darah otak
-
makroangiopati yang
mengenai pembuluh darah besar yaitu pembuluh darah jantung
ü Kardiovaskuler
ü Serebravaskuler
ü Vaskuler perifer
-
Neuro diabetic
-
rentan infeksi seperti
tuberculosis paru
-
infeksi saluran kemih.
(Tucker, 1998 :
402)
7.
Penatalaksanaan
Diabetes Melitus
Tujuan
dari penatalaksananaan diabetes adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin
dan kadar gula darah dalam upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi
vaskuler serta neuropatik, tujuan terapeutik pada penderita diabetes melitus
adalah mencapai kadar gula darah normal tanpa terjadinya hipoglikemia dan
gangguan serius pada pola aktivitas pasien. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan diabetes diantaranya adalah pemantauan dan pendidikan (Smeltzer
& Bare, 2002), yaitu :
a. Diet
Tujuan penatalaksanaan
diet diantaranya memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan
mineral), mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai, memenuhi
kebutuhan energi, mencegah fluktuasi gula darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar gula darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman,
praktis dan menurunkan kadar lemak darah jika meningkat.
b. Latihan
Latihan atau olah raga
sangat penting dalam penatalaksanaan diet diabetes melitus karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor resiko kardiovaskuler.
Latihan akan menurukan kadar gula darah dengan meningkatkan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki pemakaian insulin, misalnya berjalan kaki, dan
bersepeda santai.
c. Pemantauan
Dengan melakukan
pemantauan kadar glukosa darah secara mandiri, penderita diabetes dapat
mengatur terapi untuk mengendalikan secara optimal. Caranya pengambilan setetes
darah dari ujung jari tangan, aplikasi darah tersebut pada strip pereaksi
khusus. Dan kemudian darah tersebut dibiarkan pada strip selama waktu tertentu
kemudian bantalan pereaksi pada strip akan berubah warna kemudian dapat
dicocockan pada peta warna, kemudian angka digital akan memperlihatkan kadar
gula darahnya.
d. Terapi
Pengobatan diabetes
melitus tipe II didasarkan atas pemberian insulin dalam tubuh yang cukup
sehingga memungkinkan metabolisme karbohidrat penderita normal. Tetapi optimum
dapat dicegah bagian terbesar efek akut diabetes. Penderita diabetes diberi
dosis tunggal salah satu preparat insulin bermasa kerja lama setiap hari,
meningkatkan seluruh metabolisme karbohidrat sepanjang hari (Smeltzer, 2002).
e. Pendidikan
Pendidikan disini
adalah pendekatan pengajaran, khususnya pada pasien rawat jalan. Disini perawat
berperan besar dalam memberikan informasi tentang diabetes melitus yang lebih
ditekankan adalah bagaimana penatalaksanaan diabetes secara mendiri sehingga dapat
menghindari komplikasi diabetes.
8.
Pemeriksaan Penunjang
a.
Glukosa darah sewaktu
Kadar darah sewaktu dan puasa
sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl).
Kadar glukosa darah sewaktu
ü
Plasma vena :
-
<100>
-
100 – 200 = belum pasti DM
-
>200 = DM
ü Darah
kapiler :
-
<80>
-
80 – 100 = belum pasti DM
-
> 200 = DM
b.
Kadar glukosa darah puasa
ü Plasma vena
:
-
<110>
-
110 – 120 = belum pasti DM
-
> 120 = DM
ü Darah
kapiler :
-
<90>
-
90 – 110 = belum pasti DM
-
> 110 = DM
c.
Tes toleransi glukosa
Kriteria
diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
a.
Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl
(11,1 mmol/L)
b.
Glukosa plasma puasa >140 mg/dl
(7,8 mmol/L)
c.
Glukosa plasma dari sampel yang
diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post
prandial (pp) > 200 mg/dl).
9. Pathway
masalah keperawatan
C. Konsep asuhan keperawatan pada
penyakit diabetes mellitus
1. Pengkajian
Pengkajian
pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus dilakukan mulai
dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan
utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola
kegiatan sehari-hari.
Hal
yang perlu dikaji pada klien degan diabetes mellitus :
a.
Aktivitas dan istirahat :
Kelemahan, susah berjalan/bergerak,
kram otot, gangguan istirahat dan tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu
melakukan aktivitas dan koma.
b.
Sirkulasi
Riwayat hipertensi, penyakit
jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas bawah, luka yang sukar
sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
c.
Eliminasi
Poliuri,nocturi, nyeri, rasa
terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
d.
Nutrisi
Nausea, vomitus, berat badan
menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
e.
Neurosensori
Sakit kepala, menyatakan seperti
mau muntah, kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
f.
Nyeri
Pembengkakan perut, meringis.
g.
Respirasi
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
h.
Keamanan
Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya
kekuatan umum.
i.
Seksualitas
Adanya peradangan pada daerah
vagina, serta orgasme menurun dan terjadi impoten pada pria.
2.
Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan
pengkajian data keperawatan yang sering terjadi berdasarkan teori, maka
diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien diabetes mellitus yaitu :
3.
Rencana Keperawatan
a. Gangguan
perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran darah ke daerah gangren
akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan : Mempertahankan
sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil :
-
Denyut nadi perifer
teraba kuat dan reguler
-
Warna kulit sekitar
luka tidak pucat/sianosis
-
Kulit sekitar luka
teraba hangat.
-
Oedema tidak terjadi
dan luka tidak bertambah parah.
-
Sensorik dan motorik
membaik
Rencana
tindakan :
-
Ajarkan pasien untuk
melakukan mobilisasi
Rasional : dengan mobilisasi
meningkatkan sirkulasi darah.
-
Ajarkan tentang
faktor-faktor yang dapat meningkatkan aliran darah : Tinggikan kaki sedikit lebih rendah dari jantung
( posisi elevasi pada waktu istirahat ), hindari penyilangkan kaki,
hindari balutan ketat, hindari penggunaan bantal, di belakang lutut dan
sebagainya.
Rasional : meningkatkan melancarkan
aliran darah balik sehingga tidak terjadi oedema.
-
Ajarkan tentang
modifikasi faktor-faktor resiko berupa : Hindari diet tinggi kolestrol, teknik
relaksasi, menghentikan kebiasaan merokok, dan penggunaan obat vasokontriksi.
Rasional : kolestrol tinggi dapat
mempercepat terjadinya arterosklerosis, merokok dapat menyebabkan
terjadinya vasokontriksi pembuluh darah,
relaksasi untuk mengurangi efek dari stres.
-
Kerja sama dengan tim
kesehatan lain dalam pemberian vasodilator, pemeriksaan gula darah secara rutin
dan terapi oksigen ( HBO ).
Rasional
: pemberian vasodilator akan meningkatkan dilatasi pembuluh darah sehingga
perfusi jaringan dapat diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula darah secara
rutin dapat mengetahui perkembangan dan keadaan pasien, HBO untuk memperbaiki
oksigenasi daerah ulkus/gangren.
b. Ganguan
integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas.
Tujuan
: Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria
hasil :
-
Berkurangnya oedema
sekitar luka.
-
pus dan jaringan
berkurang
-
Adanya jaringan
granulasi.
-
Bau busuk luka
berkurang.
Rencana
tindakan :
-
Kaji luas dan keadaan
luka serta proses penyembuhan.
Rasional
: Pengkajian yang tepat terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya.
-
Rawat luka dengan baik
dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional
: merawat luka dengan teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan
larutan yang iritatif akan merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa
balutan jaringan nekrosis dapat menghambat proses granulasi.
-
Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah
pemberian anti biotik.
Rasional
: insulin akan menurunkan kadar gula darah, pemeriksaan kultur pus untuk
mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat untuk pengobatan, pemeriksaan
kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan penyakit.
c. Potensial
terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis) berhubungan dengan tinggi kadar gula
darah.
Tujuan
: Tidak terjadi penyebaran infeksi (sepsis).
Kriteria
Hasil :
-
Tanda-tanda infeksi
tidak ada.
-
Tanda-tanda vital dalam
batas normal ( S : 36 – 37,5 0C )
-
Keadaan luka baik dan
kadar gula darah normal.
Rencana
tindakan :
-
Kaji adanya tanda-tanda
penyebaran infeksi pada luka.
Rasional
: Pengkajian yang tepat tentang tanda-tanda penyebaran infeksi dapat membantu
menentukan tindakan selanjutnya.
-
Anjurkan kepada pasien
dan keluarga untuk selalu menjaga kebersihan diri selama perawatan.
Rasional
: Kebersihan diri yang baik merupakan salah satu cara untuk mencegah infeksi
kuman.
-
Lakukan perawatan luka
secara aseptik.
Rasional : untuk mencegah kontaminasi luka dan
penyebaran infeksi.
-
Anjurkan pada pasien
agar menaati diet, latihan fisik, pengobatan yang ditetapkan.
Rasional
: Diet yang tepat, latihan fisik yang cukup dapat meningkatkan daya tahan
tubuh, pengobatan yang tepat, mempercepat penyembuhan sehingga memperkecil
kemungkinan terjadi penyebaran infeksi.
-
Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian antibiotika dan insulin.
Rasional
: Antibiotika dapat menbunuh kuman, pemberian insulin akan menurunkan kadar
gula dalam darah sehingga proses penyembuhan.
d. Cemas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya.
Tujuan
: rasa cemas berkurang/hilang.
Kriteria
Hasil :
-
Pasien dapat
mengidentifikasikan sebab kecemasan.
-
Emosi stabil., pasien
tenang.
-
Istirahat cukup.
Rencana
tindakan :
-
Kaji tingkat kecemasan
yang dialami oleh pasien.
Rasional
: Untuk menentukan tingkat kecemasan yang dialami pasien sehingga perawat bisa
memberikan intervensi yang cepat dan tepat.
-
Beri kesempatan pada
pasien untuk mengungkapkan rasa cemasnya,
Rasional
: Dapat meringankan beban pikiran pasien.
-
Gunakan komunikasi terapeutik.
Rasional
: Agar terbina rasa saling percaya antar perawat-pasien sehingga pasien
kooperatif dalam tindakan keperawatan.
-
Beri informasi yang
akurat tentang proses penyakit dan anjurkan pasien untuk ikut serta dalam
tindakan keperawatan.
Rasional
: Informasi yang akurat tentang penyakitnya dan keikutsertaan pasien dalam
melakukan tindakan dapat mengurangi beban pikiran pasien.
-
Berikan keyakinan pada
pasien bahwa perawat, dokter, dan tim kesehatan lain selalu berusaha memberikan
pertolongan yang terbaik dan seoptimal mungkin.
Rasional
: Sikap positif dari timkesehatan akan membantu menurunkan kecemasan yang
dirasakan pasien.
-
Berikan kesempatan pada
keluarga untuk mendampingi pasien secara
bergantian.
Rasional
: Pasien akan merasa lebih tenang bila ada anggota keluarga yang menunggu.
-
Ciptakan lingkungan
yang tenang dan nyaman.
Rasional
: lingkung yang tenang dan nyaman dapat membantu mengurangi rasa cemas pasien.
e. Kurangnya
pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan pengobatan
berhubungan dengan kurangnya informasi.
Tujuan
: Pasien memperoleh informasi yang jelas dan benar tentang penyakitnya.
Kriteria
Hasil :
-
Pasien mengetahui
tentang proses penyakit, diet, perawatan dan pengobatannya dan dapat menjelaskan
kembali bila ditanya.
-
Pasien dapat melakukan
perawatan diri sendiri berdasarkan pengetahuan yang diperoleh.
Rencana
Tindakan :
-
Kaji tingkat
pengetahuan pasien/keluarga tentang penyakit DM dan gangren.
Rasional
: Untuk memberikan informasi pada pasien/keluarga, perawat perlu mengetahui
sejauh mana informasi atau pengetahuan yang diketahui pasien/keluarga.
-
Kaji latar belakang
pendidikan pasien.
Rasional
: Agar perawat dapat memberikan penjelasan dengan menggunakan kata-kata dan
kalimat yang dapat dimengerti pasien sesuai tingkat pendidikan pasien.
-
Jelaskan tentang proses
penyakit, diet, perawatan dan pengobatan pada pasien dengan bahasa dan
kata-kata yang mudah dimengerti.
Rasional
: Agar informasi dapat diterima dengan mudah dan tepat sehingga tidak
menimbulkan kesalahpahaman
-
Jelasakan prosedur yang
kan dilakukan, manfaatnya bagi pasien dan libatkan pasien didalamnya.
Rasional
: Dengan penjelasdan yang ada dan ikut secra langsung dalam tindakan yang
dilakukan, pasien akan lebih kooperatif dan cemasnya berkurang.
-
Gunakan gambar-gambar
dalam memberikan penjelasan ( jika ada / memungkinkan).
Rasional
: gambar-gambar dapat membantu mengingat penjelasan yang telah diberikan.
f. Gangguan
body image berhubungan dengan perubahan bentuk salah satu anggota tubuh.
Tujuan
: Pasien dapat menerima perubahan bentuk salah satu anggota tubuhnya secar
positif.
Kriteria
Hasil :
-
Pasien mau berinteraksi
dan beradaptasi dengan lingkungan. Tanpa rasa malu dan rendah diri.
-
Pasien yakin akan
kemampuan yang dimiliki.
Rencana
tindakan :
-
Kaji perasaan/persepsi
pasien tentang perubahan gambaran diri berhubungan dengan keadaan anggota
tubuhnya yang kurang berfungsi secara normal.
Rasional
: Mengetahui adanya rasa negatif pasien terhadap dirinya.
-
Lakukan pendekatan dan
bina hubungan saling percaya dengan pasien.
Rasional
: Memudahkan dalm menggali permasalahan pasien.
-
Tunjukkan rasa empati,
perhatian dan penerimaan pada pasien.
Rasional
: Pasien akan merasa dirinya di hargai.
-
Bantu pasien untuk mengadakan
hubungan dengan orang lain.
Rasional
: dapat meningkatkan kemampuan dalam mengadakan hubungan dengan orang lain dan
menghilangkan perasaan terisolasi.
-
Beri kesempatan kepada
pasien untuk mengekspresikan perasaan kehilangan.
Rasional
: Untuk mendapatkan dukungan dalam proses berkabung yang normal.
-
Beri dorongan pasien
untuk berpartisipasi dalam perawatan diri dan hargai pemecahan masalah yang
konstruktif dari pasien.
Rasional
: Untuk meningkatkan perilaku yang adiktif dari pasien.
4. Implementasi
Pelaksanaan
adalah tahap pelaksananan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama pasien. Implementasi dilaksanakan sesuai
dengan rencana setelah dilakukan validasi, disamping itu juga dibutuhkan
ketrampilan interpersonal, intelektual, teknikal yang dilakukan dengan cermat
dan efisien pada situasi yang tepat
dengan selalu memperhatikan keamanan
fisik dan psikologis. Setelah selesai implementasi, dilakukan dokumentasi yang
meliputi intervensi yang sudah dilakukan dan bagaimana respon pasien.
5. Evaluasi
Evaluasi
merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini adalah
membandingkan hasil yang telah dicapai setelah implementasi keperawatan dengan
tujuan yang diharapkan dalam perencanaan.
Perawat
mempunyai tiga alternatif dalam menentukan sejauh mana tujuan tercapai:
a. Berhasil
: prilaku pasien sesuai pernyatan tujuan dalam waktu atau tanggal yang
ditetapkan di tujuan.
b. Tercapai
sebagian : pasien menunujukan prilaku tetapi tidak sebaik yang ditentukan dalam
pernyataan tujuan.
Belum
tercapai. : pasien tidak mampu sama sekali menunjukkan prilaku yang diharapakan
sesuai dengan pernyataan tujuan.
D.
Simulasi Pendidikan Tentang Penyakit
Deabetes Mellitus
Menurut
Junaidi (2009) ada tiga jenis pencegahan yang dapat dilakukan pada penderita
diabetes :
1. Pencegahan
Primer
Pencegahan primer
bertujuan untuk mencegah agar tidak terserang penyakit diabetes. Pencegahan
primer dilakukan melalui :
a. Pola
makan yang seimbang
b. Mempertahankan
berat badan dalam batas normal
c. Olah
raga secara teratur
d. Meningakatkan
konsumsi sayur dan buah
e. Menghindari
zat atau obat yang dapat mencetuskan timbulnya diabetes.
2. Pencegahan
Sekunder :
Pencegahan sekunder
bertujuan untuk mendeteksi diabetes secara dini, mencegah penyakit agar tidak
bertambah parah, dan mencegah timbulnya komplikasi. Pecegahan antara lain :
a. Tetap
melakukan pencegahan primer
b. Pengendalian
gula darah agar tidak terjadi komplikasi
c. Mengatasi
gula darah dengan obat-obatan baik oral maupun insulin.
d. Penyuluhan tentang perilaku sehat
seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambahlan dengan unit
pelayanan kesehatan primer dipusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari rumah
sakit kelas A sampai ke Puskesmas serta memberikan penyuluhan tentang berbagai
hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi.
3. Pencegahan
Tersier
Tujuan dari
pencegahan ini adalah mencegah kecacatan lebih lanjut dari komplikasi yang
sudah terjadi, seperti komplikasi pembuluh darah pada mata (pemeriksaan
funduskopi setiap 6-12 bulan), otak, tungkai.
Faktor lain yang
perlu mendapat perhatian pada pasien diabetes adalah faktor stress dan keadaan
emosinya, seperti sikap menyangkal, marah, takut dan depresi.
E.
Hasil
Penelitian Tentang Penyakit Diabetes Mellitus
Abstrak
Hubungan Diabetes
Melitus dengan Peningkatan Tekanan Intraokuli pada Pasien Glaukoma di
Poliklinik Mata RSUP Haji Adam Malik, Medan Periode Juli-Agustus 2011
Authors: Tanoto,
Epifanus Arie Advisors: Hidayat,
Ruly Abstract (other language): Glaukoma adalah masalah utama pada
kebutaan yang irreversibel. Baik di dunia maupun di Indonesia, glaukoma
menduduki peringkat kedua penyebab kebutaan pada mata. Statistik menunjukkan
sebanyak 0,5% penduduk Indonesia mengalami glaukoma. Salah satu faktor yang
diduga berperan dalam terjadinya glaukoma adalah diabetes melitus. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui hubungan diabetes melitus dengan peningkatan
tekanan intraokuli pada glaukoma. Metode penelitian ini adalah penelitian
analitik dengan pendekatan cross-sectional. Adapun jumlah sampel yang diperoleh
adalah 50 orang. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik consecutive
sampling. Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan di Rumah Sakit Umum
Pusat Haji Adam Malik, Medan. Dari analisis hasil penelitian, didapati
responden paling banyak berjenis kelamin perempuan (56%) dan banyak responden yang
berusia diatas 40 tahun (70%). Selain itu, hanya ditemukan 16 (32%) orang yang
mengalami diabetes melitus dan 7 orang (14%) yang tekanan intraokulinya dalam
batas normal. Dari analisis hasil, juga diperoleh 13 orang (26%) yang mengalami
peningkatan tekanan intraokuli, memiliki riwayat diabetes melitus. Sedangkan
responden yang tekanan intraokulinya dalam batas normal dan tidak beriwayat
diabetes melitus ada sebanyak 4 orang (8%). Pada uji hipotesis dengan
menggunakan Fisher’s Exact test, diperoleh nilai p > 0,05. Kesimpulan dari
hasil penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara diabetes melitus dengan
peningkatan tekanan intraokuli pada glaukoma. Disarankan untuk penelitian
selanjutnya agar menambah jumlah sampel, mengubah metode pengumpulan data dan
memperluas jangka waktu pengambilan data. Keywords: Glaucoma
F.
Prinsip
Legal Dan Etis Pada Kasus Diabetes Mellitus
1. Otonomi
Memberikan hak kebebasan kepada pasien dengan tidak memaksakan kehendak
yang masih pasien ingin lakukan secara mandiri seperti mandi, makan, minum, dan
yang lainnya
2. Beneficience
Berbuat baik misalnya dengan kita mau memberikan tindakan seperti
membersihkan luka yang terdapat di kakinya.
3. Justice
Yaitu adil dengan tidak memilah milih pasien seperti mau memberikan intervensi membersihkan luka
pasien walaupun tidak enak dengan baunya.
4. Non
maleficience
Tidak merugikan orang lain yaitu pasien dengan tetap kita harus
hati-hati dalam memberikan intervensi yakni membersihkan luka, pemberian obat,
atau yang lainnya untuk menghindari adanya kerugian pada pasien.
5. Veracity
Jujur dalam memberikan informasi kepada pasien tentang penyakit yang
dideritanya.
6. Fidelity
Menepati janji itu sangat penting yang tidak boleh dilanggar oleh
perawat. Perawat harus menepati janji kepada pasien apabila ada janji antara
pasien dan perawat dalam menjalani perawatan selama di RS.
7. Confidentiality
Perawat harus bisa merahasiakan sesuatu tentang pasien apabila pasien
memintanya.
8. Acoountability
Perawat harus bekerja secara professional untuk meningkatkan kualitas
kesehatan pasien.
9. Loyalitas
Setia dalam memberikan pelayanan yang dapat memuaskan pasien untuk
menghindari adanya konflik. Dengan setia kepada pasien, pasien akan merasa diperhatikan
dan itu dapat meningkatkan derazat kesehatan pasien.
10. Advokasi
Perawat memberikan saran kepada keluarga pasien agar pasien dirawat
inap.
BAB
III
PEMBAHASAN
KASUS
A.
Scenario
kasus 1
Tn. X usia 45 tahun dirawat di RSUD
45 dengan keluhan; luka lama sembuh dan hamper membusuk pada jempol kaki kiri.
Menurut istrinya kaki suaminya terluka akibat menginjak paku pada saat Tn. X
sedang bekerja di bangunan., namun anehnya suaminya tidak meyadari jika kakinya
telah menginjak paku. Istri Tn. X mengatakan bahwa dia telah curiga sejak 8
bulan yang lalu suaminya tampak lemes, mengantuk terus, pagi-pagi pengennya
tidur terus, gejala-gejala tersebut serupa dengan yang dialami oleh kedua
orangtuanya, istrinya telah menganjurkan untuk segera berobat ke Puskesmas
namun ditolak oleh suaminya dan baru mau dibawa ke RS setelah ada luka dikaki.
Hasil wawancara dengan Tn. X dia mengatakan penglihatannya kabur sejak 2 bulan
yang lalu, klien mengeluh merasa cepat lapar, sering kencing dan sering minum,
walaupun sering makan Tn. X mengalami penurunan berat badan dan Tn. X juga
mengatakan pernah tiba-tiba pingsan pada saat pagi hari ketika dia belum
sarapan. Dari hasil pemeriksaan fisik; tanda-tanda vital TD; 140/90 mmHg, nadi
100x/menit, suhu 36,80C, RR 20x/menit, terdapat penurunan berat badan 5 kg dari
sebelum sakit, terdapat luka dengan kondisi bernanah dan banyak jaringan
nekrotik, pemeriksaan gula darah sewaktu 460 mg/dl.
Tn. X direncanakan untuk dilakukan
sliding scale test. Tn. X mendapatkan terapi metformin 400 mg dan glimenclamid
2.5 mg.
Pertanyaan
Kasus
1.
Setelah membaca dan
menjawab beberapa pertanyaan yang muncul dari kasus diatas, coba diskusikan
system organ apa yang terkait masalah di atas ? Jelaskan dengan menggunakan
peta konsep struktur anatomi organ yang terkait serta mekanisme fisiologis
system organ itu bekerja !
2.
Coba identifikasi
diagnose keperawatan utama pada klien dalam kasus tersebut !
3.
Coba saudara buat
clinical pathway dari masalah keperawatan utama pada kasus diatas !
4.
Tindakan-tindakan
dan intervensi keperawatan apa saja yang seharusnya dilakukan seorang perawat
untuk mengatasi masalah keperawatan utama pada klien dan keluarganya!
B.
Jawaban
kasus
1. System
organ yang terkait dengan masalah diatas adalah system endokrin dan organ yang
terganggunya adalah organ kelenjar pancreas.
Pankreas
merupakan suatu organ berupa kelenjar dengan panjang dan tebal 12,5 cm dan
tebal ± 2,5 cm. Pankreas terbentang dari atas sampai kelengkungan besar dari
perut dan biasanya dihubungkan oleh dua saluran ke duodenum (usus 12 jari)
organ ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua bagian yaitu kelenjar endokrin
dan eksokrin.
a. Struktur Pankreas
Pankreas
terdiri dari :
-
Kepala
pancreas
Merupakan
bagian yang paling lebar, terletak disebelah kanan rongga abdomen dan di dalam
lakukan duodenum dan yang praktis melingkarinya.
-
Badan
pancreas
Merupakan
bagian utama pada organ itu dan letaknya di belakang lambuing dan di depan
vertebra lumbalis pertama.
-
Ekor
pankreas
Merupakan
bagian yang runcing di sebelah kiri dan yang sebenarnya menyentuh limfa.
b. Saluran Pankreas
Pada pankreas terdapat dua saluran
yang mengalirkan hasil sekresi pankreas ke dalam duodenum :
-
Ductus wirsung, yang
bersatu dengan ductus chole dukus, kemudian masuk ke dalam duodenum melalui
sphincter oddi
-
Ductus sartorini, yang
lebih kecil langsung masuk ke dalam duodenum di sebelah atas sphincter oddi.
c. Jaringan pankreas
Ada 2
jaringan utama yang menyusun pankreas :
-
Asini
berfungsi untuk mensekresi getah pencernaan dalam duodenum
-
Pulau
langerhans
d. Pulau-pulau langerhans
-
Hormon-hormon
yang dihasilkan
§ Insulin
Adalah
suatu poliptida mengandung dua rantai asam amino yang dihubungkan oleh gambaran
disulfide.
§ Enzim utama yang berperan adalah insulin protease,
suatu enzim dimembran sel yang mengalami internalisasi bersama insulin
§ Efek faali insulin yang bersifat luas dan kompleks
-
Efek-efek
tersebut biasanya dibagi :
§ Efek cepat (detik)
Peningkatan
transport glukosa, asam amino dan k+ ke dalam sel peka insulin.
§ Efek menengah (menit)
Stimulasi
sintesis protein, penghambatan pemecahan protein, pengaktifan glikogen sintesa
dan enzim-enzim glikolitik.
§ Efek lambat (jam)
-
Peningkatan
M RNA enzim lipogenik dan enzim lain
Pengaturan
fisiologi kadar glukosa darah sebagian besar tergantung dari :
§
ekstraksi
glukosa
§
sintesis
glikogen
§
glikogenesis
-
Glukogen
Molekul
glukogen adalah polipeptida rantai lurus yang mengandung 29 n residu asam amino
dan memiliki 3485 glukogen merupakan hasil dari sel-sel alfa, yang mempunyai
prinsip aktivitas fisiologi meningkatkan kadar glukosa darah.
-
Somatostatin
Somatostatin
menghambat sekresi insulin, glukogen dan polipeptida pankreas dan mungkin
bekerja di dalam pulau-pulau pankreas.
-
Poliptida
pankreas
Poliptida pankreas manusia merupakan
suatu polipeptida linear yang dibentuk oleh sel pulau langerhans.
Fungsi eksokrin pankreas:
Getah pankreas mengandung enzim-enzim untuk pencernaan
ketiga jenis makanan utama, protein, karhohidrat dan lemak. Ia juga mengandung
ion bikarbonat dalam jumlah besar, yang memegang peranan penting dalam
menetralkan timus asam yang dikeluarkan oleh lambung ke dalam duodenum.
Enzim-enzim proteolitik adalah tripsin, kamotripsin,
karboksi, peptidase, ribonuklease, deoksiribonuklease, tiga enzim pertama
memecahkan keseluruhan dan secara parsial protein yang dicernakan, sedangkan
nuclease memecahkan keuda jenis asam nuklet, asam ribonukleat dan deosinukleat.
Enzim pencernaan untuk karbohidrat adalah amylase
pankreas, yang mengidrosis pati, glikogen dan sebagian besar karbohidrat lain
kecuali selulosa untuk membentuk karbohidrat, sedangkan enzim-enzim untuk
pencernaan lemak adalah lipase pankreas yang menghidrolisis lemak netral
menjadi gliserol, asam lemak dan kolesterol esterase yang menyebabkan
hidrolisis ester-ester kolesterol.
a. Pancreatic guice
Sodium
bicarboinat memberikan sedikit pH alkalin (7,1 – 8,2) pada pancreatic jurce
sehingga menghentikan gerak pepsin dari lambung dan menciptakan lingkungan yang
sesuai dengan enzim-enzim dalam usus halus.
b. Pengaturan sekresi pankreas ada 2 yaitu :
-
Pengaturan
saraf
-
Pengaturan
hormonal
Fungsi endokrin pankreas
Tersebar diantara alveoli pankreas, terdapat
kelompok-kelompok sel epithelium yang jelas, terpisah dan nyata.
Kelompok ini adalah pulau-pulau kecil / kepulauan
langerhans yang bersama-sama membentuk organ endokrin.
2. Diagnose
keperawatan utama pada kasus di atas adalah:
Ganguan integritas jaringan
berhubungan dengan adanya gangren pada ekstrimitas ditandai dengan adanya:
DS :
Pasien mengeluh luka lama sembuh
dan hamper membusuk pada jempol kiri .
DO:
-
Adanya pus/ nanah
-
Dan terdapat banyak
jaringan nekrotik
3. Clinical
pathway pada masalah keperawatan utama diatas adalah:
Defisiensi insulin
↓
Hiperglikemia
↓
Atelesklerosis
↓
Makrovaskuler
↓
Ekstrmitas
↓
Penurunan imunitas/suplai makanan ke jaringan
perifer menurun
Luka lama sembuh
↓
Gangrene
↓
Gangguan integritas kulit
4. Tindakan-tindakan
yang harus dilakukan perawat untuk mengatasi masalah keperawatan utama adalah:
a.
Tindakan
mandiri:
-
Kaji luas dan keadaan
luka serta proses penyembuhan.
Rasional : Pengkajian yang tepat
terhadap luka dan proses penyembuhan akan membantu dalam menentukan tindakan
selanjutnya.
-
Rawat luka dengan baik
dan benar : membersihkan luka secara
abseptik menggunakan larutan yang tidak iritatif, angkat sisa balutan yang
menempel pada luka dan nekrotomi jaringan yang mati.
Rasional : merawat luka dengan
teknik aseptik, dapat menjaga kontaminasi luka dan larutan yang iritatif akan
merusak jaringan granulasi tyang timbul, sisa balutan jaringan nekrosis dapat
menghambat proses granulasi.
b.
Tindakan
kolaborasi
-
Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian insulin, pemeriksaan
kultur pus pemeriksaan gula darah
pemberian anti biotik. Rasional : insulin akan menurunkan kadar gula darah,
pemeriksaan kultur pus untuk mengetahui jenis kuman dan anti biotik yang tepat
untuk pengobatan, pemeriksaan kadar gula darahuntuk mengetahui perkembangan
penyakit.
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Sistem endokrin adalah sistem kontrol kelenjar tanpa saluran
(ductless) yang menghasilkan hormon yang tersirkulasi di tubuh melalui aliran
darah untuk memengaruhi organ-organ lain. Organ kelenjar endokrin antara lain
yaitu:
1. Kelenjar adrenal
2. Kelenjar pancreas
3. Kelenjar hipofise
4. Kelenjar timus
5. Kelenjar pienalis
6. Kelnjat hipotalamus
7. Kelenjar tiroid.
Yang diamana memiliki fungsi
masing-masing.
Diabetes
mellitus adalah sindrom yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tuntutan
dan suplai insulin.
Klasifikasi
diabetes mellitus antara lain:
1.
Diabetes tipe I : Disebut juga IDDM (Insulin Dependent Diabetes Melitus) atau Juvenil Diabetes Melitus.
2. Diabetes
Melitus tipe II : Disebut juga NIDDM (Non
Insulin Dependent Diabetes melitus)
3. Diabetes
melitus tipe spesifik lain
4. Diabetes
Melitus Gestasional GDM (Gestasional Diabetes Melitus
B.
Saran
Saran dari kelompok
kami yaitu agar kita semua tetap menjaga kesehatan dan berpola hidup yang
sehat. Hindari makanan-makanan, kegiatan-kegiatan yang dapat menjadi pencetus
terjadinya suatu penyakit. Apabila sudah terdapat gejala-gejala suatu penyakit
seperti Deabetes Mellitus segera datang ke Rumah Sakit agar segera ditangani
dan menghindari terjadinya komplikasi yang lebih lanjut. Serta lakukan diet
rendah protein dan karbohidrat karena dapat meningkatkan kadar gula yang
terkandung dalam darah.
DAFTAR
PUSTAKA
Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes
Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa
Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.
Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi
3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.
Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam :
Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI,
1996.
Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian
Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih
bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC,
2002
http://logisempiris.zoomshare.com/files/bu.../Presentation_endocrine.ppt/
organ
endokrin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar